Farren memainkan bolpoin sambil bersandar nyaman di ruang kerjanya. Berpikir keras apa yang akan dilakukannya kepada Ben, tetapi otaknya buntu karena Sherra mengalihkan semua pikirannya. Mungkin kopi akan sedikit menenangkan. Maka, dia keluar ruangan untuk membeli kopi di coffee shop depan kantor.
Dalam perjalanannya, Farren berpapasan dengan Ben di lobby kantor. Dia nampaknya sibuk memeriksa dokumen sambil berbincang dengan beberapa karyawan. Melihat Ben di saat seperti ini entah mengapa membuat amarahnya membuncah. Dengan sengaja ditabraknya bahu Ben membuat dokumen yang ada di tangan Ben jatuh berserakan.
“Ups!”
Ben seketika terdiam untuk sesaat dan menahan kesabaran.
“Seseorang terbaring lemah putus asa di rumah sakit karena mendengar berita pertunanganmu. Sementara, kamu di sini semakin giat untuk menuju puncak? Menyusun siasat! Bahkan wanita itu tak pernah menyangka telah pura-pura dilupakan oleh cinta pertama yang baginya begitu berarti. Apa kamu pantas disebut manusia?” Farren menatap Ben dengan seringai sinis lalu pergi begitu saja.
“Katakan yang jelas! Sherra kenapa?” tanya Ben spontan. Ada sirat kekhawatiran dari nada suaranya.
Kontan langkah Farren terhenti dan ia menoleh. “Kamu khawatir?”
“Di mana dia dirawat?”
Farren menyerngit dan terkekeh geli. “Kamu mengkhawatirkannya? Rupanya kamu lebih serakah dari yang kukira.” Entah mengapa Farren merasa terancam karena rupanya Ben tak benar-benar melupakan Sherra begitu saja. Pasti ada satu ruang di sudut hatinya yang menyimpan kenangan akan Sherra meski kini kenangan itu berusaha Ben buang mati-matian.
“Apa maksudmu?” tantang Ben mulai naik pitam karena tidak mendapat jawaban.
“Bagaimana kalau kita buat kesepakatan?” Farren kembali mendekati Ben dan berbisik. “Jangan lagi usik Sherra sebesar apapun kamu ingin berlari ke arahnya, hmm? Jangan ganggu dia lagi, dan biarkan dia tidak tahu apa-apa. Tetaplah bersikap kamu memang melupakannya, meski kamu tersiksa. Itu hukumanmu! Atas jalan hidup yang kamu pilih!”
Ben menantang mata Farren tanpa sanggup berkata apa-apa. Sementara Farren merasa menang karena bisa memberikan tamparan keras. Ini hanya awal peringatan.
***