The Other Sides: Next World

Bima Kagumi
Chapter #10

Memulai Kehidupan Baru bagian tiga

Nama Pradipta Lintar Kadhraka masih belum resmi sepenuhnya. Besok Jiro akan mengambil IKAS miliknya. Namun, mulai detik ini Jiro hidup sebagai Lintar, seorang warga sipil dari Kerajaan Slovia.

Lintar dan orang (atau entahlah) yang ada di sampingnya, Elvriesh, telah sampai di depan pintu kamar yang sudah menjadi miliknya untuk lima hari ke depan. Lin melihat pintu di depannya dengan kagum. Pintunya tidak terbuat dari kayu dan tampak sangat kokoh. Warnanya warna biru langit mengilap bernomor 55. Kamarnya di lantai tiga, keberadaannya tepat di sudut gedung.

Ruangan tersebut adalah bagian dari penginapan milik Guild Letna S. Guild Letna S bermarkas di Kota Etnitopia pusat pemerintahan Kerajaan Slovia. Bangunan itu diberi nama sesuai dengan nama pemiliknya, Hotel Letnas. Jika kita ingin menginap atau hanya berkunjung, kita bisa datang ke Kota Etnitopia Selatan, Desa Nasaisi, gerbang ke-3, No. 02.

Lin menatap bagian tengah knop yang seharusnya adalah tempat bersarangnya induk kunci, tetapi dia tidak menemukannya. Knopnya terbuat dari logam berwarna keperakan. Bentuknya bundar dengan cekungan seperti mangkuk.

Dia saat ini sedang berdiri mematung dan bingung seperti orang udik yang pertama kali melihat pintu. Lin beranggapan kuncinya hanya jaminan atau pajangan. Dia hanya perlu memutar knopnya tetapi, tetap tidak berhasil. Lin mencoba berpikir positif dan beranggapan bahwa lubang kuncinya ada di bawah knop atau di suatu tempat tidak jauh dari pintu. Namun, setelah memeriksanya, dia masih belum menemukannya. Lantas, dia kembali ke meja resepsionis di lantai satu. Untungnya, dia tidak perlu melewati koridor, tangga atau sejenisnya. Dia hanya perlu berkeinginan ke meja resepsionis dan dia akan sampai. Ini bukanlah sihir yang berasal dari dirinya sendiri. Lin hanya memanfaatkan media yang menyediakan sihir perpindahan yang disebut transitor.

Sihir tersebut memungkinkan orang-orang untuk berpindah tempat dengan katalis nomor gerbang. Gerbang yang dimaksud adalah gerbang yang akan menerima atau mengirim lewat sesuatu seperti ruang dimensi.

Guild Letna S atau bangunan-bangunan lain menyediakan gerbangnya sendiri. Ini dimaksudkan untuk melindungi privasi setiap orang dan hal inilah yang mengharuskan siapa pun keluar ruangan untuk pergi ke tempat lain. Arti lainnya, Lin tidak bisa masuk ruangan tanpa izin dari pemilik transitor. Demikian pula dengan orang-orang yang datang dari luar kerajaan, mareka harus mendapat izin dari pemerintah sebagai pemilik transitor umum.

Jika seseorang memaksa masuk, setiap organ atau setiap bagian tubuh atau alat akan dipisah secara otomatis. Sebuah aturan yang keras memang, tetapi sistem ini tidak kuat dan juga tidak lemah sehingga orang-orang kuat dapat menerobosnya. Lin mendapat informasi itu dari Laish sepulang dari Kantor Kependudukan di Kota Parianka. Lin dengan cepat memahaminya karena dia sendiri sudah mencobanya.

Ketika pandangan berubah dia mendekati meja resepsionis. Karidor saat ini tidak sibuk sehingga Lin dapat bertanya dengan suasana yang tenang. Dia menemui salah satu dari tiga petugas resepsionis. Dua diantaranya adalah gadis muda nan cantik memakai kemeja putih dan rompi hitam sedangkan satunya lagi adalah anak laki-laki berpakaian seragam. Dia Balie pemilik guild sekaligus hotel ini. Sasha adalah tangan kanannya. Keduanya akan datang memenuhi meja resepsionis jika memiliki waktu kosong. Meskipun ini akan mempersempit ruang untuk Karina sebagai petugas resepsionis yang sesungguhnya, mereka tidak menghalanginya.

Sebelum kedatangannya yang kedua, dia dengan hangat dan bertanya banyak kepada Sasha, apa syarat menjadi anggota guild? Apa tugasnya dan siapa ketuanya?

Sasha yang memang menginginkan hal tersebut menjawabnya dengan senang hati. Syarat menjadi anggota adalah memiliki status lulus yang resmi dari sekolah penyihir tingkat atas dan memiliki tingkat kekuatan di atas 5. Pekerjanya hanya menerima permintaan baik dari masyarakat, kerajaan atau kerajaan lain ataupun dari guild itu sendiri. Orang-orang menyebut pekerjaan itu sebagai peladen. Pekerjaan untuk melayani masyarakat dan siap bertarung.

Lintar menyadari bahwa dirinya tidak memenuhi syarat tersebut. Namun, dia tidak menyerah. Isi pikirannya sudah senyiapkan pertanyaan lain.

Sasha mendekatkan diri, dan dengan bisikan yang dipelankan olehnya, memberi tahu Lin bahwa Balie adalah orang yang harus dia hormati. Dia mengatakan ketuanya adalah anak laki-laki di sampingnya.

“Untuk orang awam sepertimu, bertanya padaku itu sudah tepat, tapi sikapmu sedikit kurang sopan. Jangan anggap dia anak kecil. Dia Balie, dia sudah hidup 970 tahun.”

Lin mendengarnya dan memahaminya dengan baik. “Apakah para peladen itu harus selalu menerima permintaan dan apa ada cara lain untuk masuk?”

Balie sendirilah yang menjawabnya. “Jika sang Raja atau saya sendiri yang menunjuk siapa yang menjalankan tugas itu, mereka harus melakukannya walau itu juga tergantung kondisinya apakah memungkinkan atau tidak? Dan … untuk cara masuk lain sebenarnya ada banyak.”

Lin menjadi semangat setelah mendengarnya. Namun, sayangnya dia tetap tidak diterima. Alasannya dia tidak bisa merapal satu mantra pun. Pada akhirnya, dia pergi ke kamar pesanannya dan sekarang, dia kembali lagi untuk bertanya mengenai masalah di pintu kamar nomor 55.

Sasha mengambil pena dan menyimak dengan baik. Lin berhenti sebentar saat melihat Sasha akan menulis. Ketika dia melanjutkan ke permasalahan utama, senyum Sasha menjadi tawa. Dia menjatuhkan penanya, menutup mulut dan mulai lemas. Sasha menahan tawanya itu beberapa kali tetapi, tetap tidak bisa.

Balie tidak ikut, dia mencoba menghentikan tawa Sasha yang sudah berlebihan. Karina yang ada di kirinya Balie sempat menertawakannya juga tetapi, buka karena Lin. Sementara itu, Elvriesh menunduk di belakang dan tidak mendengar apapun. Sebenarnya, Lin tidak mengatakan hal lucu. Namun, tak terhindarkan lagi, pemicu tawa Sasha adalah Lintar. Jika dia tidak terlalu banyak jujur mungkin mereka akan bersikap seperti Balie.

Itu terjadi di pertemuan pertama sebelum Lin menyewa kamar. Tempo itu, dia bertanya kepada Sasha mengenai harga dan kamar mana saja yang kosong? Sasha tidak langsung menjawabnya, dia ingin Lin tertahan lebih lama dengan memberi pertanyaan lain. “Sepertinya kamu baru pertama kali mengunjungi hotel ini ...” dan sebagainya lalu Lin mengakuinya. Namun, dia adalah orang yang tidak malu bertanya dan kurang sensitif. Jadi, dia tidak menyadarinya. Lin melihat Sasha dan ke sekeliling dengan mimik bingung. Untungnya orang-orang tidak mengetahui arah pembicaraan itu dan hanya melihat Sasha tertawa.

Setelah beberapa saat Sasha akhirnya tenang tetapi, jika dia kembali mengingatnya, mungkin dia akan tertawa lagi. Dia menarik napas panjang, menghembuskannya lalu berkata, “Lintar, kan? Kamu tidak menemukan lubang kuncinya? M-maafkan aku.”

“Jangan menggodaku, aku ini pelangganmu,” ucap Lin, bukan emosi tetapi, lebih condong ke gurauan.

“Tuan, maaf sebelumnya. Kami tidak menemukan kerusakan apapun di penginapan ini. Jika ini menjadi kesalahan saya, tolong jelaskan secara terperinci.” Ini Balie yang membalasnya. Dia dengan rendah hati mengucapkannya seperti orang tua berpengalaman yang bijak.

Dia berbicara seperti itu seolah sudah mengetahuinya, tetapi dia tidak pernah meninggalkan tempatnya. Bagaimana dia mengetahuinya? Jawabanya, karena dialah penguasa Hotel Letnas. “Karina tolong catat semuanya,” lanjutnya.

Lin memandang ini dengan aneh, tetapi dia tidak bisa menunjukkan ekspresi tersebut. Dia sudah terbiasa dengan sikap seperti itu dari Elvriesh dan Balie memang sudah hidup lebih lama darinya. Jadi, dia memendamnya dan bersikap biasa.

“Aku hanya ..., membayangkan kebingungan di wajahmu.” Sasha memberi penjelasan. Ucapannya terpotong-potong sebab dia mengingatnya kembali.

Lin teringat Verra. “Maaf, ini salahku. Aku kenal seseorang yang berimajinasi tinggi sepertimu.”

“Kenapa kamu minta maaf.”

“Itu untuk perhatian yang lebih banyak. Aku hampir tidak pernah melupakan dia. Jadi, itu mungkin mengganggumu ....” Jiro menghentikan ucapannya. Setiap kali dia menengingatnya, bayangan gadis itu dan dia sendiri tak bisa berbuat apa-apa selalu ada. “Baiklah lupakan. Bisakah kau manunjukannya padaku?”

“Tentu saja.”

Sasha merespons dengan cepat dan tersenyum padanya. “Aku hanya mempersempit meja ini. Lantai 3, kamar No. 55.” Dia melanjutkan lalu mengangguk untuk memberi isyarat. Lin memahaminya kemudian tanpa memerhatikan siapa pun, mereka menghilang.

Lin kembali ke lantai tiga mengahadap pintu bersama Sasha dan tidak lupa keberadaan Elvriesh yang selalu mengekor. Lin memanfaatkan transitor dengan sangat baik. Sesampainya di sana, mereka berkumpul. Sasha secara langsung tanpa memedulikan sekelilingnya berkata bahwa dirinya memiliki banyak waktu untuk mengenalkan semua fasilitas hotel.

Lin mengangguk setuju. “Itu bagus. Aku tak punya waktu sibuk untuk sekarang dan mungkin ke depannya juga.”

Sasha tidak mendengarkan semuanya. Satu jawaban yang mengartikan “ya” itu sudah cukup. Dia melangkahkan kaki tetapi, sebelum menjawab permintaan Lin, matanya pergi ke tempat lain dan mulai memerhatikan Elvriesh yang selalu diam di belakang. “Lin, dia siapa?” tanya Sasha sambil menunjuk Elvriesh dengan tatapannya.

“Dia Elvriesh, pelayanku,” jawabnya tanpa ragu sedikit pun.

“Kau punya hobi yang buruk.”

Sasha memberi kesan buruk padanya. Matanya memandang kotor, tubuhnya mencoba menghindar dan kaki-kakinya bergeser. Dia menjauh, tetapi bukan berarti lari secara nyata.

“Aku tak membicarakan hobi.”

Apa yang terpikirkan oleh keduanya berbeda. Meski keduanya bicara berhadapan, maksud Sasha tidak tersampaikan. Lin tak bisa mengikutinya. Karena itulah, dia berkata seperti itu dengan polosnya.

Sambil merogoh mencari kunci dibalik jubahnya, dia berusaha mempercepat basa-basinya lalu dengan singkat menunjukkan kuncinya. Itu bukan benda bergerigi yang sering menjadi penampakan kunci rumah, melainkan sebuah penampakan benda pipih tebal tumpul yang biasa terwujud menjadi flashdisk. Benda itu sangat ringan, berwarna biru kehijauan dan berlapis putih hitam.

Sasha membaca situasi dan memahaminya. Lalu, dia menunjuk tepat di tengah cekungan knop. “Lubang kuncinya di sini. Jika kamu tidak tahu, kamu takkan pernah bisa melihatnya. Masukkan saja,” katanya dengan ringan.

Lin mengikuti arahannya. Wajahnya terkagum-kagum tetapi, disamarkan olehnya. Kemudian tanpa kata-kata, dia memasukan kuncinya di bagian yang ditunjuk Sasha. Knopnya tampak melunak dan kunci masuk sepenuhnya.

Sasha tidak berhenti bicara. “Kunci dan lubang kuncinya adalah sepasang alat keamanan,” katanya lagi dan Lin paham sampai sejauh itu.

Pintu pun terbuka tanpa harus memutar knop. Pandangan muncul seperti datang dari dunia lain. Lin kebingungan untuk sesaat, tetapi bingungnya berhasil tersamarkan oleh rasa kagum dan senangnya.

Lihat selengkapnya