Trek... Trek... Trek...
Bunyi ketukan dari jari lentik yang tak sabaran diatas meja terdengar nyaring. Duduk berhadapan dua sejoli dengan ekspresi yang berbeda. Sang wanita menatap sang lelaki dengan ekspresi tak sabaran. Keempat jemarinya mengetuk-ngetuk tak henti. Sementara yang ditatap hanya terdiam dengan ekspresi merana menatap wanita.
“Kasih aku kesempatan sekali lagi, Audy.” Sang lelaki akhirnya berkata. Suaranya yang berat mengandung ketegasan seperti terhalang oleh nelangsa hatinya.
Audy, sang wanita itu, menghentikan ketukannya. Menutup matanya kemudian mengambil napas dalam-dalam. Membuka matanya bersamaan dengan hembusan napasnya yang keluar perlahan seakan menahan gejolak hatinya yang ingin memberontak serentak.
“Apakah kau akan berjuang untukku?” Audy bertanya dengan nada arogan pun ekspresinya.
Kening lelaki dihadapannya berkerut seakan tak mengerti, namun kemudian dia berkata, “tentu saja, Audy. Aku akan selalu berjuang untukmu.”
“Maka tinggalkanlah ini..” Audy menjawab sambil ditunjuknya dengan jari telunjuknya yang lembut sebuah baret militer berwarna merah yang berada rapi disisi meja kafe tempat mereka duduk. Kemudian Audy mengangkat telunjuknya, melambaikan kesisi atas hingga bawah tubuh lelaki, “dan itu.” Katanya kemudian bersedekap arogan.
Lelaki itu menatap kearah dirinya. Lebih tepatnya yang persis ditunjuk Audy. Dia berpakaian militer lengkap dengan nama, penghargaan dan pangkat yang menunjukkan tiga balak di lengannya. Kemudian dia menunduk.
“Kenapa Zayn? Kenapa kamu diam dan menunduk? Kamu tidak bisa, ‘kan?” tanya Audy dengan geram.
Perlahan, kepala lelaki bernama Zayn itu terangkat menatap Audy. Sorot matanya penuh kasih sayang. “Aku tidak bisa, Audy. Ini pekerjaanku. Ini passion-ku. Sebagaimana kamu bangga memakai jas doktermu. Aku juga bangga memakai seragam ini.” Jelas Zayn dengan lembut.
“Tapi aku tidak bangga!” seru Audy dengan nada dalam nanar menatap Zayn yang tak terkejut sama sekali mendengarnya. Seakan sudah mendengar berulang-kali seruan itu. “Seragam itu hanya memisahkan aku dan kamu selama 5 tahun ini. Seragam itu membuat aku merasa tidak punya kekasih. Seragam itu selalu membuatku jauh darimu.” Audy menumpahkan semua gejolak yang ditahannya daritadi.
“Aku tidak pernah bangga mempunyai kekasih seorang perwira pasukan khusus militer negara. Aku tidak bangga sama sekali menjadi wanita yang selalu ditinggalkan. Selama 5 tahun ini aku cukup bersabar. Tapi aku tak sanggup lagi, Zayn.” Air mata Audy pun mengalir deras diwajah putih-mulus nan cantiknya.
“Maafkan aku, Audy. Maafkan aku.” Lirih Zayn.
Audy menghapus air mata dan menatap Zayn lagi dengan arogan, “aku selalu maafkan kamu, Zayn. Tapi, tidak untuk kembali.”
Tangan Zayn yang tadinya membeku diatas meja sontak meraih jemari dan mengenggamnya erat, “Please, aku akan memperbaiki segalanya. Aku janji, aku akan lebih banyak waktu untukmu.” Pinta Zayn tulus.
“Cukup, Zayn!” seru Audy tegas kemudian melepas jemarinya dari genggaman Zayn. “Dan lagi hubungan ini takkan mungkin terjadi. Orang tuaku juga sampai sekarang tidak merestui hubungan kita. Apa yang harus diharapkan? Aku pasti akan mendapatkan lelaki lain yang lebih bisa ada untukku dan pastinya lebih berjuang untukku.” Kata Audy tajam, kemudian seketika bangkit dari kursi. Dia meraih tasnya, kemudian membuang muka tanpa mau melihat Zayn, “Selamat tinggal. Terima kasih untuk segalanya.”
Wanita cantik dengan dress navy selutut, rambut panjang sebahu itu pun pergi meninggalkan lelaki tampan dengan potongan rambut yang rapi ala militer negara, yang terduduk mematung tanpa bisa melakukan apa-apanya. Baginya, keputusan Audy sudah mutlak dan pasti tidak akan bisa diganggu gugat lagi.
Selama 15 menit lamanya. Zayn terduduk diam menatap bangku kosong didepannya. Kepalanya diisi kegalauan luar biasa. Tentang cintanya yang kandas. Tentang pilihan tidak mungkin yang diberikan kekasih yang dicintainya. Tangannya meraih baret merah-nya. Mengenggamnya dengan erat. Lebih kepada nanar.
Praaaaangggg!!!!
Bunyi suara kaca pecah menyentakkan Zayn dari emosionalnya. Dia berusaha mencari letak bunyi tersebut.
“Aarghhhh...” salah satu pelayan kafe berteriak histeris kemudian. Zayn berdiri dari tempatnya mendekat ke suara teriakan tersebut.
Keningnya berkerut melihat pemandangan didepannya. Kaca jendela kafe pecah. Dan dari sana, masuk seorang yang wajahnya penuh darah begitu pun pakaiannya. Seseorang tersebut berjalan dengan langkah gontai dan suara geraman seperti mahluk buas. Kemudian saat orang itu melihat salah satu pengunjung, dia berlari kencang dan langsung lompat ke pengunjung tersebut. Semua yang disana histeris.
“Hey.. Hey.. Berhenti!” teriak Zayn mencoba menghentikannya. Zayn mendekatinya, menariknya dari pengunjung tersebut. Namun, seseorang itu malah ingin menyerang Zayn. Seakan ingin memakan Zayn.
Brugghh!!
Pukulan keras diwajah dilayangkan Zayn pada seseorang brutal tersebut. Dia tersungkur, namun kemudian bangkit lagi dan ingin menyergap Zayn. Dengan cepat, Zayn menendang perutnya hingga terlempar cukup jauh, mendarat dilantai dan tak bergerak. Zayn pun mendekati pengunjung yang menjadi korban. Badan pengunjung tersebut terbalik kearah sofa. Membelakangi Zayn.
“Hey... Anda tidak apa-apa?” tanya Zayn sambil menyentuh bahu pengunjung tersebut. Terdengar geraman yang cukup kuat dan tiba-tiba pengunjung itu bangkit dan menyergap Zayn hingga terjatuh.
Pengunjung itu berada diatas Zayn dan wajahnya mendekat, mulutnya terbuka, giginya mengarah ke leher Zayn. Ditahannya dada pengunjung itu dengan lengan. Saat mereka berhadapan, wajah Zayn terkejut karena melihat mata pengunjung itu yang berubah. Kornea matanya yang tadi hitam, berubah abu-abu. Zayn pun menendang pengunjung tersebut hingga terpental ke lantai seberang.
Saat Zayn berdiri. Semuanya sudah berteriak histeris. Penyerang tadi bangkit dan kemudian mengigit pengunjung lain. Begitu pun dengan pengunjung yang tadi menyerang Zayn. Bangkit dan menyerang yang lain.
“Apa-apaan ini?!” kata Zayn histeris menatap kafe yang mendadak penuh dengan orang-orang yang saling mengigit satu sama lain hingga berdarah-darah.
Zayn merasa ini diluar kuasanya. Karena lawannya brutal dan terlalu banyak. Dia lari keluar kafe hendak mencari bantuan. Tapi saat keluar, pemandangan diluar tak lebih beda dengan kafe. Manusia menyerang manusia lain dengan buas. Dan mereka berdarah-darah. Suara mereka terdengar seperti mahluk buas.
Saat berdiri terpaku, badannya ditubruk dari belakang hingga jatuh ke tanah. Lagi-lagi. Dia diserang dari entah siapa yang bertingkah seperti anjing hendak mengigitnya. Zayn meraih sungkur dipinggangnya yang selalu ada saat dia memakai segaram militernya dan menusuk lengan penyerang tersebut kemudian mendorongnya menjauh dari badan Zayn. Saat Zayn berdiri, penyerang tersebut kembali menyerangnya. Hingga Zayn menusuk sungkurnya tepat diperut penyerang tersebut dan menendangnya.
Dengan napas terengah-engah, Zayn menantap penyerang tersebut yang jatuh terdiam, namun detik berikutnya mata Zayn membelakak karena penyerang tersebut bangkit lagi dan menyerang Zayn dengan kekuatan yang sama.
Otomatis ingin menjauh dari penyerang tersebut, Zayn mundur kearah suatu bangunan terdekat, namun pada akhirnya dia terpojok didinding. Sementara sang penyerang terus mendekat. Zayn menahan dengan lengan penyerang tersebut yang masih hendak berusaha menggigitnya. Hingga...
Brugghhhhh!!!
Penyerang tersebut jatuh kearah samping seketika bersamaan dengan bunyi pukulan. Zayn sontak menatap siapa yang membantunya. Seorang pria memegang kayu yang pada ujungnya runcing. Pria tersebut mengangkat kayu tersebut dan hendak menghantamkan ke penyerang tersebut.
“Hey.. Hey.. Apa yang kau lakukan!” Zayn berteriak mencegah.
Pria itu hanya tertawa kemudian dihantamkan kayu tersebut dikepala penyerang tadi dengan sudut tajamnya. Berkali-kali. Hingga kepalanya hancur bersama isi kepalanya yang keluar.