Ben berlari ke luar hall mencari sosok Sherra. Ia tahu Sherra sedang tidak baik-baik saja. Dilihat dari ekspresi wajahnya sangat kacau. Entah mengapa, naluri Ben mengkhawatirkannya. Ben berlari-lari ke sana ke mari, memeriksa setiap sudut toilet, lift, dan tangga darurat. Tempat-tempat tak terjangkau yang biasa digunakan seseorang untuk menenangkan diri. Tapi tak ia temukan sosok Sherra.
Ben tak kehilangan akal, dia mencari ke halaman belakang hall. Salah satu sudut hotel yang tak terjangkau oleh tamu undangan. Jarang pula orang-orang berlalu lalang di sana. Benar saja, Sherra ada di sana. Dia duduk berjongkok sambil menelungkupkan wajahnya. Kelegaan menyelimutinya karena menemukan Sherra. Meski dengan langkah ragu, didekatinya Sherra. Seperti biasa, Ben bersikap seolah-olah pertemuan mereka hanya kebetulan belaka.
“Sherra?” sapa Ben.
Sherra terkesiap karena mengenali suara itu. Suara yang begitu akrab di telinganya. Suara yang tak pernah ia lupakan. Suara yang memanggilnya setiap kali ia butuh penenang, dulu. Sherra tak ingin terlihat lemah. Dia bangkit berdiri dengan segera dan berusaha bersikap senormal mungkin.
“Ya?”
Sherra memberanikan diri menatap Ben yang kini menatapnya. Ia berusaha mencari arti di balik tatapan Ben. Tatapan itu nampak akrab, seolah Ben mengenalnya sudah sangat lama. Benarkah Ben tidak mengenalinya? Tapi kenapa firasatnya mengatakan hal yang sebaliknya.
“Aku hanya kebetulan lewat dan ternyata kamu di sini. Farren mencarimu!” ujar Ben kalem sedikit gugup. Tatapan mata Sherra yang penuh keputusasaan itu membuatnya tak ingin menatapnya lebih lama. Atau, saat itu juga Ben akan memeluk Sherra dan menghujaninya dengan ribuan kata maaf. Ben bergegas membalikkan badan.
Pertahanan Sherra runtuh, dia berlari ke Ben dengan spontan. Memeluk pinggang Ben begitu erat. Menyandarkan tubuhnya yang lemah pada punggung Ben. “Aku mengenali tatapanmu, Ben. Aku tahu kamu tidak melupakanku! Beri tahu aku apa arti tatapanmu?”
Ben terkesiap akan sikap Sherra yang begitu tiba-tiba. Dia teguhkan hatinya karena hari ini adalah hari bahagianya. Dia sudah berjalan hingga sejauh ini dan tak ingin kehilangan segalanya hanya karena kembali bernostalgia dengan masa lalu.