Annoying Healer

Harisa Maksalini
Chapter #11

#AH; 11

"Sorry banget, Nji. Tolong sampein permintaan maaf gue ke Paman Andi"

Setelah sambungan telepon terputus, Morgan membuang napas berat. Dia baru saja memberi tahu Panji kalau ia tidak bisa menerima kesempatan dari Paman Andi untuk bekerja di cafenya.

Rasanya tidak nyaman ketika harus mengecewakan orang lain. Terlebih ia lah yang awalnya menginginkan pekerjaan itu. Untung saja, Panji hanya terkejut di awal dan menyayangkan keputusan Morgan. Menanyainya sekali lagi, dan tetap dijawab Morgan dengan jawaban yang sama seperti sebelumnya. Cowok itu tidak menanyai lebih lanjut tentang alasan dibaliknya, mengerti jika Morgan juga punya alasan sendiri dan terserah cowok itu ingin memberi tahu atau tidak.

Berbalik, Morgan melangkah ke arah pintu masuk dan langsung menemukan keberadaan sekumpulan orang yang beberapa dari mereka langsung dikenali olehnya.

Lambaian tangan di udara oleh Sakti mengisyaratkan untuk mendekat. Membuat Morgan langsung membuka langkah menuju ke sutu meja di sisi kanan ruangan. Lebih tepatnya, 4 meja yang disusun menjadi satu.

Obrolan yang tadinya lancar, terhenti. Menatap ke arah Morgan yang sudah tiba di sudut meja.

"Tentunya kalian udah tau sama yang satu ini, ya" ujar Sakti. Menggeser duduknya hingga Morgan bisa menyusup duduk di antara Sakti dan Beni.

Morgan kemudian membagi senyum ringan. Memperhatikan sekitar dan menemukan banyak pasang mata yang menatapnya dengan berbagai sorot yang tak terbaca.

"Sure, seleb kita yang baru. Gimana mungkin ga tau?" ucapan disertai kekehan itu keluar dari mulut cowok di seberang tempat duduk Morgan. Memperlihatkan terang-terangan pandangan meremehkan untuknya. Morgan mendengus dalam hati.

Sebuah tangan berjari lentik dengan kutek berwarna merah terang mampir di bahu cowok itu. "Jangan kasar gitu dong, Nan. Dia alasan gue mau ikut terlibat sama acara merepotkan ini, loh" katanya

Sinta melirik ke arah Morgan dan mengedipkan sebelah matanya, menggoda. Bagaimana bisa siswi kelas 2 SMA melakukan itu?. Hampir saja Morgan melepaskan rotasi matanya.

Untuk mencengah suasana semakin keruh, akhirnya Sakti membuka suara, hendak langsung saja memulai pembahasan.

"tunggu bentaran, Sak. Bos gue belom nyampe" ucap Gery sembari menilik ke arah pintu masuk.

Tepat tidak beberapa lama kemudian, orang yang ditunggu memasuki cafe dan langsung melangkah menuju ke meja mereka dengan tangan tenggelam di saku.

"Nah panjang umurnya" ucap Jeno, cowok lain di samping Gery.

Dean yang yakin baru saja dijadikan bahan perbincangan, mengabaikan dan memilih tidak peduli. Cowok dengan kaus hitam polos dilapisi jaket bomber coklat tua dan celana putih selutut itu meneliti sekitar. Atau, menatap semua orang yang ada di meja.

"Yumna ga datang" ucap Beni yang masih sibuk memainkan ponsel. Morgan menoleh padanya, lalu beralih pada Dean yang sudah tersenyum lebar. Tidak berusaha menyangkal kalimat Beni barusan dan mengambil duduk di antara anggota tim basket.

"Lo kalo mau modus, tutup-tutupin dikit, kek" ucap Jessy, yang duduk di sisi lainnya Sakti. Dibalas juluran lidah tak peduli oleh Dean.

"sudah ada semuanya?" tanya Johannah.

"Temen-temen gue yang lain masih otw. Tapi bentar lagi juga nyampe. Mulai aja" Kata beni. Memang, Jordan dan Ian harus datang sedikit terlambat karena harus menjemput Angel dan Alina. Sekaligus meminta izin pada orang tua mereka berdua supaya dua cewek itu bisa datang.

Pertemuan pada malam ini diadakan untuk membahas mengenai tim relawan yang akan membantu penyelenggaraan Bazar Seni bulan depan. Tadi seusai istirahat kedua, Yumna selaku ketua OSIS mengunjungi setiap kelas untuk memberikan pengumuman, bahwa setiap kelas wajib memberikan sukarelawan yang akan membantu dalam kegiatan bazar.

Dalam obrolan, Sakti membahas tentang konsep dan cara kerja tim ini nantinya. Masih berupa perkiraan sementara karena ini memang baru pertemuan kali pertama. Juga akan ada kemungkinan perubahan atau tambahan dari pembina osis atau mungkin kepala sekolah.

Yang hadir memang tidak sepenuhnya ingin membantu. Kebanyakan hanya ingin mendapat perhatian dari guru-guru, atau hanya ingin terlihat lebih keren dari murid lainnya karena bisa bekerja sama dengan OSIS dan memperoleh posisi berbeda. Dan sisanya, mempunyai alasan tersendiri yang sebenarnya sudah tertera dengan jelas.

Setelah melancarkan semua yang ingin disampaikan, pertemuan malam itu diakhiri dengan makan bersama.

Morgan sudah berjalan bersisian dengan teman-temannya menuju ke arah parkiran di samping bangunan. Tepat ketika sebuah suara mencegat, ia menghentikan langkah dan menoleh ke belakang.

"Jadi, Lo anak baru yang duduk sebangku sama Yumna?"

Morgan menatap datar. Dari yang ditangkapnya selama obrolan tadi berlangsung, cowok ini termasuk orang yang mempunyai maksud tersendiri saat memutuskan untuk masuk ke dalam tim. Sudah jelas bukan?

"Ya"

Dean mengangkat kedua sudut bibirnya, membentuk senyum setengah aneh yang ditanggapi Morgan maupun teman-temannya biasa saja.

"Gue penasaran, apa alasan bu Ratna biarin anak muridnya sebangku sama lawan jenis?"

Lihat selengkapnya