Tengah Malam
"Ren?" Panggilku padanya. Dia menoleh menatapku dengan pandangan yang... entahlah. Yang pasti tidak bisa kuartikan. Pandangannya terasa kosong.
"Kita tinggal di sini. Aku tidak mau pindah."
"HA!?" Aku, Surya dan Rian berpandangan. Tidak mengerti dengan pembicaraan pemuda ini. Tadi sebelum maghrib dia ngotot ingin keluar dari rumah ini. Lalu sekarang, setelah dia menghilang dengan mudah mengatakan tidak mau pindah. Apakah Reno baru saja mendapat pencerahan?
"Bukannya tadi kamu ngotot tidak mau pindah saat maghrib? Kok tiba-tiba berubah pikiran?" Tanya Rian mewakili pertanyaanku. Namun Reno tidak menjawab ia hanya bergeming duduk dengan kedua tangan menyatu di atas paha. Tidak menoleh ke arah kami dan tidak bersuara sedikitpun.
Hingga aura di dalam rumah seketika berubah drastis. Menjadi sangat-sangat dingin sekali. Membuat bulu kudukku berdiri seketika.
"Ya sudah kalau kamu tidak mau pindah. Sekarang kita beres-beres saja dulu. Rumah ini tidak sempat kita bersihkan tadi," ujar Surya memecah keheningan yang melanda.
"Bagaimana dengan pembagian kamar? Setahuku di rumah ini hanya ada tiga kamar. Satu di bawah dan dua di atas. Aku sudah memeriksanya tadi."
"Empat." Celetuk Reno membuat pandanganku beralih padanya. Kutatap dia lamat-lamat berharap ada penjelasan darinya setelah mengatakan angka itu.
"Aku tidur di situ!" Reno menunjuk lorong gelap penghubung jalan. Entah arah mana yang ia tunjuk aku tidak tahu.
"Ada kamar di situ?" Tanyaku padanya. Namun dia tidak menjawab lagi. Membuatku kesal dan ingin kubuka mulutnya itu agar dia berbicara lebih jelas. Buka sepotong-sepotong seperti ini.
"Itu kamarku," ucap Reno sembari berjalan menuju lorong penghubung ruang tamu dan ruang belakang yang kuyakini lampu di atasnya telah rusak. Karena saat Reno melangkah lampu itu berkedip-kedip dengan bunyi yang agak menakutkan.
Drttt... drrrt...
Mungkin seperti itu bunyinya. Tapi anehnya, pemuda itu tidak takut sama sekali. Dia terus berjalan sampai hilang di lorong itu. Mungkin sudah berbelok. Yang aku tahu saat tadi siang menelusuri ruang belakang. Memang ada sebuah pintu kecil setelah lorong. Di dekat tangga dan menurutku ruangan itu kecil sekali.
"Aku di atas sajalah," ujar Surya kemudian.
"Sama, aku juga di atas saja. Di, kamu yang tidur di bawah ya!" Ucap Rian padaku. Aku hanya mengangguk menerima keputusan mereka.
Aku melangkah menuju kamarku. Namun sebelum membuka pintu kulirik lorong penghubung ruang tamu serta ruang belakang itu dengan seksama. Lampunya masih berkedip-kedip dengan lambat.
Aku merinding, seluruh tubuh tampak dingin. Memutuskan tidak menghiraukan hal itu. Aku masuk ke dalam kamar. Merebahkan diri di atas kasur yang sebelumnya kubersihkan. Dan melayang menuju alam mimpi. Setelah seharian penuh berkutat dengan hal tidak masuk akal.