Laish sudah ada di dekat Jiro, gerakannya yang cepat membuatnya sampai dengan cepat. Gadis itu baik-baik saja, tidak ada luka atau goresan maupun debu di tubuhnya. Dia berdiri menatap Jiro lekat-lekat. Saat ini dia terlihat sangat marah padanya sedangkan Jiro yang ditatapnya merasa takut, bukan karena Laish marah, melainkan keberadaannya yang mendadak. Dia terkejut sampai-sampai kedua kakinya melangkah mundur mengikuti respons cepatnya.
“Lintar? Kenapa kau mendekat?” Laish meninggikan suaranya.
“Verra kau baik-baik saja?”
Jiro sama sekali tidak mendengarkan pertanyaan Laish yang terdengar lebih mengkhawatirkan dirinya. Sebelumnya, dia sudah memastikan Laish tidak bernapas, jantungnya pun tidak berdetak lagi dan tubuhnya terbakar. Artinya, gadis itu tidak bisa melanjutkan hidupnya. Meskipun, Jiro sadar ini adalah dunia sihir dan hal-hal diluar akal sehat dapat terjadi, dirinya masih belum terbiasa.
“Tentu saja. Aku dikutuk abadi. Wish sudah bilang kami drakiana. Kami tak bisa mati, apapun yang terjadi,” balas Laish dengan suara seperti membentak lalu dia bertingkah seolah mengingat sesuatu. “Dan, oh, yah, sebelum ini terjadi, kau juga mengalihkan pertanyaan kami, bukan? Kau bebas menyembunyikannya dariku, tapi aku ingin tahu selama ini kau tinggal dimana sampai tidak tahu apa-apa?” Laish tidak melepaskan pandangannya begitu juga dengan Jiro, dia tidak mau terlihat berbohong dan membawa masalah ini lebih lanjut.
“Aku dari Noirvana,” jawab Jiro.
Laish berpikir sesaat. “Noirvana? Aku belum pernah dengar. Di mana itu?”
Jiro menunjuk ke atas. “Kau tahu Heinmhemph?” tanyanya mencoba untuk menjelaskan dengan suara yang lebih berkesan meyakinkan.
Laish mengangguk dan wajahnya menjadi lebih serius ketika mendengar “Heinmhemph” keluar dari mulut Jiro. Dia waspada. “Tentu,” balasnya.
Mendengar balasan Laish, Jiro dapat menyimpulkan bahwa di dalam pikiran Laish tidak ada orang yang tidak mengenal Heinmhemph. Artinya, bangsa pengurung diri Artangle membawa pengaruh besar di dunia sihir. Dan untuk Jiro yang meminta itu semua, ini akan menjadi tolok ukur tinggat keseimbangan dunia sihir. Namun, Jiro tidak menimbang-nimbang sekarang.
“Nah, Noirvana berada jauh di atasnya.” Wajah serius Laish berubah bingung dan dia tidak lagi waspada. “Jadi, kau tinggal di luar Arqush? Lalu bagaimana kau tahu Heinmhemph?”
Arah pembicaraan itu mengarah ke tempat tinggal asalnya, Jiro sesungguhnya tidak ingin orang lain tahu, maka rangkaian kata kebohongan bermunculan di pikirannya. Noirvana yang disebutkannya adalah nama lain dari akhirat, tempat dia dan Elvriesh bertemu kembali.
“Aku singgah di sana hanya sebentar sampai mereka mengusirku,” katanya.
Dirinya juga sadar ada kemungkinan kebohongannya terungkap. Jadi, dia tertawa ringan. Dia tidak membutuhkan tawa yang tulus untuk menyembunyikan kebohongan. Jiro hanya memikirkan itu sebagai gurauan buruk yang menyakitkan. Orang yang paling mengerti keberadaan bangsa Artangle adalah Jiro sendiri. Dia berharap Laish menganggap tawa palsu itu adalah tawa yang menertawakan nasib buruk diri sendiri. Jika Laish memperpanjang hal ini, dia akan mengungkapkan kebohongan lain yang terlihat lebih serius. Jiro akan mengatakan, informasi itu sudah bocor di luar sana.
“Dan di sinilah aku,” lanjutnya menatap mata Laish yang pada akhirnya dia sedirilah membawa masalah itu lebih lanjut.
Laish mengangguk. Responsnya sesuai harapan. “Ya, aku paham. Mereka benar-benar pelit,” katanya.
Laish sudah tahu Jiro tidak berasal dari Arqush. Permasalahan benar atau tidak bukan urusannya. Laish berhenti dan memilih untuk menjauhi masalah itu dengan percaya. Terlepas dari masalah itu, dia juga memiliki masalah lain. Hawa keberadaan Wish secara perlahan-lahan mendekat. Jadi, Laish mengalihkan pandangannya ke arah lain hanya ingin mendengar kabarnya. Ini lebih penting daripada melanjutkan omong kosong Jiro.
“Ver, kau baik-baik saja?” kata Wish.
“Ya, sepertinya. Dia sangat tangguh tapi, mudah untuk ditaklukan, tidak buruk.”
Laish melihat Wish sesaat sambil berkata lalu memerhatikan jari-jari tangannya. Tangguh yang dimaksud Laish adalah kekuatan dan kegigihan. Bagi orang yang tingkat ketelitiannya tinggi, kedua hal tersebut hanya akan mempermudah penaklukan.
“Sungguh? Menurutku ini tidak seperti biasanya.”
Laish melihat tangannya kembali dan memunculkan api di telapak tangannya untuk memastikan keadaan tubuhnya sekali lagi.
“Ya, jujur saja aku merasakannya juga,” katanya.
Dia terlihat seolah tidak beranggapan bahwa itu masalah. Namun, dia menekan kata-kata selanjutnya. “Terlebih lagi, di saat seperti itu kau melemparku. Kenapa kau memilihku sementara kau bisa melempar yang lebih ringan. Hampir semua organku hancur. Ya, sekarang sudah tak apa tapi ... Aku akan periksa ini nanti. Kau harus membayarnya.” Suara yang keluar jelas merupakan tuntutan, tetapi sesungguhnya dia sama sekali tidak memasalahkan hal itu. Dia ingin mengenang hal ini.