ANORDIYST

badriaap
Chapter #4

Anyone Else

Erlando Barata, 23 tahun, lulusan desain komunikasi visual di Institut Teknologi Bandung. Satu lagi generasi muda yang membanggakan tanah air tercinta, Indonesia. Erlando yang lebih sering dipanggil Erlan memilih untuk melanjutkan kariernya di YOUNIVERSE Magazine. Perjuangan Erlan cukup berat, tetapi ia berhasil membuktikan hasil kerja kerasnya dengan diterima bekerja di salah satu perusahaan media komunikasi terbaik di Amerika Serikat ini.

Bertemu dengan Anna pagi ini sedikit membuat Erlan terkejut. Awalnya, dia mengira akan kesulitan mencari teman dan beradaptasi di lingkungan baru tempat kerjanya ini. Meskipun belum pasti akan menjalin hubungan pertemanan dengan wanita yang tadi sempat menyanyikan sedikit lirik dari lagu favoritnya, Erlan sudah yakin bahwa esok pada hari pertama bekerjanya akan lebih mudah dari yang ia bayangkan sebab bertemu karyawan berfrekuensi sama dengan dirinya. Yang bisa Erlan harapkan adalah selain menjadi teman pertamanya di sini, wanita itu akan menjadi partner kerja yang baik untuknya.  

“Selamat pagi, Pak James. Perkenalkan, saya Erlando Barata”, sapaku pada kepala pimpinan perusahaan tempat kerjaku sekarang.

“Selamat pagi Erlando. Saya sangat senang akhirnya bisa bertemu dengan kamu”. Sambutan hangat dari direktur utama cukup membuat hati yang dari tadi berdebar-debar menjadi lebih tenang.

“Aku akan menyukai tempat ini. Sangat”, batinku setelah berbincang dengan pak James dan melihat meja kerja kosong yang sebentar lagi akan aku isi dengan barang milikku.

“Selamat pagi. Saya dengar hari ini datang karyawan baru yang ditempatkan sebagai graphic designer di perusahaan kita? Erlando Barata asal Indonesia? Senang bertemu dengan anda”. Pembukaan meeting pertamaku oleh seorang wanita yang tidak asing karena sudah pernah ku temui kemarin pagi saat menuju ke lantai lima gedung perusahaan ini.

“Nama saya Adrya Anna sebagai art director dalam divisi kita. Sasha, creative business. Dan Danny, yang bisa kamu panggil Dan sebagai advertising dan juga marketing manager. Kedepannya, kamu akan bekerja bersama dengan kita. Saya harap hubungan kerja ini bisa berjalan baik dari sebelumnya”. Perkenalan yang ia lakukan sangat berbeda dengan satu kata yang diucapkannya kemarin. Dingin, sudah terlanjur menjadi first impression pada wanita yang ternyata merupakan atasanku.

Meeting pertamaku ini ternyata belum membahas sesuatu yang rumit, hanya perkenalan singkat mengenai hal-hal yang perlu ku kerjakan, aturan-aturan kantor, tidak lupa cara bekerja sama bersama tim dengan baik. Walau belum membahas banyak hal, ada satu yang cukup menarik bagiku. Atasanku Anna yang ternyata umurnya lebih tua dariku dua tahun, selalu mengeluarkan kata-kata baik untuk menyemangati partner kerjanya saat meeting tadi, termasuk aku. Benar-benar berbeda jauh dari pertama kali aku melihat dan berbincang dengannya.

Jika adaptasi sudah bukan menjadi masalahku untuk saat ini, ada yang lebih aku takutkan. “I’m messing up”, ucapku setelah menyadari bahwa design yang ku rancang dan akan diberikan pada pak James lima belas menit lagi buruk total. Aku mengerjakannya tidak sesuai dengan yang Sasha minta dan contohkan padaku. Ini hari pertamaku bekerja dan aku sudah siap mengacaukannya.

Berjarak sekitar lima meja kerja dengan Anna, aku sedang melihatnya mengusap sedikit air mata. Sepuluh menit yang lalu saat aku sedang bersiap memberikan hasil kerja yang sedikit banyak telah ku perbaiki, aku mendengar sedikit keributan yang berasal dari ruangan pak James. Suara yang seperti adu argumen tak henti. Benar saja, Anna keluar dengan raut wajah kesal. Ingin aku menghampiri, namun dengan kerjaanku yang saat ini sangat berantakan, aku memilih untuk menyiapkan lebih banyak mental jika nantinya emosi pak James ia luapkan juga kepadaku.

“Anna pergi kemana, Sha?”, tanyaku setelah keluar dari ruangan pak James dan melihat Anna sudah tidak lagi duduk di meja kerjanya.

“Pulang lah Er, kerjaannya kan udah selesai semua. Kalau di sini, kamu bisa pulang jam berapa aja asalkan semua pekerjaanmu beres. Tapi, jangan harap sekarang kamu pulang ya. It’s messed up, right?”. Seniorku satu ini pintar juga membaca raut mukaku yang terlihat kecewa karena belum berhasil menyita perhatian pak James dengan hasil karya yang sebenarnya sudah susah payah ku perbaiki.

Karena pak James tidak memedulikan masalah jam kerja, aku baru makan siang pukul dua siang. Bukan karena ingin telat makan, pekerjaanku baru saja selesai. Sedikit senang namun juga khawatir jika hari-hari berikutnya jam makan siangku akan lebih lama sebab pekerjaan yang tak kunjung bisa ku selesaikan tepat waktu.

“Mbak Anna? Ternyata belum pulang ya?”. Aku lumayan kaget melihat Anna yang sedang duduk di kantin outdoor kantor dengan sebotol kopi yang menemaninya.

“Mbak?”, tanyanya dengan wajah kebingungan sekaligus sedikit terkejut melihat keberadaanku sekarang.

Lihat selengkapnya