Hangatnya sinar matahari membelai wajah tatkala kudongakkan kepala menghadap langit. Rasa hangatnya terlampau memanjakan kulit hingga kuurungkan niat untuk merundukkan kepala. Kalau bukan karena suara itu, aku tak mungkin rela berpaling dari langit.
“Gas.” Suara Kakek mengalun lembut. Menyaru dengan kicau burung gereja yang bertengger manis di atas dahan-dahan pohon kemboja. “Kamu sudah sampai, Gas?”
“Sampai mana, Kek?” tanyaku bingung.
Respons Kakek hanya berupa seutas senyum sebelum beliau membalikkan punggung.