Anomali Kesialan

Sangkar Aksara
Chapter #4

04 - Bacotan Kasar

Munculah sebuah rumor di sekolah yang mengatakan jika satu-satunya manusia purba, Pithecanthropus Erectus, menyamar ditengah-tengah Homo Sapiens untuk menempuh pendidikan dan meneruskan keturunan Pithecanthropus Erectus. Nista sekali rumor itu. Hendak aku cari pelaku penyebar rumor stress itu dan ajak dia ngopi.


Sekarang sedang istirahat kedua. Orang-orang pada keluar pergi ke kantin untuk mengisi perut. Sedangkan aku memakan roti yang aku beli saat perjalanan pergi ke sekolah. Tangan kanan roti, tangan kiri pensil warna. Aku bisa menggunakan dua tanganku, begitu juga dengan dua sisi otakku. Jadi kemampuan ku setara dengan perempuan yang bisa multitasking dalam satu waktu.


Besok ini lukisan aku harus serahkan pagi-pagi buta di meja Pak Anwar. Juara satu adalah objektif utama. Tidak ada juara dua atau tiga atau juara harapan. Uang menang lomba adalah yang nomor satu! Persediaan alat gambar selama satu tahun harus aku dapatkan!


"Mik? Makan roti aja?".


Aku berhenti menggores kertas gambarku. Aku tengok ke arah kananku. Gadis tambun. Dia sedang makan bekalnya yang penuh sayuran dan sedikit protein. Tidak ada karbo. Macam-macam nya diet.


"Urusan apa situ nanya-nanya?".


Kasar? Bodo amat.


Dia terperanjat. Kembali fokus kepada bekal makanannya. Aku juga kembali fokus ke kertas gambarku, sesekali aku suap roti rasa strawberry yang selainya sudah meloncat-loncat di jariku. Tidak ada niatan membersihkannya dengan tisu atau sapu tangan. Tangan ku satunya asik mewarnai.


"De!".


Suara tidak asing. Abaikan. Halusinasi paling.


"De! De!".


Makin keras. Halusinasi paling. Kayaknya ini roti kadaluarsa, dah. Ampas.


"Woi, muka monyet!".


Mejaku dilabrak oleh kedua tangan yang entah siapa pemiliknya—Ampas, bukan halusinasi. Kakakku ternyata.


Aku tengok bagian kerah bajunya. Ada pin berwarna biru, menandakan dia kelas tiga.


"Ngapain sih, kak?".


"Bantuin gih di ruang OSIS."


Ogah parah. Aku ada objektif untuk mendapatkan persediaan alat gambar selama setahun.


"Aku sibuk."


"Sibuk paan?" Dia melihat ke arah buku gambarku. "Oh. Maaf."


Tuh tau aku lagi sibuk apaan. Tapi sebagai adik yang baik hati dan tidak jahat, dengan berat hati terdalam aku pun menanyakan apa yang hendak dia lakukan kepadaku di orang OSIS.


"Masalah apa?".


"Exel. Urutin nama siswa. Sama bikin diagram struktur organisasi."


Aku lihat dulu gambarku. Masih jauh dari kata selesai. Cukup, jangan ajukan dirimu membantu sang kakak. Kau punya sesuatu yang harus diselesaikan karena menyangkut masa depan dan harga dirimu.

Lihat selengkapnya