Ben memutuskan untuk membesuk mama tirinya di rumah sakit meski tahu kehadirannya akan diabaikan. Dia hanya ingin menjalankan kewajiban layaknya keluarga yang sedang menjenguk anggota keluarga yang sakit. Begitu urusan kantor sudah selesai, Ben segera meluncur ke rumah sakit. Malah bagus kalau sudah larut malam. Artinya kedatangan Ben hanya formalitas saja. Jika dia datang ketika mama tirinya itu sadar, bisa saja malah memperparah keadaan karena kehadirannya tak diinginkan.
Namun, kedatangan Ben ke rumah sakit malah disuguhi dengan pemandangan yang merontokkan hatinya. Tepat di depan matanya, dia menyaksikan hubungan Farren dan Sherra mulai menunjukkan perkembangan yang bagus. Sementara semakin mendekati hari pertunangan Ben, kini Ben semakin meragu. Mungkin Farren benar, ini adalah hukuman dirinya. Ben pun tak menyangka kenapa dia bisa segoyah ini. Ben yang selalu mengandalkan hal-hal rasional, namun porak-poranda hanya karena kehadiran Sherra.
Semakin kuat Ben coba melupakan Sherra, namun nyatanya dia menemukan Sherra di mana-mana. Di kantin kantor saat makan siang, tak sengaja berpapasan di lobi meski Ben pura-pura tidak melihatnya, berpapasan di lift dan hanya saling melempar senyum tipis canggung. Semakin kuat Ben mengabaikan Sherra, semakin dalam pula rasa bersalah sekaligus semakin kuat pula keinginannya untuk memeluk gadis itu. Menyatakan bahwa selama ini gadis itu masih menempati tempat teristimewa di hatinya.
Ben tak mampu mendefinisikan kekalutannya malam ini. Usai melihat pemandangan kemesraan Farren dan Sherra, dia berlalu begitu saja dan berjalan ke luar rumah sakit tanpa arah dan tujuan. Selain menikmati kesendiriannya sekaligus mencoba memadamkan perasaan yang remuk redam di dalam.
***