Anomali Kesialan

Sangkar Aksara
Chapter #10

10 - Es Rasa Jeruk

Mari kita coba tebak motif si Arhan Rofan, biadab pencuri apel emasku. Awal-awal dia cari masalah denganku karena main bola basket di kelas dan bolanya mendarat di kertas gambarku yang baru jadi setengah. Aku tidak terima, lempar bola basket dan kena kepalanya. Dia tidak terima dibalas oleh ku lalu mengadu yang tidak-tidak kepada abang-abang nya. Si abang-abang nya ikutan tidak terima setelah mendengar aduan si Arhan Rofan dan bawa aku ke belakang gedung sekolah, lalu jadi bulan-bulanan mereka.


Aku rasa itu sudah impas, walaupun tidak bagiku. Aku juga tidak cari masalah dengannya lagi dengan balik mengadu, malah aku usaha tutup-tutupi dari guru dan keluargaku.


Lalu kenapa bangsat itu malah mencuri apel emasku?


"Mik, kali kamu ada salah sama dia."


"Hidupku macam enigma, non. Kadang tak buat salah, orang yang buat salah sama aku. Kebanyakan orang buat salah sama aku, malah dia yang tidak terima. Enigma kan?".


Aku asik mengunyah seledri. Mengingatkan aku masa-masa kelebihan berat badan dan berusaha mati-matian untuk kurus. Si gadis tambun kasih aku bekal makannya yang tidak habis. Makanan adalah berkah, jangan sekali-kali buang ke tempat sampah jika tidak habis.


"... Kayak aku dulu?".


"Pake nanya."


Dia diam kemudian, lalu wajah gelisah tidak nyaman. Merasa bersalah? Mampus, rasain. Bawa itu rasa bersalah ampe ke kuburan.


"Kamu yakin Arhan pelakunya?".


Aku kunyah sosis daging. "Siapa lagi? Aku tak punya teman, jadi musuh juga sedikit. Kayak aku bilang tadi, orang suka aja gitu nyari masalah sama aku."


Aku masukan seledri dan sosis terakhir dari bekal sisa si gadis tambun. Rasanya maknyus sekali bisa makan siang secara gratis. Akhir-akhir ini aku cuman makan roti untuk memenuhi perut. Jadi aku anggap ini hutang budi kepada si gadis tambun.


Aku taruh kembali kotak bekal si gadis tambun di mejanya. "Makasih."


Si gadis tambun merona tanpa alasan yang jelas. "Mik, kamu mau cari si Arhan?".


"Jelas lah," ujarku. Tangan aku rentangkan, kaki aku lemaskan, dan membunyikan tulang-tulang pinggangku. "Apel emasku dia rebut."


Makin merona si gadis tambun. Salah paham nampaknya beliau satu ini. "Ei, jangan salah paham. Itu lukisan bisa bawa aku dapat juara satu. Rencananya akan aku bakar setelah menang."


Dari merona, berubah jadi biasa. Tekanan darahnya menurun. "Kenapa di bakar?!".


Walaupun aku ada hutang budi darinya dengan makanan tadi, tapi aku harus kasih dia garis batas hubungan kami berdua. "Ingat," aku tunjuk dia, "Kau pelaku," aku tunjuk diriku sendiri, "Aku korban. Itu lukisan terkutuk, sejak itu tercipta, kesialan terus menimpa diriku."


Dia pucat, wajahku garang mungkin sekarang. Jelas dia takut kepadaku. Jika dia nangis sekarang dan aku kena hardik satu kelas pun tidak masalah, aku lawan mereka satu persatu hingga aku bisa gaplok kepala si gadis tambun.


Benar saja kataku, matanya berkaca-kaca. "Aku minta maaf, Mik. Bener-bener minta maaf."


"Oh, tidak, tidak. Jangan pikir aku terima maaf mu itu, setan. Aku ini pendendam. Semisal kau masuk surga dan aku neraka, aku akan usaha tarik kau masuk ke neraka bareng aku."


Lalu aku melangkah pergi dari meja dudukku. Meninggalkan si gadis tambun yang nampaknya menangis sekarang. Saat di luar kelas, aku dengar kericuhan anak kelas yang sepertinya mempertanyakan kenapa si gadis tambun menangis.


Gila. Aku memanglah gila. Aku merasa lega setelah mengeluarkan kekesalanku kepada musuh pertamaku dalam hidup. Luar biasa nikmat.


•••


—Nama ketua klub basket sekarang Arya Nurgawa. Dia kelas XI IPS-2. Dia yang curi lukisan kamu, de?

Lihat selengkapnya