Setibanya Farren di rumah, suasana rumah mendadak hening. Semua asisten rumah tangga yang berjumlah setidaknya delapan orang itu memilih bungkam, berkerumun, dan berbaris karena tak tahu harus berbuat apa. Farren mencermati mereka dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Untung Mas Farren di sini, Bapak dan Ibu sedang bertengkar di dalam ruangan kerja Bapak…” bisik kepala asisten rumah tangga.
Dengan langkah segera Farren melesat menaiki tangga untuk menuju ruangan kerja papanya. Setibanya di depan ruangan papanya, Farren hendak memasuki ruangan. Namun, isi dari pertengkaran Mama Papa membuat niatnya urung karena sebenarnya dia ingin mendengar apa yang mereka berdua perdebatkan. Dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, Farren menjadi penonton adu mulut kedua orang tuanya. Samar-samar, Farren mendengar suara mama yang vokal sekali berkonfrontasi di depan papanya.
“Selama puluhan tahun aku sudah bersabar! Aku tahu aku bersalah dan kesalahanku tidak termaafkan dan melukaimu. Aku berpikir jika dengan sikap dinginmu kamu bisa memaafkanku, aku menerimanya! Aku tidak akan protes karena sikapmu dingin kepadaku! Aku diam ketika kamu bawa Ben anak selingkuhanmu memasuki rumah! Aku diam ketika kamu lebih menyayangi Ben dan menganaktirikan Farren. Tapi perlu kamu tahu! Farren itu anakmu juga! Kamu sebagai ayahnya kenapa begitu keterlaluan terhadap Farren! Kenapa kamu tidak memberi kesempatan yang sama?” cerocos Mama Farren dengan nada tinggi.
Papa sengaja berdiri membelakangi Mama, dari bahasa tubuhnya nampak papa menahan emosi karena diserang. Beliau menghela napas panjang untuk mengatur emosi supaya tidak meledak saat itu juga.
“Kupikir, malam ketika kita bertengkar hebat malam itu, ketika Farren masih berusia 6 tahun, itu adalah kali terakhir aku memergokimu selingkuh….,” Papa mulai bersuara kalem.
“Jangan mengungkit masa lalu, aku sudah minta maaf berkali-kali dan aku tidak pernah lagi selingkuh sejak saat itu. Ya, kuakui kesalahanku fatal. Aku berdosa, dan aku tidak melarangmu jika memang kamu juga ingin mencari wanita lain. Itu mungkin balasan atas sikapku dan karmaku. Tapi, aku tidak menyangka bahwa kamu melampui batas hingga ada Ben.... ,” Mama melakukan pembelaan.
Papa terkekeh miris. “Tapi, malam itu juga menjawab keraguanku selama ini.”
“Apa maksudmu?”