Suara gemuruh penonton bergema di lapangan indoor SMA Cakra Gempita. Semua orang sudah pada tempatnya. Meneriaki masing-masing tim perwakilan sekolah untuk menyemangati. Tapi, ramai kali ini berbeda dari final futsal tahunan biasanya. Lebih riuh dari tahun-tahun sebelumnya.
Pak Indra memberikan instruksi kepada tim. Mengarahkan setiap pemain untuk mengerahkan usaha semaksimal mungkin tapi tetap mengutamakan sportifitas.
Suasana mulai beranjak tegang, ketika peluit tanda pertandingan akan segera dimulai dibunyikan oleh wasit. Selesai berdoa sekali lagi, setiap pemain mulai melangkahkan kaki ke dalam lapangan. Suara loud speaker yang menyiarkan musik kebanggaan menyulut tepuk tangan serta seruan dari para penonton.
Yumna memastikan lagi tali sepatunya terikat dengan benar. Kemudian Mengambil napas dalam-dalam, bersamaan dengan cekalan halus terasa di pergelangan tangannya. Membuatnya menoleh.
Sakti maju ke arahnya. Cowok itu memang berada di lapangan sebagai orang yang mengurusi kebutuhan tim. Ia merogoh sesuatu dari saku celana. Mengeluarkan benda itu dan memasangkannya di lengan kanan Yumna.
Sekali lagi, para pendukung tim SMA berlian jaya mengangkat tangan untuk bertepuk meriah. Menyaksikan langsung romansa antara ketua OSIS dan wakilnya.
Yumna tersenyum sekilas. Mengeratkan lagi benda itu dan melangkah pasti menuju lapangan.
"Kapten tim silakan maju" ucap wasit.
Yumna maju ke depan, berhadapan dengan Anes, kapten tim SMA Cakra Gempita. Wasit melemparkan uang koin ke udara. Meminta keduanya untuk menebak kemungkinan gambar yang bisa muncul. Dan Yumna menang, pilihannya jatuh pada gambar garuda. Membuat cewek dihadapan Yumna berdesis marah.
"Bola, atau gawang?" tanya wasit.
Yumna tersenyum saja. Maju selangkah lebih dekat dengan musuhnya. Lalu menghentakkan satu kaki untuk meraih bola yang ada tengah mereka ke belakang kaki.
"Bola." ucapnya di depan wajah Anes.
Lalu permainan dimulai.
Jika saja ada yang memperhatikan cermat pada sosok Yumna, orang itu pasti melihat kilat ambisi di mata cewek itu. Setelah selama ini hanya berdiam diri sebagai pengarah permainan, akhirnya Yumna memutuskan turun ke lapangan untuk pertama kalinya.
Melihat kekalahan beruntun sekolah dalam setiap bidang membuat Yumna bertekad mengubah semuanya. Dari yang 'bukan apa-apa', menjadi yang 'disegani siapa saja'. Tidak akan mudah, namun keyakinan selalu menemani Yumna dan tentu saja ambisinya juga.
Seperti saat Ia mencetak gol pertama di menit ke-2 pertandingan. Di antara seruan penonton yang berjingkrak gembira, Yumna hanya menyeringai kecil membalas tatapan marah Anes dan teman-teman satu timnya.
Permainan kembali berlanjut. Disaat semua orang lengah dengan posisinya, satu tendangan lurus tanpa halangan kembali berhasil mencetak angka kedua untuk tim futsal SMA Berlian Jaya. Yumna meninggalkan sejenak ketidakahliannya dalam berlari. Satu hari ini, seluruh tenaganya ia biarkan terkuras habis untuk mengukir kemenangan. Tapi pertandingan belum selesai di sana.
Peluit kembali ditiup. Seperti terburu oleh amarah, pemain lawan menyerang bersamaan dan itu sempat membuat tim Yumna terkesiap. Tapi yumna tidak membiarkan. Mengisyaratkan teman setimnya untuk menahan serangan. Dan berhasil, Yumna mengambil bola dari arah belakang. Mengoper ke Friska di sisi lain lapangan, kemudian dia sendiri berlari cepat mendekati gawang lawan.
Tim lawan juga sudah berbalik ketika sadar sudah kecolongan. Tapi kalah cepat dengan Yumna yang sudah kembali mencetak gol setelah menerima operan bola dari Friska.
Suasana memanas. Baik penonton maupun tim pemain merasakan ketegangan yang menguar kental. Lalu bola kembali diletakkan ditengah dengan kuasa tim lawan, Cakra Gempita.
Namun, kali ini entah mengapa. keadaan berbalik seketika. Tidak seperti sebelumnya, saat ini justru pemain dari Cakra Gempita memimpin pertandingan dengan penyerangan brutal. Sementara, tim yang dipimpin Yumna hanya mempertahankan gawang dan tidak ada tanda melakukan serangan balik. Pak Indra sudah berkoar-koar dipinggir lapangan sampai urat lehernya menegang. Tapi tim Berlian Jaya seolah sengaja tidak mendengarkan. Sakti yang ada di sampingnya diam saja memperhatikan.
Dan itu berlanjut hingga peluit panjang mengakhiri babak pertama. Mempersilakan pemain untuk beristirahat selama 15 menit.
"Kemenangan sudah di depan mata!!, tapi kalian malah main-main saja." Bentak Pak Indra yang sudah tidak repot-repot menahan suaranya.
Yumna yang tahu kemarahan itu ditujukan untuknya hanya diam dengan tatapan kosong ke tanah lapangan. Dia meminum air mineral dengan gerakan pelan. Pemain yang lain pun tidak buka suara. Diam saja sambil mengatur napas.
Pak Indra sudah pasrah saja. Tidak lagi membumbungkan harapan tinggi untuk kemenangan tim sekolah. Tidak lagi dia bolak balik dipinggir lapangan. Memilih duduk meremas tangannya di bangku pemain. Ini adalah kali pertama kemenangan berada tepat di depan mata untuk SMA Berlian Jaya. Ia sudah berharap banyak dari anak didiknya.
***