Apa yang dilakukan seseorang ketika menghadapi depresi? Dari sumber internet (jelas kredibilitas perlu dipertanyakan), berikut cara-cara mengurangi rasa depresi; Mengurangi rasa depresi bisa melibatkan beberapa langkah seperti mencari bantuan dari profesional kesehatan mental, berolahraga secara teratur, menjaga pola makan sehat, tidur yang cukup, melakukan aktivitas yang menyenangkan, dan berbicara dengan orang-orang terpercaya tentang perasaan Anda.
Semua cara itu tidak bisa aku lakukan sekarang. Tengah malam, bulan sudah tepat di tengah langit. Yang aku butuhkan adalah solusi menghilangkan depresi secara instan dan jawaban yang kudapat dari internet (sekali lagi, kredibilitasnya perlu dipertanyakan) ; tidak ada. Depresi hilang secara berangsur-angsur.
Gambaranku, kebangganku, dan karya seniku, terbakar habis bersama api yang menghanguskan ruang tamu sekaligus dapur rumah kami. Tasku menghitam, menjadi arang, begitu dengan isi-isinya. Sekarang, persediaan alat lukis ku selama setahun lenyap dimakan realita.
Kakak sudah bangun. Dia di peluk ibu di kamarnya. Ibu tidak marah atas kebakaran yang diakibatkan oleh kakakku. Dia malah lebih mengkhawatirkan mental anak-anaknya yang mengalami insiden kebakaran. Sungguh Ibu yang baik, susah ketemu Ibu-ibu macam itu di zaman plastik seperti ini.
Aku duduk di atas sofa yang menghitam karena hangus terbakar. Memikirkan bagaimana caranya agar aku tetap bisa mendaftar ke lomba lukis.
Lukisan yang ada di kamarku tidak layak didaftarkan ke lomba. Semuanya asal diwarnai, sketsa berantakan, dan dibuat karena hasrat sesaat semata. Benar-benar buntu. Mustahil membuat menggambar ulang pemandangan kota malam ini juga. Apa aku gambar saja rumahku yang kebakaran... Aku yang gila jadi makin gila kalau aku gambar rumah sendiri kebakaran sekarang. Situasinya tidak cocok. Seperti aku bilang, bisa-bisa aku jadi terdakwa utama atas kebakaran rumah yang terjadi malam ini; yaitu rumahku sendiri.
Aku mendengar suara langkah kaki. Ternyata Ibu. Di belakangnya ada Kakak yang menundukkan kepalanya. Menangis tersedu-sedu. Ada apa gerangan dengan dirinya?
"Nak, kakak mau mau bicara sama kamu."
Aku menoleh ke kakak. Apa dia merasa bersalah karena telah membuat lukisanku menjadi debu?
"De, maafin kakak, ya."
"Ceelah. Udah lah, jangan pikirin. Aku gak masalah."
Aku tidak bisa marah kepada kakak, karena dia lebih mengalami kesusahan saat aku terkena kesialan. Ikut pindah sekolah bareng aku, tidak naik kelas bareng aku, dan menghardik guru SMP karena aku. Dia benar-benar berjasa di dalam hidupku. Nama dia akan kusebut setelah nama Ibu jika aku ditanya perempuan hebat dalam hidupku.
Aku berdiri, berjalan mendekati kakak. Dia melihat wajahku yang masih seperti Pithecanthropus Erectus nampaknya. Tanpa ba-bi-bu, dia memelukku dengan erat dan terasa badannya gemetaran.
Butuh waktu yang lumayan lama untuk menenangkan dirinya. Ibu minta aku jaga kakak di rumah, sedangkan beliau pergi ke rumah Bu Ika memintakan izin absen sekolah untukku dan kakak beberapa hari ke depan.
Tali persaudaraan. Biasanya terbentuk dari sebuah tatanan bernama keluarga. Tali persaudaraan berdasarkan dua atau lebih makhluk memiliki hubungan darah, bahkan ada yang tidak memiliki hubungan darah. Jika individu terikat dalam tali persaudaraan, maka dia akan merasakan semua emosi saudara-saudara nya. Tali persaudaraan menciptakan bentuk seperti pemahaman dan pemakluman. Pemahaman saat saudaranya mengalami kesialan dalam hidup dan pemakluman saat saudaranya berbuat kesalahan.
Karena tali persaudaraan ku dengan kakak sudah terlalu kuat untuk putus, jika diantara kami membuat kesalahan pasti akan mudah memaafkannya. Jika berulang terus menerus itu beda cerita.
"Jadi, De, kamu nyerah soal lomba lukis?"
Aku mengangkat kedua bahuku. "Mau gimana lagi. Udah buntu." Balasku.
Wajah kakak tiba-tiba serius. Dia menatapku dengan mata melotot seperti hendak keluar dari kerangka kepalanya.
"De, kakak ada ide. Tapi janji, jangan marah."