Dia Wish seperti yang telah diucapkan Mia. Perempuan itu terlihat lelah dan pakaiannya renyuk dan kotor tetapi, betapapun lelahnya Wish, dia tetap menjawab mimik Mia yang sedang menebak-nebak.
“Kenapa kalian debat soal makanan?” kata Wish.
Mia tersentak kiranya Wish tidak akan marah. “Maaf,” katanya. Matanya berusaha menghindar saat Wish memandang ke arahnya. Mia merasa bersalah melihat pakaian Wish yang lusuh. Naluri untuk mempertahankan dirinya masih berfungsi dengan baik, kedua kakinya akan mulai melangkah mundur saat ancaman mengarah padanya.
Wish berperawakan tinggi kurus tampak normal dan alami. Dia memiliki rambut putih kekuningan yang lurus dan kulitnya putih pucat tetapi, tidak seperti Zii. Wajahnya kurus berhidung mancung, matanya ber-iris kuning telihat besar dan bentuk telinganya meruncing. Wish keturunan asli ras Elf. Dia mempunyai permata ungu gelap tetapi, lebih terang daripada milik Laish dan Mia.
Wish memakai pakaian aneh yang tidak bisa disebut jubah, jaket, jas, kemeja, gaun atau pun kaos. Dia memakai dua lapis atasan. Pakaian bagian dalam adalah busana tertutup warna putih bergaris hitam. Pakaian bagian luar tampak menyerupai qipao dari Cina. Modelnya dibuat seperti baju anak kecil yang dipaksa pas di orang dewasa sehingga jika tidak ada lapis pertama, itu semua terbuka dan bagian yang seharusnya menutup tubuh dengan elok menjadi seperti kepanjangan jubah yang bebas. Kemudian, menyambung dengan baju yang menyerupai qipao, pada bagian perut, terdapat busana yang menyerupai korset bertali coklat. Untuk bawahan, dia memakai celana yang menyerupai jin(Jeans) yang sangat pendek. Pada bagian kaki, terdapat kain elastis yang menutupi kulit putih miliknya mulai dari atas lutut sampai ke balik sepatu botnya. Apa yang dia pakai telah dirancang untuk tidak menghalangi sendi geraknya dan membuat beberapa titik lebih berangin.
Zii sebagai orang terakhir yang menyadari keberadaan dragon, mengikuti arah pandangan Laish kemudian melipat tangannya dan turun ke tanah. Zii menujukan ekspresi tidak percaya saat mulai berbicara, “Aku tidak merasakan siapa pun lagi di sekitar sini, tapi ... kau?” dengan suara selayaknya anak kecil, tetapi nada bicaranya tidak.
Jiro yang paling tahu akan masalah yang timbulkan hanya memerhatikan semuanya dengan hati-hati. Dari samping kirinya, berdiri Zii Kemudian, Laish, Mia, dan keempat Wish. Masing-masing mata menyorotnya seolah sedang menuggu pertanggungjawaban. Dia tidak bisa mengatakan hal lain selain mengaku dirinya juga tidak melakukannya. “Bukan aku yang melakukannya,” kata Jiro.
Elvriesh telah membinasakan dragon yang tubuhnya seukuran gunung tanpa sisa dan tidak menjadi apapun. Jiro mencoba mengatakan yang sebenarnya, tetapi itu tidak dapat dipercaya dan dirinya juga tidak percaya harus mengatakannya. Apa yang telah Elvriesh lakukan telah membawa Jiro ke dalam situasi yang sedikit canggung, tidak menguntungkan, dan memunculkan kecurigaan. Terlebih lagi, dia melakukannya dengan wajah datar tanpa dosa.
Itu semua kerena Elvriesh salah mengolah perintah Jiro. Namun, ini juga adalah kesalahan dari perintahnya. Sejak awal dragon muncul, Jiro menganggapnya sebagai musuh dan karena makhluk itu tidak memiliki urusan dengannya, Jiro sama sekali tidak diserang secara langsung. Jadi, Elvriesh mengolahnya dan beranggapan makhluk itu yang mengabaikan Jiro. Jiro yang melihatnya secara langsung merasa takut hal ini akan mendatangkan masalah rumit yang baru.
“Lalu, siapa?” tanya Laish menjawab dan mendahului Zii yang seharusnya adalah kata-katanya.
Mia dan Wish saling tatap untuk sesaat lalu mengangguk setuju dengannya. “Emph... dan siapa pula kau?” tanya Wish setelah mengangguk pelan diikuti anggukkan Mia. “Dari mana kau berasal?” tanya Mia diikuti anggukkan Laish dan Wish.
Jiro terdiam sesaat menunggu pertanyaan-pertanyaan selesai dan lalu mengangguk setuju. Dia menjauh dari tempatnya berdiri berusaha menunjukkan wujud Elvriesh. Dia mengalihkan pertanyaan para gadis di depannya kepada gadis lain di belakangnya sebagai bentuk pelarian. “Ya... Siapa kau? Dari mana kau berasal? Dan yang terpenting apa yang kau lakukan dengan dragon-nya?”
Dari sudut pandang para gadis, Jiro terlihat bicara sendiri. Namun, mereka dapat menarik kesimpulan bahwa Jiro mengetahui apa yang terjadi. Kemudian, Mereka berusaha mendekati Jiro yang sedang mengarahkan pandangannya ke arah lain.
“Makhluk ini dapat Anda sebut malaikat. Makhluk ini adalah perwujudan dari malaikat ketiga, Elvriesh dari Noirvana. Makhluk ini telah merubah bentuk dragon, Master.”
Elvriesh berlutut ketika akan menjawab pertanyaan, wajahnya masih datar, suaranya pun masih sama.
“Aku sudah bilang, aku tidak bisa merasakan siapa pun lagi disekitar sini. Kau bicara dengan siapa? Apa dia yang membunuhnya?” ucap Zii penasaran.
Jiro mendengar suara tinggi, sumbang, dan parau yang dihasilkan Zii kemudian dia berbalik menatapnya dan tiga gadis lainnya. Wajah Laish, Mia, dan Wish mengatakan hal yang sama dengan Zii.
Jiro memberi respons lambat setelah melihat wajah mereka. “Oh, Elvriesh tunjukkan wujudmu,” katanya. Dia mengangkat tangannya mencoba menunjukkan wujud Elvriesh.
Elvriesh menjawab seperti biasanya. “Oui, Master.”
Dia menujukan wujudnya kepada mereka, tetapi dirinya juga menutupi privasi miliknya sesuai instruksi sebelumnya. Dia terlihat seperti manusia biasa ketika dia menghapus sayap di punggungnya. Dan kini, gravitasi berpengaruh terdahap rambutnya.
“Dia Elvriesh. Dia tak punya marga. Jadi, hanya Elvriesh. Dan, aku Lintar, Pradipta Lintar Kadhraka, salam kenal.” Jiro melanjutkan ucapannya. Dia memulai langkah baru dengan mengenalkan diri sebagai orang lain.
“Kami Drakiana atau bisa disebut dragon slayer. Ya, itu sebutan kuno. Aku tidak begitu menyukai sebutan itu. Baik, dari kanan dia Zii, Lamia, Verra, dan aku Wish.”
Ketika Jiro mendengar nama Verra, bayangan gadis yang berlumuran darah ada di belakang Wish sedang melangkah maju mendekatinya. Hal itu membutnya sedikit tersentak, bukan takut, melainkan pikirannya terbawa kembali ke hari kematiannya. Jiro mematung sesaat lalu dengan cepat dia menyingkirkan pikiran itu, bukan untuk melupakannya akan tetapi, mengenangnya dengan lebih layak.
Zii dan Mia melangkah ke depan diikuti dengan Laish. Mereka mengabaikan Wish yang sedang mengenalkannya. Mereka membentuk dua kelompok tanpa disadari.
“Seperti katanya kami dragon slayer dengan kata lain pekerjaan kami membunuh dragon. Aku hanya penasaran, tapi sepertinya kau menutupi semuanya. Jadi, aku tak bisa mengetahui seberapa besar kekuatanmu. Singkatnya, apa yang kamu lakukan sampai sejauh ini?” Lamia dengan malu-malu mencoba mendekati Elvriesh yang sedang dalam posisi tidak bergerak sedikit pun. Dia menganggap Elvriesh lebih tinggi ilmunya daripada dirinya.
Elvriesh sama sekali tidak merespons. Mia menjadi bingung. “Ya, aku memahaminya. Itu informasi pribadi tapi, itu membuatku penasaran. Apa yang kamu lakukan sampai sejauh ini? Bolehkah aku mengetahuinya?” tanyanya.
“Oi ... kau dengar tidak?” Zii menyela di tengah ucapan Lamia, tetapi Elvriesh tampaknya sama sekali tidak mau merespons dan hanya menundukkan kepalanya. Sampai pada akhirnya, dia menyentuh pundaknya lalu diguncang-guncang untuk memaksanya merespons. Zii juga mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan lalu melambaikan tangan di depan matanya, tetapi dia belum juga memberi respons. Elvriesh tampak seperti boneka yang kaku, bibirnya rapat dan pandangannya kosong, yang dilakukannya hanya berkedip.