“Kita putus aja,” terdengar suara berat yang khas di telinga Nada.
“Apa? Tapi... kenapa... tiba-tiba begitu?”
“Aku sudah tidak ada rasa lagi. Hubungan kita sampai disini saja.”
“Teganya kamu! Pernahkah kamu berpikir-”
BEEP––
“Argh, sialan, lagi-lagi mati lampu di saat yang tidak tepat,” gerutu Nada kesal. “Kenapa sih komplek kita ini sering mati lampu?”
“NADAAAAA!!! NYALAIN LILIN DONGGGG!!!!” sebuah suara yang terdengar manis namun lantang memenuhi seluruh penjuru rumah.
“IYAAAAA!! GA USAH TEREAK JUGA KALI!!!” balas Nada sambil mencari-cari lilin dan korek api yang sudah ia siapkan di laci mejanya, untuk berjaga-jaga jika tiba-tiba lampu mati seperti sekarang. “Duh, padahal lagi seru-serunya nonton drama tapi mati lampu. Mana sih ni lilin... lilin... ah, ketemu!”
Nada beranjak dari tempat tidurnya, membawa lilin yang sudah ia nyalakan ke tempat suara tadi berasal.
“Lilin sudah datang, nyonya,” lapor Nada sambil membuka pintu kamar Neala.
“Duh, akhirnya! Kan enak gitu ada sumber cahaya.” balas Neala, kakak perempuan Nada.
“Kenapa sih kamu ga simpen lilin ato korek sendiri di kamar? Kan rumah kita sering banget mati lampu.”
“Kan ada Nada-ku tercinta yang bawain, hehehe.” Neala membentuk tanda hati dengan kedua tangannya.
“Hmm, seharusnya aku bikin jasa anter lilin atau apa gitu ya. Lumayan juga uangnya buat nambah uang jajan adikmu tercinta ini.” Nada menggoda balik Neala, ekspresinya persis seperti abang-abang yang menggoda perempuan cantik di jalanan malam.
Dan bukannya marah, Neala malah membalas godaan adiknya itu.
“Heh, enak aja. Sesama saudara itu harus saling membantu, ga boleh mengharapkan imbalan. Nanti pahalanya kurang!”
“Kalo pahalanya berkurang pun, pahala aku pasti lebih banyak daripada kamu! Bwek!” Nada menjulurkan lidahnya, malah makin nafsu untuk menggoda kakaknya.
“Sialan kamu, mentang-mentang lebih banyak bantu mama beresin rumah!”. Neala mengambil bantal miliknya, bersiap menyerang adiknya itu. Ekspresi Neala saat itu sudah lebih menyeramkan daripada tokoh antagonis manapun. “Makan nih bantal!”
Nada kaget, tidak menduga Neala akan menyerangnya dengan bantal. Meskipun dalam keadaan gelap, insting Nada bekerja cepat. Sebelum bantal itu mendarat di wajahnya, ia menarik guling kesayangan Neala yang ada tepat di sebelahnya, menggunakannya untuk menangkis serangan bantal Neala dan mendorongnya hingga Neala jatuh terbaring.
“Eits, tidak semudah itu, Ferguso! Kamu tahu kan kamu ga bakal pernah menang kalo main fisik denganku, HAHAHAH!” ejek Nada.
Ucapan Nada barusan bukan bualan belaka. Nada memang terkenal tomboy dan gemar bermain fisik. Stamina, kekuatan, kelincahan, dan kelenturan tubuh miliknya sulit ditandingi oleh anak perempuan seusianya.
Meskipun begitu, Neala merasa tertantang oleh adiknya itu. Jiwa kompetitifnya membeludak. Matanya menyipit, kedua alisnya saling mendekat. Tangannya terkepal keras, rasanya seperti ada gunung berapi yang baru saja meletus dalam dirinya.
Toh, cuma perang bantal ini. Kalah juga ga sakit, pikirnya.
“Ayo! Siapa takut!”
“Hoo, merasa percaya diri dia. Oke! Siapa takut!
Kedua kakak-beradik itu bangkit berdiri, bersiap-siap untuk berperang. Neala yang sudah tidak sabar lebih dulu memulai aba-aba.
“Are you ready?!”
“Aye aye, captain! Tunggu, kenapa kamu yang jadi kaptennya?”
“In 3, 2, 1, GOOOO!!!”
Dalam sekejap mata, Neala sudah melayangkan bantalnya untuk menyerang Nada. Namun sayang, pengalaman perang bantal dengan Neala yang entah sudah berapa kali membuat Nada hafal betul pola serangan Neala. Pukulannya dapat dihindari dengan mudah oleh Nada, bahkan dalam keadaan gelap sekalipun. Neala sudah kalah, bahkan sebelum perangnya dimulai.
Pukulan pertama, pukulan dari arah kanan! Tanpa ragu, Nada langsung melesat cepat, menghidar dari serangan pertama Neala. Ia menunduk ke bawah dan mengarahkan senjata gulingnya itu ke atas dengan sekuat tenaga. Dalam sekejap, bantal yang digunakan Neala sebagai senjata, lepas dari genggamannya. Melihat lawannya tak bersenjata, Nada langsung mengayunkan gulingnya ke wajah Neala. Nada menghentikan gerakannya tepat sebelum guling itu mengenai wajah Neala.
“Ha! Rasakan uppercut guling versi Nada! You know you will never bet me!”