The Other Sides: Next World

Bima Kagumi
Chapter #5

Langkah Baru bagian satu

Matahari menampakan diri di suasana pagi yang indah di hutan belantara. Anginnya berhembus pelan membawa udara sejuk. Embun pagi masih membasahi rerumputan. Burung-burung berkicau saling bersahutan menyambut sang fajar.

Terdapat sebuah garis yang membelah rimbunnya pepohonan. Terlihat seorang gadis bersurai merah darah, memakai gaun merah, dan korset hitam. Dia sangat rupawan dengan wajah tirusnya dan lipatan pada kelopak matanya berciri khas orang Cina, tetapi tidak sipit. Dia sedang berjalan tanpa alas kaki dan tampak tergesa-gesa. Dari suara perutnya, gadis itu begitu menginginkan makanan dan sepertinya dia juga tidak sendirian. Jauh di sisi lain, sepasang mata di balik semak menyorot tajam dari belakang, mengintai dari kejauhan. Si gadis tetap berjalan bukan tidak menyadarinya, melainkan memancing makhluk itu mendekat.

Tak lama kemudian, rencananya berjalan lancar. Dua pasang mata yang sama muncul di sisi kanan dan kiri si gadis. Dia menghentikan langkahnya dan membuka banyak celah supaya ke tiga makhluk yang di balik semak itu menyerang dirinya. Lalu, keluarlah dari semak-semak itu kucing besar berbulu kehitaman dengan nyala api hitam hampir di seluruh tubuhnya. Dalam waktu singkat, makhluk yang diiringi kengerian telah tiba untuk menghapus rasa lapar si gadis. Mereka mengepung si gadis yang tidak bergerak sementara wajah si gadis tersenyum sinis. “Nongol juga, daging berjalan,” katanya.

Kucing-kucing itu mulai melingkari si gadis. Insting mereka mengatakan, masih belum, walau si gadis tidak dalam posisi bertahan. Dua pihak itu saling menunggu, tetapi ini tidak lama. Para kucing besar itu melonpat saat terdengar teriakan seorang lelaki dari langit. Sementara itu konsentrasi si gadis teralihkan dan membuatnya tak mampu menghindar dari serangan tiga arah. Tidak, sejak awal dia memang membiarkan dirinya tergigit.

Kucing-kucing itu menggigit leher, perut, dan kaki kiri si gadis. Tubuhnya pun terangkat menjadi bahan rebutan. Moncong yang terdiri dari taring diwarnai merahnya darah. Kain, kulit, dan daging terkoyak. Kucing-kucing itu enggan melepas moncongnya sebelum mematahkan tulang, sebelum menarik organ dalam. Kucing-kucing itu tidak bisa menarik moncongnya dan terlihat seolah sedang menyusu. Sementara itu, si gadis sama sekali tidak terganggu.

“Kenapa amatiran bisa ada di sini? Apa pihak kekaisaran lengah?” gadis itu bertanya-tanya di pikirannya. “Level empat? Ya, kira-kira … mungkin? dia bisa bertahan. Tapi, dia tak punya identitas. Apa benar dia manusia?” katanya dengan wajah yang terlihat kebingungan. Untuk sesaat, gadis itu melupakan masalah perutnya. “Oh, iya, hampir lupa.”

Dia mengepalkan tanganya dan api mulai menggulung tangannya seperti sarung tinju. Dia memukul kucing yang menggigit lehernya dan dengan mudahnya ia memanfaatkan api sebagai daya dorong untuk menyikut kucing yang menggigit perutnya dengan kuat. Hal itu membuat tubuhnya melayang karena tidak ada lagi penyangga. Ketika itu terjadi, dia mengeluarkan api di kakinya untuk membakar hangus si kucing terakhir. Kemudian memanfaatkan api untuk mendaratkan kaki-kakinya dengan mulus di tanah.

Situasi dan kondisi menjadi menjijikkan dan sulit untuk dilupakan. Tubuh si gadis pun sudah berlubang dan ternodai darah. Bau busuk dan bau amis tercium dari berbagai arah. Ketiga hewan mamalia tersebut mulai menghitam dan hancur berantakan akibat pukulannya yang terlalu kuat. Si gadis ingin muntah melihat kondisi seperti ini, tetapi perutnya masih kosong. Pada akhirnya, dia benar-benar lupa.

Di sisi lain, binatang-binatang yang menyaksikan semuanya tidak berani mendekati si gadis. Burung-burung yang tadinya berkicau riang kini ramai saling bersahutan untuk menjauh dan bersembunyi. Tidak lama setelahnya, suasana menjadi hening dan membuat situasi tak menguntungkan bagi perut si gadis.

Si gadis mendengus. “Aku melakukannya lagi. Padahal perutku masih lapar. Semoga saja dia tidak terpancing,” ucapnya menyesal. “Bertahanlah Laish ini tidak akan berlangsung selamanya,” lanjut gadis itu mencoba memotivasi dirinya sendiri, tetapi itu sama sekali tidak berefek.

Gadis itu, yang menyebut dirinya Laish, merapatkan setiap ujung jari tangannya. Kemudian secara ajaib seluruh api yang ada di sekitarnya mendekat seperti sudah dipanggil. Api dari berbagai sudut menyatu dan membentuk aliran yang tampak seperti air. Segala sesuatu yang terlewati, dedaunan ataupun batang pohon, sama sekali tidak terbakar. Api itu berada dalam kendali Laish dan akan membakar apa-apa saja sesuai dengan keinginannya. Menurutnya, api hanyalah gumpalan energi yang mudah di kendalikan seperti halnya air. Api adalah bagian dari tubuhnya (tidak ber-arti apapun).

Laish menyelubungi tubuhnya dengan api dan membakar kotoran yang menempel sampai menjadi abu. Lalu, dia menyerap api tersebut dan seiring menipisnya api tubuhnya mulai menyembuhkan diri.

Dia terlihat tak senang dan pergi meninggalkan daging dan organ dalam yang tercecer. Gadis itu kembali berjalan mengikuti setapak di hutan.

***

Kesadaran Jiro masih belum terkumpul, matanya juga masih belum benar-benar terbuka, tetapi seluruh tubuhnya sudah mengirim sinyal berbahaya. Jantungnya memompa darah dengan sangat cepat. Seluruh otot-ototnya menegang. Kedua tangannya menelentang selebar-lebarnya dan secara tak sadar berputar-putar seolah ingin menyelamatkan diri, kaki-kakinya pun demikian. Kaki-kakinya merindukan daratan. Seluruh tubuhnya menjadi panik setelah menerima kabar dari indra perasa. Dia mengatakan, tidak ada dasar di sana. Jiro pun akhirnya tersadar bahwa dirinya sedang terjatuh dari ketinggian.

Sebuah teriakan lantang keluar dari mulutnya yang terbuka lebar. Dalam kondisi seperti ini, Jiro tampaknya tak dapat berpikir dengan jernih. “Elvriesh apa yang terjadi?” pekik Jiro selanjutnya.

Makhluk yang bersangkutan pun merespons dengan ekspresi datar dan dengan mudahnya meluncur mendahului Jiro, lalu seolah-olah berdiri dihadapnya, dia mulai berbicara, “Oui, Anda sedang terja ….”

Elvriesh hampir menyelesaikan kata “terjatuh” pada kalimatnya. Namun, Jiro memotong dengan seruan yang terdengar seperti membentak. “Elvriesh!” Mulut wanita itu terbungkam seketika. Dia memahami maksud Jiro.

Oui, Master.” Elvriesh mengembangkan sayapnya dan keberadaan mereka lenyap seketika. Elvriesh memindahkan dirinya dan Jiro ke dalam hutan di bawahnya.

Lihat selengkapnya