Pagi itu Felix tidak menemukan sticky notes balasan maupun snack tertempel pada lokernya. Ah, bahkan sticky notes Felix pun tidak diambil oleh anon.
Dua hari berikutnya juga masih sama. Lokernya yang akhir-akhir ini selalu ditempeli dengan makanan ringan dengan pesan singkat lucu, kini berubah sepi. Tanpa sadar, berbalas sticky notes dengan sesosok manusia berwujud tapi tidak terlihat itu telah menjadi kebiasaan untuk Felix. Sehingga, saat tidak mendapatkan sticky notes tanpa kejelasan seperti ini dirinya merasa agak ... kosong?
Felix memandang pintu lokernya, lalu menghela napas gusar. Dia kenapa, ya? pikir Felix. "Haah ... mana Ica juga lagi dirumah Oma. Nggak ada seru-serunya gue sekolah."
"Cie, kangen ya?" celetuk Alvian.
"Ck!" Felix ingin mengomeli temannya itu yang selalu saja mengagetkannya dengan muncul secara tiba-tiba. Tapi kali ini Alvian beruntung, karena Felix sedang tidak sedang dalam mood untuk banyak berbicara.
"Bukan Sheline, kan?" tanya Alvian.
"Iya, bukan dia."
"Terus, sampai sekarang lo belum dapat bayangan sama sekali?"
"Belum."
Alvian menepuk keningnya. "Astaga, lo tuh ya sumpah."
Tak tega melihat Felix terus kebingungan dan penasaran, akhirnya Alvian menawarkan bantuan untuknya, "Mau gue bantuin?"
"Iya!"
"Sebenernya anon-lo gampang banget ditebak. Cuma lo aja yang kelewat nggak peka," papar Alvian. "Udah berapa hari lo nggak dapat sticky notes?"
"Tiga hari ini."
"Kemungkinannya ada dua. Pertama, dia bosan. Kedua, dia nggak berangkat jadi nggak bisa tempel-tempel sticky notes." Setelahnya, Alvian melanjutkan, "nah, gampangnya coba cari orang-orang di dekat lo yang nggak berangkat tiga hari ini."
"Iya kalau beneran nggak berangkat. Kalau dia bosen gimana?"
"Ya coba cari aja dulu."
Felix mengacak rambutnya. Walau membantu, tapi saran Alvian juga membuatnya tambah kebingungan.