"Bunda?"
Hening. Tidak ada sahutan.
Morgan melangkah perlahan memasuki rumah yang sepi. Telapak kaki kecilnya yang kotor oleh tanah meninggalkan jejak, ketika menapaki lantai.
"Ayah?"
Sekali lagi, hening-lah yang menjawab panggilannya.
Bocah kecil itu terheran-heran. Tidak biasanya keadaan rumah se-sepi ini. Ia memutuskan menaiki tangga menuju lantai dua. Tujuan utamanya adalah kamar orang tuanya.
Ketukan dari tangan kecilnya tidak menimbulkan suara nyaring, apalagi tenaga besar yang dapat membuat pintu itu terbuka. Tapi pintu dihadapannya berderit, menganga lebar.
Morgan mengernyit. Menilik ke dalam kamar yang sunyi.
Sedetik kemudian, Ia terbelalak. Apa yang terjadi?!
"Bunda!!" Morgan berlari ke arah Bundanya. Namun Ia mendapati dirinya hanya berlari di tempat, tidak berpindah sedikitpun
Morgan memaksa larinya untuk lebih kencang, namun dadanya tiba-tiba sesak.
Morgan berhenti.
Keadaan di sekitar menggelap.
Tiba-tiba, suara nyaring memenuhi gendang telinga Morgan. Suara klakson mobil yang berbunyi keras berada tepat di gedang telinganya. Membuatnya seolah tuli oleh sakit yang mengerikan.
Kondisi sekitar merubah drastis. Morgan merasakan tubuhnya tiba-tiba berubah dewasa. Tapi keadaan dadanya masih sama, sesak.
Morgan membuka mata. Terkejut setengah mati, hingga Ia jatuh terduduk.
Kilasan memori buruk memenuhi kepalanya. Morgan memegangi kepala, menekan pelipisnya keras-keras berharap sakitnya berkurang, walau sedikit saja.
Ia menangis tanpa suara. Sakit sekali.
Sorot lampu terang menerjang matanya yang tertutup rapat. Ia membuka mata, mobil besar itu tepat di depan hidungnya.
Morgan berteriak.
Napasnya terangah. Peluh jatuh bercucuran hingga baju kausnya basah. Dibuka lebar-lebar matanya, meneliti sekitar. Sebuah ruangan didominasi warna putih menyambut penglihatannya.
Berkat halus seprai dan selimutnya, Morgan tersadar saat itu juga. Bahkan cowok itu tidak sadar sudah mencengkram sangat erat selimut di bawah telapak tangannya, seolah mencari pegangan. Morgan tak dapat mengelak.
Ia ketakutan.
Memori jahat itu kembali lagi. Di saat Ia sudah hampir melupakan dan terbiasa dengan hidup baru yang nyaris tenang dan baik-baik saja.
Tangan bergetar Morgan merayap ke dada kirinya. Meremas bagian kaus disana. Berusaha tidak ingin percaya, bahwa pedih dan sesak dari alam bawah sadarnya tadi berhasil naik ke permukaan.
Jangan lagi, tolong.
Morgan yakin sekali Ia hampir mematahkan tangan yang menyentuh pundaknya, jika tidak menyadari pelakunya adalah Natalia.
"Morgan.."
Cowok itu akhirnya mendapati Nenek berjongkok, bersandar di dinding dekat muara pintu di dekat kursi. Bersandar disana dengan wajah penuh air mata. Sedangkan Natalia, wanita dewasa yang sudah sangat Ia kenal itu, menatapnya cemas.
"A-aku," Morgan tidak tahu apakah ada kata-kata yang tepat untuk menyangkal apa yang sudah terlanjur dilihat oleh Neneknya.
Natalia dapat merasakan ketakutan Morgan. Tapi jauh berbeda dibandingkan dengan anak laki-laki yang beberapa bulan lalu dikenalkan padanya. Morgan yang saat ini berupaya keras melawan. Terbukti dari caranya berusaha turun dari tempat tidur, walau tubuhnya bergetar. Berusaha menjangkau Nenek, tidak peduli bagaimana dengan keadaannya.
Tapi Morgan luruh dua langkah kemudian. Dadanya kembang kempis semakin cepat. Sesuatu menindihnya dengan cara tidak manusiawi, membuat sesuatu yang terluka di benaknya kembali menganga.
Nenek bangkit. Sesegera mungkin meraih Morgan yang sudah akan merangkak menuju dirinya. Meraup tubuh cucunya yang bergetar hebat kedalam pelukan. Memeluknya erat sekali. memberi tahu pada Morgan bahwa Ia akan selalu ada untuk mendampingi cowok itu melawan masa lalu yang kelam.
Melihat pemandangan memilukan itu membuat Natalia ikut meneteskan air mata.
Wanita itu melangkah keluar kamar, memberikan waktu untuk Nenek dan cucunya untuk memperbaiki keadaan masing-masing.
***
Alina dan Angel mendatangi perpustakaan untuk menemukan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sedikit berat hati karena Alina dan Angel sungguh tidak menyukai pelajaran Bahasa Indonesia yang menurut mereka membosankan. Terlalu banyak bacaan, membuat mengantuk selama pelajaran tersebuh berlangsung.
Tapi para cowok yang tahu betul akan hal itu, malah menyuruh Alina dan Angel mengerjakan tugas yang mereka tidak mengerti, bahkan setengahnya.