Dengan segala jaringan yang dimiliki Farren, mudah baginya untuk mencari tahu tentang Sherra. Apa yang selama ini dia lakukan? Bagaimana wanita itu menjalani hari-harinya? Masihkah dalam kurun waktu sembilan tahun, dia mencari keberadaan Ben?
Farren mengamati biodata Sherra yang baru didapatkan dari anak buahnya. Namanya Sherra Amelia, biasa dipanggil Sherra. Bekerja di sebuah perusahaan media online WOMENDREAM sebagai content writer. Setelah lulus kuliah, dia memutuskan untuk keluar dari Panti Asuhan Asih dan menyewa kamar indekos yang tak jauh dari kantornya. Sebenarnya, nama Sherra tidak tertera pada undangan pesta tapi entah bagaimana caranya wanita itu tiba-tiba bisa mendapat undangan pesta berkelas yang seharusnya hanya dihadiri oleh pejabat dan karyawan perusahaan.
Setelah membaca biodata Sherra, Farren punya rencana. Dia segera menghubungi sekretarisnya. “Tolong, beri penawaran kepada media WOMENDREAM untuk mengulas profilku, dan pastikan Sherra Amelia yang akan mewancarai dan menulis tentang profilku!” perintahnya. Sekali Farren memerintah, artinya permintaannya tak terbantah.
***
Pagi itu Sherra terkena marah karena terlambat ke kantor. Dia hanya pasrah menerima ceramah dari pimpinan redaksi, Pak Yanto. Pimpinan yang terkenal perfeksionis dan sedikit kejam kepada karyawannya. Sherra sendiri sudah bertahan selama dua tahun bekerja di bawah pimpinan Pak Yanto. Namun, setelahnya entah mengapa dia mendapat jackpot dengan tugas baru yang diberikan. Tugas yang menurutnya tak biasa
“Tugas kamu adalah mewancarai dan menulis ulasan tentang Farrenino Arsyad Santosa! Calon pewaris perusahaan Santosa Coorperation Group! Ulas sedetail mungkin!” perintah Pak Yanto.
Sherra tercengang barangkali ia salah dengar. “Siapa? Farren ino Arsyad Santosa?”
Pak Yanto segera memberikan fail berisi informasi umum tentang Farrenino Arsyad Santosa. Begitu Sherra membuka fail itu dan mendapati foto Farren, cowok berengsek yang angkuhnya bukan main, menyebalkan, namun punya pesona memikat itu sanggup membuat kaki Sherra lemas. Hingga membuatnya tak mampu berkata-kata. Selama dua tahun bekerja di perusahaan ini, Sherra hanya dianggap sebagai karyawan kasta bawah yang bisa diperintah seenaknya. Tidak hanya tugas harian dan deadline yang menumpuk tapi tugas-tugas lain seperti membuatkan kopi, membelikan kopi, lembur tanpa mendapat gaji tambahan, dan tugas ke tempat-tempat buangan. Jika kali ini dia mendapat tugas untuk mewawancarai seorang Farrenino Arsyad Santosa, sungguh janggal bagi Sherra.
Pak Yanto menangkap ekspresi Sherra yang sepertinya terkejut dan enggan melaksanakan tugas. “Saya pun tak mengerti kenapa pimpinan memilihmu, junior yang bahkan belum pernah sekalipun terjun ke lapangan, tetapi sekali mendapat tugas harus mengulas orang sepenting Farren!” gerutu Pak Yanto sekaligus mengakhiri rapat pembagian tugas.
Setelah kepergian Pak Yanto, Sherra kembali ke mejanya dengan penuh pikiran-pikiran liar di kepalanya. Mengapa harus Farren? Mengapa harus berurusan dengan lelaki itu lagi? Mengapa dari sekian banyak karyawan content writer harus Sherra?