Another Cinderella Story

Mustika Nur Amalia
Chapter #3

Pertemuan Kembali

Waktu begitu cepat berlalu, meski bagi Sherra waktu terkadang bergerak lambat. Berputar pada kubangan kenangan dan penantian akan Ben. Kehidupan Sherra berjalan seperti kebanyakan orang yang harus menata masa depan. Setelah lulus sekolah, dia gencar mencari beasiswa untuk kuliah dan bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Setelah lulus kuliah, Sherra bekerja di perusahaan media online sebagai content writer. Tahun ini adalah tahun keduanya menapaki karir sebagai seorang content writer, dan dia belum punya rencana lain untuk mengembangkan karirnya.

Sejak insiden dipermalukan Farren, Sherra tak pernah lagi mengirim surat ke alamat itu. Dia simpan kenangan terindah seorang diri, dan jika rindu kerap datang menyapa, dia hanya berusaha mengabaikannya. Kesibukan dan tuntutan untuk bertahan hidup sejenak membuat Sherra lupa akan misinya mencari Ben. Hingga pada suatu ketika di sebuah papan layar lebar, Ben masuk berita sebagai seorang yang sukses memimpin sebuah perusahaan cabang dari Santosa Coorperation Group. Namanya menghiasi kolom-kolom majalah business yang profilnya banyak diulas. Dari salah satu media, Sherra mendengar kabar bahwa Ben akan dipindahkan ke kantor pusat. Betapa senangnya Sherra mengetahui kabar itu dan untuk kali pertama ia punya mimpi, Sherra akan masuk bagian dari Santosa Coorperation Group. Berbekal dari seorang teman yang bekerja sebagai sekretaris di perusahaan itu, Sherra mendapat undangan untuk menghadiri pesta ulang tahun perusahaan. Teman Sherra tidak bisa hadir dan ia meminta Sherra untuk mewakilinya. Tanpa berpikir lagi, Sherra setuju karena tujuannya untuk bertemu Ben. Sherra tak sabar menantikan hari itu. Hari di mana mereka bertemu kembali. Banyak cerita yang ingin Sherra bagi, bagaimana ia hidup tanpa Ben selama ini, betapa dia rindu, dan selalu menunggu pertemuannya dengan Ben.

***

Sherra turun dari taksi setibanya di alamat yang tertera pada undangan pesta. Pesta itu dilaksanakan di sebuah hotel megah bergaya kastil klasik. Sebelum memasuki gedung itu, Sherra menghela napas panjang untuk menguatkan mentalnya karena setelah ini ia akan bertemu dengan Ben.

Begitu Sherra tiba di ambang aula gedung itu, ia dibuat takjub oleh dekorasi ruangan yang serba megah menyerupai kastil yang pernah dia lihat dalam tayangan televisi. Lantai marmer yang menyilaukan mata dipadukan dengan pencahayaan terang bernuansa klasik. Sungguh elegan. Ruangan begitu luas tanpa sekat sehingga mampu menampung banyak tamu undangan. Di tengah ruangan, terdapat meja besar tempat berbagai macam menu hidangan disajikan.

Sherra hanya menelan ludah dan ternganga. Kemudian, dia melangkah ragu untuk memasuki ruangan itu. Diedarkannya pandangan untuk meneliti seisi ruangan, mencari keberadaan Ben. Lalu matanya menangkap satu sosok yang tak pernah sedetik pun ia lupakan. Ben yang dulu ia kenal lelaki gendut dengan rambut keriting kini menjelma menjadi pria matang dengan tinggi proporsional dengan berat badan ideal yang mungkin dibentuk dengan fitness. Jas yang melekat pada tubuh lelaki itu begitu pas sehingga memancarkan kharismanya.

Sherra sudah menyiapkan senyum hangat untuk menyambut Ben. Didekatinya Ben, tanpa terduga Ben juga menoleh ke arahnya, sontak membuat jantung Sherra berdegup lebih kencang. Ben seolah menatap ke arah Sherra dan terkejut. Sherra hendak melambaikan tangan. Tapi tubuhnya mendadak kaku mematung.

Ben bergerak mendekat membuat Sherra salah tingkah. Mulut Sherra sudah membuka, namun terhenti, karena ternyata Ben menyapa orang di belakang Sherra. Ben tak mengenalinya.

“Hai Ben, apa kabar? Selamat akhirnya kamu ditempatkan di kantor pusat,” sambut salah seorang wanita parlente bertubuh semampai dan disambung dengan cipika - cipiki.

Sherra menatap Ben namun lidahnya kaku untuk menyapa. Ben tak mengenalinya? Ben melupakannya? Bagaimana mungkin? Mata Sherra pun mengikuti ke mana Ben melangkah. Lelaki itu melangkah ke arah kerumunan wanita-wanita parlente di sudut aula. Sherra seolah merasa dirinya lucu. Dua puluh tahun adalah waktu yang cukup untuk mengubah seseorang. Ben tidak lagi sama seperti yang dulu. Dulu, ketika Ben masih berusia 9 tahun, dia hanya anak laki-laki polos yang punya jiwa melindungi seorang gadis yang hampir dibunuh ayahnya. Dua puluh tahun telah lewat, banyak hal telah terjadi yang memungkinkan Ben menganggap dirinya hanya bagian dari masa lalu. Sherra merasa tertampar oleh kenyataan dan sungguh dirinya sangat konyol.

Untuk menghibur hatinya, Sherra mendekati salah satu meja bar di ruangan itu. Tempat itu sedikit kurang peminat karena tamu yang lain lebih suka menikmati hidangan yang tersaji di tengah ruangan sambil berbincang-bincang.

Ketika mata Sherra melihat hidangan minuman tertata rapi di atas meja bar, dia mengambil satu gelas lalu meneguknya. Seketika, dia menyerngit karena rasa minumannya begitu keras dan baunya menyengat, padahal tampilannya seperti air putih bening. Inikah yang namanya vodka, wine, atau campaign? Sherra tak terlalu ahli membedakan jenis minumam berakohol. Tetapi yang pasti itu minuman memabukkan.

Di sudut yang lain, tanpa Sherra sadari sebenarnya ada seseorang yang diam-diam mengamatinya. Farren. Di antara banyaknya tamu undangan, banyak wajah yang dia kenal. Banyak wanita yang datang ke pesta kali ini sudah pernah ia tiduri seusai pesta semacam ini sebelumnya. Biasa pula ia jumpai wanita yang berusaha merayunya dengan berbagai cara dan pastinya akan berakhir di tempat tidur. Tetapi, wanita satu itu berbeda. Di tengah kemewahan, justru dia berpenampilan serba minimalis namun menarik. Hanya mengenakan dress hitam brokat sepanjang lutut, rambut sebahunya terurai dengan make-up tipis. Wajah yang tak asing baginya. Farren mengenali wanita itu. Bahkan, gerak-gerik wanita itu yang udik seperti tidak pernah menghadiri pesta, sudah menarik perhatiannya sejak awal. Farren pun mendekati wanita itu yang kini lebih memilih duduk menyendiri.

Farren menuang wine ke dalam gelas yang ada di depan wanita itu ketika dilihatnya gelas itu tak berisi.

“Datang sendirian?” tanya Farren sembari memberikan senyuman termanisnya. Senjata andalan untuk memikat lawan jenis.

Lihat selengkapnya