Sementara itu, Ben mengemudikan mobilnya sambil melamun setelah acara makan malam selesai. Pikirannya entah melayang menuju satu pusat, yaitu Sherra. Sungguh hal yang tak terduga bahwa dirinya terjebak dalam situasi serba rumit. Entah apa maksud Farren yang tiba-tiba mengajak Sherra makan bersama keluarga untuk diperkenalkan sebagai calon istri. Harusnya hal itu tak mengganggu Ben karena memang sejak awal dirinya yang memulai untuk berpura-pura tak mengenali Sherra.
Tetapi mendengar berita keduanya akan menikah, dan ketika diketahuinya Farren tidak main-main dengan niatnya, entah kenapa kini Ben tak rela. Jika mampu berpikir realistis, memang seperti ini hal yang seharusnya terjadi. Farren tak akan mengusik hubungannya dengan Tania. Jalannya untuk menjadi orang nomor satu di perusahan akan semakin terbuka lebar, terutama kini ia mendapat dukungan penuh dari papanya. Apa lagi yang dikhawatirkannya?
Lain halnya dengan otak Ben yang mencoba ingin berpikir realistis, namun hatinya berkata lain. Jauh di dalam hatinya ingin sekali berbicara dengan Sherra. Benarkah menikahi Farren adalah hal yang dia inginkan? Akankah Sherra bahagia? Ataukah Sherra ingin menikahi Farren karena alasan terdesak? Hal itu sungguh mengganggu pikiran Ben. Karena ternyata ia tak sekuat dan setegar yang ia pikir. Ia mulai goyah. Keinginan untuk berlari ke arah Sherra kian menguat.
“Sayang...kamu mendengarku?” Tania bersuara sedikit lebih lantang.
Ben tergeragap. “Ya?”
“Jadi, bagaimana menurut pendapatmu tentang konsep pertunangan yang tadi aku jelaskan?”
“Oh itu….aku setuju dengan usulmu,” jawab Ben asal saja karena sejujurnya sejak tadi dia tak mendengar apa yang Tania katakan.
Tania menghela napas panjang. “Apa kamu ada sesuatu dengan calon Farren?” tanyanya spontan membuat Ben makin tergeragap.
“Kamu ngomong apa sih?” sanggah Ben mengelak.
“Ben, aku pacarmu selama dua tahun. Setiap perubahan sikap kamu aku peka. Dan semoga ini hanya pradugaku saja. Aku sempat berpikir dan bertanya-tanya mengenai pernyataan Farren tentang masa lalumu yang belum selesai itu tentang apa, ada hubungannya kah dengan Sherra? Karena dari tadi kamu seperti orang kebingungan!” protes Tania karena sudah jengkel dan cukup sabar akan perubahan sikap Ben akhir-akhir ini.
“Jangan terlalu dipikirkan, itu nggak penting. Jangan sampai hal-hal kecil seperti ini akan mengacaukan rencana pernikahan kita,” Ben menenangkan Tania. Tak menyangka bahwa Tania membaca keanehan sikapnya.
Mobil Ben akhirnya tiba di depan gerbang rumah Tania yang bangunannya menjulang tinggi bak istana. Tak lama kemudian, Pak Satpam membukakan pintu gerbang agar mobil Ben bisa masuk.
Sebelum turun dari mobil, seperti biasa Tania mengecup bibir Ben sebagai ucapan selamat malam. Namun, kali ini balasan kecupan Ben hambar dan dingin, bahkan seperti kurang berminat.
Tania menghela napas sebal. Ditatapnya mata Ben yang lebih sering menghindari matanya dan tak sehangat biasanya. “Aku tidak akan bertanya tentang hal yang mengganggu pikiranmu, tapi kamu masih punya pilihan Ben. Jangan memilih hal yang nanti akan kamu sesali! Good night!” kata terakhirnya lalu turun dari mobil Ben dengan perasaan sedikit kesal.
Tania yakin pasti ada sesuatu di antara mereka bertiga yang tidak diketahuinya.
***
Pagi itu, berita heboh menggemparkan kelompok pelatihan “Management Trainee” divisi pemasaran karena salah rekan Sherra yaitu Lita melihat Sherra keluar dari mobil mewah bos mereka yang tak lain adalah Farrenino Arsyad Santosa. Sosok lelaki yang selalu menjadi gosip perbincangan hangat di kalangan mereka karena kharismanya.