"I'm home" Teriaknya sembari melepas sepatu.
Tidak ada sahutan. Morgan melangkah menuju dapur untuk menemukan Nenek. Mengingat memang di sanalah biasanya Nenek berada sambil berkutat dengan bermacam masakan. Namun nihil, dapur dalam keadaan bersih dan rapi.
"Nenek?" panggilnya lagi. Dan hasilnya sama.
Morgan menaikkan bahu.Ya sudah lah, Ia memutuskan untuk langsung pergi ke kamar dan membersihkan diri. Baju seragam sekolahnya perlu dipakai ulang esok hari.
Morgan sudah mengganti bajunya ketika ketukan di pintu kamarnya terdengar. Setelah daun pintu diayunkan terbuka, Nenek muncul dari sana.
"Sudah pulang, Morgan?"
Morgan tersenyum lalu bangkit dari kasur. Menyalami tangan Nenek lalu mencium kedua pipinya.
"Iya, nek" Jawabnya.
" Bagaimana sekolahnya?. "
"kayak yang Morgan bilang, nek" Adunya dengan sedikit memutar mata.
Sang Nenek terkekeh pelan. Mengusap sayang kepala cucu yang amat disayanginya.
"Kamu udah makan?"
"Udah dong, tadi di sekolah. Nenek?,Udah makan?"
Neneknya mengangguk. Lalu berpamitan karena hendak melanjutkan kegiatan berkebunnya yang tertunda setelah meminta cowok itu membereskan pakaian untuk dimasukkan ke lemari.
Di tempat ia berdiri setelah menutup pintu, ia mengamati kamarnya. Kosong, masih belum banyak perabotan di sini. Membuat kamar barunya terlihat lebih luas dan hampa. Ditambah dengan cat dinding dan lantai granit putih serta perabotan yang juga berwarna putih. Sungguh membosankan. Bukan gayanya.
Lelaki itu mengambil tas sekolahnya. mengeluarkan satu buku tulis dari sana dan menyobek kertas bagian belakang. Mengambil pena dan menuliskan daftar barang yang akan di beli untuk mengisi kamar yang ditempatinya ini.
Morgan menimang-nimang sejenak pikiran yang tiba-tiba muncul di kepalanya. Mungkin, seterusnya ia akan mengambil kerja paruh waktu. Selain karna Ia ingin menghasilkan uang sendiri, Morgan pikir dirinya butuh suasana baru di lingkungan baru ini.
Selesai menuliskan bermacam-macam barang yang akan dibeli, Ia membaringkan tubuh dengan kaki tetap terjuntai di sisi kasur. Memikirkan ulang kenapa ia bisa terdampar di tempat yang jauh sekali dari kehidupannya dulu. Kemudian semacam kaset lama yang berputar acak, kejadian itu terulang cepat. Dan pada akhirnya sesak itu kembali menghimpit ruang pernapasannya. Hingga ia bangkit dari berbaringnya dan mengusap wajah kasar. Ia masih dapat merasakannya. Sesak yang membuktikan dirinya masih kalah melawan masa lalu bahkan setelah perawatan psikis rutin beberapa bulan terakhir.
"Morgan, bisa tolong Nenek pindahin pot bunga?!"
Teriakan Nenek membuat kaget Morgan. Sedetik kemudian ia menyesal karena kembali memikirkan hal yang seharusnya dilupakan. Memukuli kepalanya dengan kepalan tangan beberapa kali hingga berdentum menyakitkan.
Ia butuh banyak sekali pengalih pikiran. Sadar betul bahwa yang dilakukannya sangat salah sekalipun hanya terbesit tidak sengaja di pikiran. Saat ini ia mempunyai Nenek yang menanti untuk dibahagiakan. Dan mengingat masa lalu kelam bukan bagian dari usaha untuk itu semua. Morgan mengangguk pasti. Menyemangati diri sendiri.
"Iya Nek, Morgan turun!" sahutnya.
"Jika tidak bisa menjaga, maka jangan merusak"