ANORDIYST

badriaap
Chapter #1

Ann

Hari ini jalanan ramai, padat, dan aku tidak suka itu. Bising dan lelah. Boleh tidak aku tetap di sini? Hanya bersantai menikmati pagi yang ku harap cerah. Di luar dingin, banyak orang memegang payung di tangan mereka. Ah, mereka pasti salah mengira cuaca. Ingin saja aku berteriak mengatakan bahwa langit kota ini saja yang aneh. Suka berubah seenaknya. Suka tiba-tiba mendung, tiba-tiba biru. Berada di kasur dengan selimut tebal tak berbulu milikku merupakan ide terbaik sejauh ini. Sayang, kewajibanku meronta-ronta. Membisikkan beribu ancaman jika aku sempat melalaikannya. Nasib kalau kata orang, takdir percayaku.

“Berisik parah sih,” makiku pada alarm yang sedang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Jam delapan pagi seharusnya aku sudah berada di kantor. Ada banyak hal yang harus aku kerjakan. Mulai menata meja yang selalu berantakan, mempersiapkan presentasi hingga menyebrang sebentar ke kedai kopi untuk membeli ramuan penahan kantuk terbaik. Tidak dengan hari ini, kacau. Aku bangun pukul delapan, belum sarapan dan memilih tidak mandi. Pasti karena semalam aku begadang menyelesaikan kerjaan yang hari ini juga harus dipresentasikan pada klien.

Untungnya aku bukan orang yang gampang panik, santai atau terlalu santai adalah julukanku. Bukan sikap yang baik tentunya, malah buruk sangat buruk. Tetapi aku menikmatinya, aku senang jika berhasil menyelesaikan pekerjaan terbaik dengan tantangan tidak biasa yang selalu aku coba alami. Nekat julukan keduaku. Bekerja sebagai graphic designer adalah impianku dari sekolah menengah pertama. Aku suka membaca majalah. Terlalu lucu kalau awalnya aku lebih ingin jadi model. Setelah melalui cukup banyak pemikiran otak ke otak, harapanku menjadi model semakin lama pupus begitu saja. Bahkan tidak pernah terbesit sedikitpun untuk kembali memimpikan cita-cita yang tak mungkin itu. Mungkin karena aku sudah sangat nyaman berada di zonaku sekarang. Bertemu banyak orang hebat yang mengerti tentang passion dan memahami semangatku. Aku cukup hebat jika dibandingkan dengan mereka. Sempat sih merasa minder, tetapi sejauh ini aku berhasil membuktikan kinerja spektakuler tak tertandingi. Sepertinya. Setiap orang harus menjauhi sikap insecure kan? Mungkin aku paling jago dengan hal itu. Bukan sombong, aku baru saja diangkat menjadi art director dalam waktu dua setengah tahun bekerja, “Isn’t that amazing?”.

“Hai Luke, gimana hari ini? Baik?”

“Anna ini jam 08.30 dan kamu masih di sini?” Luke yang seharusnya menjawab pertanyaanku malah balik menginterogasi.

“Selalu malah balik nanya, latte satu ya kayak biasa”, ya aku sedang berada di kedai kopi milik teman pertamaku sejak bekerja, Luke. Dia cukup passionate sebagai anak muda. Pasti ada saja yang berbeda dari kedai kopi ini setiap kali aku berkunjung. Entah itu menunya, dekorasinya, hingga pekerjanya yang berganti-ganti setiap minggu. Kalau soal rasa, kopinya yang terbaik. Di sini juga pertama kali aku mencicipi Americano dan akan menjadi kali terakhir. Bukan karena tidak enak, tetapi lidahku saja yang enggan menerimanya.

Setelah meneguk beberapa ramuan favoritku ini, aku bergegas menuju kantor dengan semangat menggebu-gebu. Sedikit berlari kecil sepertinya akan membantuku sampai di kantor tepat waktu. Walaupun kelihatannya juga tidak.

“Pagi Sha, Dan”, sapaku pada dua partner kerja terbaik selama aku bekerja di sini.

“Wah, gila nih orang. James udah datang Ann dan kamu masih sesantai itu.” Kalimat Sasha yang sebenarnya sudah beberapa kali ia ucapkan kepadaku.

“Udahlah Sha fokus aja sama kerjaan, cewek kurang waras satu ini biar James lah yang ngurus, slow and chill dong, iya nggak Ann?” timpal Danny yang lebih suka aku panggil Dan.

“Nah iya banget, udah ya Sha tenang kerjaanku udah beres semua kok, tinggal final touch dikit-dikit aja,” kataku sambil membereskan meja kerja yang entah kenapa selalu saja berantakan.

Sasha dan Dan, dua orang yang bisa aku bilang menjadi my spirit animal. Kalau lagi pusing sama kerjaan yang nggak kelar-kelar, ditambah klien yang permintaannya aneh-aneh. Mereka sih yang paling berhasil bikin aku semangat. Yang awalnya cuma sebagai partner kerja, hubungan baik kami berlanjut menjadi tiga sekawan.

“Udah aku kirim file ke kamu ya Ann, nanti cek lagi aja. Oh iya, jangan lupa evaluasi design yang kemarin ya Ann. Jangan lupa juga kirim hasilnya ke aku lagi. Terus satu lagi Ann, aku kan masih bingung nih sama konsep yang kemarin kita buat, nanti boleh jelasin lagi nggak? Sumpah bukan maksud apa-apa Ann, aku suka konsepnya tapi bingung aja gitu loh. Biasa kan Ann, Sasha ini kan masih suka lemot. Jujur Sasha udah coba pahami kok, tapi nggak tahu kenapa belum mudeng aja gitu Ann. Boleh kan Ann?”. Kalimat Sasha yang setelah berabad-abad akhirnya berhenti juga.

“Iya bawel nanti dijelasin lagi ya, apa sih yang nggak buat sahabat kesayangan Anna?”, kataku yang cukup manis di pagi ini.

Lihat selengkapnya