Setelah sidang, Lin mengambil IKAS miliknya dan Lia mengantarnya. Kemudian, keberadaan mereka berpindah ke halaman Perpustakaan Negara Kota Etnitopia Selatan. Ketika mendarat di area sihir perpindahan, dia mendapat sambutan berupa tatapan tajam dari petugas keamanan. Namun, dia tidak terlalu memperhatikan. Dia memilih kondisi daripada suasana. Tempatnya boleh disebut ramai. Dan kemungkinan, mereka yang hadir menikmati suasananya. Lin dapat memastikan tingkat minat baca negara ini sesaat setelah semuanya.
Area perpustakaan sangat luas. Pola yang sama dengan yang ada di kantor kependudukan juga diterapkan di sekeliling bangunannya, tetapi kombinasi tanaman dan ukuran sangat berbeda. Di sana, beberapa pola dibuat lebih kecil dan sederhana. Sedikit lebih jauh, warna pepohonan yang tidak biasa dan daunnya yang rindang melengkapi pemandangan dan di beberapa tempat, terdapat semacam kabut serta sedikit pencahayaan ungu yang memperlihatkan kesan magis. Tidak ada bangunan lain selain perpustakaan di sana, siapapun yang datang untuk pertama kali takkan mengira ini ada di tengah kepadatan kota.
“Pemandangannya cukup menenangkan,” kata Lin.
Sekarang, Lin tertarik pada tulisan “Perpustakaan Nasional” yang tampak akrab setelah dirinya memasuki dunia ini. Kata itu terbentuk dari kumpulan cahaya melayang di depan dinding perpustakaan. Cahaya itu adalah hasil kerja dari alat yang sama dengan opsi di hotel.
Lin dan Lia berpisah saat memasuki perpustakaan, akan tetapi keduanya masih di lantai yang sama, lantai satu. Lia menjauh tak acuh sementara Lin mulai menelusuri buku-buku di rak dan tetap di lantai satu sesuai dengan apa yang diinginkan dan informasi dari Lia.
Ruangannya berbentuk lorong melingkar yang berguna menyuguhkan ruang seolah tanpa batas. Dari luar, bentuk perpustakaan dibuat melingkar seperti donat tanpa dinding. Gedung itu hanya tutupi jendela-jendela segi enam berwarna gelap dan garis putih untuk lantainya. Bagian dalamnya atau bagian tengahnya terdapat bagian terpisah berupa bangun ruang tabung–tempat buku-buku yang terbatas untuk umum. Di sanalah, disekeliling tempat itu, para pengurus perpustakaan duduk manis.
Bangunan melingkar tersebut memiliki enam lantai. Yang pertama mencakup seluruh sejarah tertulis masa lalu yang ada dan tersedia juga surat kabar dari masa lalu dan masa sekarang. Lantai kedua diisi ilmu pengetahuan sosial terkait segala jenis, praktik maupun seni interaksi makhluk hidup. Lantai ketiga mencakup ilmu kepemerintahan, kemiliteran, politik dan sebagainya mengenai kenegaraan. Lantai keempat menyediakan ruang ekspresi, koleksi seni atau karya dan semua buku-buku menyangkut tentang seni ataupun sastra. Lantai kelima menyediakan buku-buku hitung-hitungan yang disebut alhisab. Kata itu yang menggantikan istilah matematika yang dihapus Lin. Matematika tidak bisa menghilang selama manusia masih menggunakan otaknya untuk mengira-ngira. Lantai keenam tersedia buku-buku tentang ilmu sihir yang disebut alfasih.
Bagian tengah ruang melingkar terdapat rak-rak buku yang berbaris mengikuti bentuk ruangannya. Sisi dalam dan sisi yang menghadap jendela heksagon adalah tempat bagi para pengungjung membaca, di sana tersedia meja yang sama-sama mengikuti ruanganya. Orang-orang dapat mewujudkan kursi dari lingkaran putih di lantai atau menciptakan ruang pribadinya masing-masing. Dan seperti apapun bentuk kreasi dari para pengunjung, fasilitas itu akan selalu dilengkapi kolom status baca dan selesai baca. Fungsi itu berguna untuk para pengurus perpustakaan dalam merapikan kembali buku-buku.
Di sana, Lin mengambil dua buku yang berjudul Perang besar dan 10 Ras. Dia duduk di wilayah–yang sudah dipernyaman olehnya–menghadap ke luar jendela. Dia sudah siap membaca. Namun, Lin mengesampingkan dua buku itu. Matanya melihat delapan kartu yang didapatnya dari hakim. Warna kartu tersebut putih di bagian depan dan belakangnya dipenuhi coretan hitam abstrak. Kartu itu menampakan tulisan warna emas “Perguruan Menengah Khusus” dan nama-nama kota setelahnya.
Lin mengeluarkan opsi dari semua kartu satu per satu. “Taun depan? Apa aku datang di hari libur akhir semester?” kata Lin bertanya tidak kepada siapa pun.
Lin memasukan kembali kartu-kartu dan mulai buka buku. Dia mulai dengan buku Perang Besar. Halaman pertama terdapat peringatan yang menyertakan undang-undang hak cipta kepada siapa saja untuk tidak mencetak ulang atau menyertakan isi buku dalam bentuk apapun tanpa memetik sumbernya. “Sudah lama sekali aku tidak melihat peringatan seperti ini. Biasanya, ini ada di novel. Ini buku sejarah, loh?” pikir Lin bertanya-tanya. Halaman kedua berisi nama penulis dan pihak yang mencetak buku. Yang terakhir, sedikit lebih ke bawah, terdapat kotak ukuran sedang yang dipenuhi coretan hingga menghitam. Itu adalah alamat yang berupa pemahaman langsung. Halaman ketiga tepat bersebelahan merupakan daftar isi buku.
Lin melihat sekilas daftar isi itu. “Menarik.” Itu ekspresinya yang tampak. “Lewat saja. Lagi pula, aku akan membaca semuanya,” ini kata hatinya. Namun, tangannya kembali membuka halaman tersebut. Satu judul paling bawah memaksanya untuk melihat lebih teliti. Pikirannya goyah dan tangannya dengan cepat membalik halaman. “Jangan bercanda? Festival kematian? Apa maksudnya? Orang-orang mati bersama, begitu? Kalau seperti itu terus, peradaban bisa hilang.”
Dengan pikiran yang tidak tenang, Lin membalik “barang lembaran” yang tidak dibuat dari serat kayu dengan tergesa-gesa. Dia serius fokus baca dan lembar demi lembar buku itu dibalik wajahnya semakin mendekat. Rangkaian kata mengisi kepalanya dan perlahan semua mulai tampak. Dia mendapat jawaban dari pertanyaannya terkait penampakan wujud dragon yang tidak sesuai dengan permintaannya. Lin menyadari bahwa itu semua adalah bagian dari kesalahannya.
Pada bab itu, buku menjelaskan apa itu festival kematian dan sejarahnya. Festival kematian adalah buah dari wabah penyakit setelah 60 tahun peperangan berakhir. Ketika itu, pernyakit dengan nama darah biru mewabah ke segala bentuk kehidupan kecuali dragon (kadal raksasa) dan naga (ular raksasa).
Nama darah biru diambil dari efek penyakit tersebut. Darah biru diakibatkan oleh energi alam “nerpos” yang terlalu kental. Tubuh orang yang mengalaminya akan membengkak dan berwarna kebiruan. Pada tahap berikutnya, penyakit itu akan menghilangkan kesadaran penderita, satu atau dua minggu kemudian, insting bertahan hidup mereka meningkat drastis dan akan menyerang siapa saja yang mendekat. Mereka dipastikan (dijamin) akan tewas jika dalam satu sampai dua bulan keadaan tetap sama.
Sihir di Arqush memiliki siklus alami. Ketika orang-orang menggunakan sihir, mereka mengkonsumsi energi unik yang dinamakan “mana”. Dan ketika energi itu terlepas atau digunakan dalam praktik sihir, energi tersebut akan menjadi energi “qi”. Kemudian, energi itu akan perlahan naik dan diserap satelit bersama dengan qi kelam atau “qi hitam”. Setelahnya, satelit akan menghasilkan energi sisa yang disebut “nerpas” yang selanjutnya diserap Arqush untuk menghasilkan energi alam “nerpos” dan energi itulah yang diserap makhluk hidup untuk dirubah menjadi mana.
Pada awal kehidupan, perputaran energi di Arqush di mulai dari nol. Lin tahu energi itu akan cukup seimbang. Oleh karena itu, berabad-abad sebelum adanya perang, kejanggalan tidak pernah tampil. Namun, ketika peperangan terjadi, semua orang menjadi terlatih. Daya tampung mana dari orang yang berperang meningkat. Energi qi, nerpas, dan nerpos meningkat di satu benua oleh penggunaan sihir yang tinggi. Setelah peperangan berakhir, penggunaan sihir menurun sehingga energi nerpos menumpuk dan meracuni orang-orang.
Para penghuni Arqush yang ingin membasmi penyakit tersebut harus mengurangi nerpos. Namun, hal itu tidak sederhana sebab rang-orang yang mencoba menyerap energi kental itu akan terserang penyakit darah biru. Orang-orang tidak bisa mengurangi energi itu dengan cara mengeluarkan sihir sebanyak-banyaknya. Sebaliknya, mereka harus menahan diri untuk tidak menggunakan sihir karena tubuh akan meregenerasikan energi yang hilang.
Selama berbulan-bulan, semua ras yang selamat melakukan uji coba dan banyak melalui kegagalan. Mereka melakukan tugas yang seharusnya adalah milik para Artangle. Suatu saat, perwakilan dari berbagai ras berkumpul untuk mencari cara dan solusi mengatasi penyakit tersebut hingga pada akhirnya, mereka berhasil menemukan caranya.
Mereka menyadari bahwa tubuh dragon tidak pernah terserang penyakit darah biru karena mereka adalah bagian dari alam yang memungkinnya larut dengan alam. Dengan memanfaatkan hal itu, mereka memaksa empat tubuh dragon menyerap nerpos tanpa batas.
Setelah dilakukan diskusi dengan perdebatan singkat dan beberapa percobaan, mereka akhirnya mencapai keberhasilan tetapi, ada sisi negatif untuk itu semua. Tubuh dragon membengkak ribuan kali sesuai dengan energi yang masuk dan seiring pertumbuhan, sistem metabolisme menurun. Dan hasilnya, dragon selalu kelelahan dan dipaksa melakukan tidur panjang, untuk itu ada sisi positifnya. Namun, seratus tahun kemudian, para dragon hadir kembali dan menuntut musim kawin. Pelambatan sistem metabolisme dan hibernasi telah menggeser musim kawin.
Para dragon memikat betinanya sambil menyuplai mana secara berlebihan. Akibatnya, betina yang dipikat menjadi sama besar dan proses dari semuanya menjadi bencana bagi makhluk-makhluk kecil. Itulah tahap awal dimulainya festival kematian. Apapun upaya untuk menjinakkan hewan tidak akan merubahnya menjadi “manusia”.
Saat bencana itu (musim kawin dragon) selesai, orang-orang berselisih dan memutuskan putusan terburu-buru. Semua ras gencar-gencar membantai makhluk dengan nama dragon hingga tidak tersisa. Itulah tahap kedua dan tahap ketiga pun dimulai.
Seratus tahun berlalu, para dragon memiliki wajah-wajah baru dan datang untuk musim kawin. Mereka kebingungan pada awalnya dan tidak menemukan satu pun betina. Namun, pada akhirnya, mereka menemukan solusinya sendiri. Sebagian manusia atau makhluk humanoid betina harus pasrah menerima kutukan menjadi drakiana, menerima kontrak.
Festival kematian adalah musim kawin para dragon. Nama itu diambil dari sejarahnya, perlombaan dan dampaknya. Mereka, para perempuan malang harus berlomba untuk membunuh para dragon dan makhluk-makhluk kecil terbantai habis. Ini terus berulang setiap seratus tahun sekali dan perputaran energi tetap terus terkikis.
“Setiap seratus tahun sekali, huh? Yang pertama tahun 544. Tapi, di sini selalu meleset 2 atau 1 tahun. Jadi, festival bisa tahun ini, bulan ini. Begitukah? Oke, kita lihat-lihat.”
***
Ivyanne Tasbihan tubuh lain milik Verra (Lylia). Wujud asli dari tubuh Ivyanne terlihat sangat mirip dengan kakaknya, Naura. Anne mengunjungi perpustakaan untuk meneliti beberapa hal sebagai bentuk pemenuhan dari tuntutan pekerjaannya. Dia memiliki pekerjaan mengumpulkan informasi, menyusun dan mengabarkannya. Ivyanne adalah jurnalis, tetapi dia tidak melakukan ini untuk menyebarkan kelakuan temannya. Selain menyelesaikan pekerjaannya, dia juga mengawasi Lin dari informasi yang tidak seharusnya diketahui.
Jika ini tidak dilakukan, peringatan pada awal pertemuan tidak ada artinya. Selama pemikiran itu ada, dia akan membuntuti Lin kemana pun ia berada dan memanipulasi informasi itu. Dia juga tidak menyampaikan informasi itu dari mulutnya secara langsung, Lin tidak akan pernah memercayainya. Oleh karena itu, Anne merubah wujudnya menjadi sangat mirip dengan tubuh utamanya untuk mempermudahkan Lin mengenali dirinya dan supaya tidak dikenali olehnya juga.
Ketika Lin menyadari hal tersebut, dia menjawab, “Ini yang paling dekat. Aku hanya ingin memakai ini. Lagi pula, itu tidak terlalu bagus.”
Anne mengambil dua buku yang sama dengan Lin dan buku-buku dengan judul Perwakilan Nafsu, Perwakilan Sabar, dan Ego Naluri serta beberapa buku dengan judul yang berkaitan. Dia duduk di tempat yang berlawanan arah dengan Lin. Beberapa alat tulis dan ribuan lembar partopat telah disiapkan dalam gelangnya. Siapa pun yang melihatnya akan tahu bahwa dia sudah siap. Namun, beberapa hal dari sudut tertentu dia dinilai tidak siap. Dia sudah tahu isi buku tersebut. Anne tidak bisa melakukan penelitian hanya dengan ingatannya.
Anne hanya melihat isi yang diperlukan dan tak terlihat membaca atau mencatatnya. Dia juga sering bolak-balik dan menambah buku. Sampai waktu tutup tiba, dia tidak sama sekali membaca buku-buku yang dibawanya. Dia hanya mengekang buku itu supaya Lin tidak membacanya.