ANOMALI AIR

Mochammad Eko Priambudi
Chapter #10

Episode 10 - Kembali

Satu minggu penuh kuhabiskan waktu di galeri Mas Wira, membiarkan diriku tenggelam ke dalam realitas mancawarna yang terpampang gamblang di atas kanvas. Goresan demi goresan kulakoni dengan segenap hati, membuat Mas Wira kemudian melayangkan sepenggal pertanyaan, “Masalah lagi sama orang rumah?”

“Hem,” jawabku pendek.

“Kenapa lagi?” Tolong, petugas keamanan! Jebloskan para pelanggar undang-undang baru ini ke Nusakambangan!

Sepulang dari pesta ulang tahun Bagas, kembali aku didudukkan dalam sesi sidang keluarga. Papa adalah hakim agung bergelar “Yang Mulia.” Mama jadi saksi mata. Sementara aku, ya, aku selalu menjadi terdakwa. Tinggal tunggu ketok palu sebelum dijebloskan ke penjara.

“Kamu mau insiden sama si Damar itu terulang lagi?” Papa bertanya ketus.

Satu hal yang berubah seiring dengan masa pendewasaan yaitu kepatuhanku mulai menumpul. Tak lagi aku diam dan menerima segala tuduhan tanpa bukti yang dilemparkan. “Aku sudah gede. Bisa jaga diri!”

“Kamu nggak usah sok bisa jaga diri!” Papa berseru. Dari balik bantal sofa, ia menarik secarik map hijau, menghamparkan isinya di atas meja kaca. “Ini laporan dari dr. Ferdi. Kondisi kamu makin buruk. Alergi makin akut. Sedikit kena air saja bisa fatal!”

Aku mulai tak menyukai dr. Ferdi. Ia terlalu gampang buka mulut soal kondisiku. Padahal, sudah kuwanti-wanti untuk tak membocorkan informasi itu pada siapa pun, terutama orangtuaku yang paranoid.

“Mas Wira,” aku memanggil.

“Hem,” ia mengembalikan responsku sebelumnya.

“Nggak ada niatan buat merantau ke luar kota?”

Dari salah satu sisi kanvas, kulihat kepala gondrong itu menyembul. Segaris warna biru mencorengi salah satu pipinya. Ia menatapku tak mengerti. “Merantau? Ke mana?”

“Ke mana saja,” jawabku. Aktivitas melukisku sudah berhenti sejak lima belas menit lalu, tatkala mood-ku sudah tak lagi bisa diandalkan. “Aku kepengin pergi dari Bandung.”

Sebentar kemudian, Mas Wira pun turut menghentikan kegiatannya. Ditariknya kursi bakso plastik ke dekat tempatku duduk, membuat kami duduk hadap-hadapan seperti akan memulai sesi wawancara. “Sampeyan kira jauh dari keluarga itu enak?”

Aku diam, tak mampu mengimbangi pertanyaan barusan dengan jawaban apa pun. Topik keluarga adalah salah satu titik sensitif Mas Wira. Selain waktu menceritakan asal-usulnya, pembahasan keluarga tak pernah lagi menyembul ke dalam obrolan kami. Namun, saat ini aku sedang tidak berhasrat untuk menawarkan empati. Hidupku sendiri sedang dilanda kemalangan luar biasa.

“Aku muak terus-terusan hidup begini,” kataku. “Dikasih kebebasan ilusi. Persis kayak napi-napi yang bebas bersyarat.”

Aku menanti Mas Wira memberi sanggahan. Merecokiku tentang bersyukur dan menerima segala kekurangan yang hadir dalam paket hidupku. Namun, ia justru naik ke lantai atas, kemudian kembali dengan secarik brosur di tangan. Disodorkannya brosur itu padaku.

Brosur itu tak seperti selebaran atraksi lumba-lumba yang kubagikan. Deret tulisannya dicetak di atas art paper yang licin dan mengilap. Tiga warna primer—kuning, merah, biru—menjadi warna dominan. Mataku langsung menangkap tulisan putih besar yang terpampang di kepala brosur. ARIES ART PAINTING CONTEST.

Kulit keningku berkerut begitu menyadari apa yang baru saja kubaca. Kudongakkan kepalaku pada Mas Wira dan berkata, “Aries Art itu rumah seni yang biasa menggelar pameran, kan?”

“Betul!” Mas Wira mengacungkan dua jempolnya padaku. “Kemarin ada yang beli lukisan, terus kasih itu ke aku. Aku ndak paham inggris-inggrisan. Tapi kayaknya itu lomba lukis. Hadiahnya jalan-jalan ke Eropa. Coba sampeyan baca lagi.”

Di rumah, kuketikkan kata kunci “Aries Art” di kolom mesin pencari. Hanya sekadar memastikan kalau Aries Art yang dimaksud brosur adalah yang itu.

Aries Art adalah lembaga yang sudah sering menaungi kegiatan pameran seni selevel internasional. Bermarkas di Amsterdam, Belanda. Banyak lukisan seniman tersohor dunia yang mejeng pada acara tersebut. Beberapa sempat menjadi referensiku pada tahap awal-awal menekuni bidang ini. Begitu aku masuk ke situs resminya, salinan digital brosur Mas Wira memenuhi halaman depan.

Menyambut ajang pameran tahun ini, Aries Art mengadakan semacam sayembara lukis yang bisa diikuti oleh seniman amatir dari seluruh penjuru dunia. Tiga mahakarya terbaik akan disertakan bersama lebih dari seratus mahakarya seni lainnya. Dan pameran itu akan diadakan di kota-kota besar Eropa.

Perlu kalian ketahui, sejak dulu Eropa adalah destinasi yang senantiasa kutanam dalam angan-angan. Arsitektur kota-kota di sana amat menggoda untuk disontek ke atas kanvas. Digantung dengan pigura perak untuk dikagumi seumur hidup.

Lihat selengkapnya