Istana milik Kerajaan Slovia merupakan wilayah pertahanan terakhir. Istana diletakkan tepat di tengah Kota Etnitopia dan berdiri di atas bukit. Bangunannya membentuk setengah lingkaran dan menghadap ke arah matahari terbit. Pekarangan dibuat mencakup keseluruhan bukit dan di sisi-sisinya adalah benteng yang melindungi istana. Di sanalah, Raja Ernesti ke-2 tinggal dan memhabisan sisa hidupnya hanya dengan duduk dan memerintah berabad-abad.
Tempat itu sangat megah berisi harta kerajaan dan uang yang dapat menjadikan seseorang kaya tujuh turunan. Namun, keamanan di sana sangat rendah. Para prajurit yang menjaga tempat itu jumlahnya juga sangat terbatas. Para pencuri dari kelas terendah sekalipun dapat menyusup tanpa masalah tetapi, tidak seorang pun yang berani menyusup. Alasannya hanya satu, mereka tidak ingin membangunkan harta kerajaan, individu terkuat di Arqush.
Para prajurit di sana berusaha dengan nyawa mereka demi menjaga situasi dan kondisi istana tetap sunyi dan tenang. Namun, hari ini keadaan berubah. “Ayahanda!” Kata itu menggema di ruang tahta. Dua orang laki-laki berpakaian khas semacam mantel warna putih dan garis abu muda memasuki ruangan lewat pintu kebesaran dengan corak abstrak tak dimengerti. Dari sudut orang ketiga, orang di sebelah kanan menyerukan kata itu beridentitas Fist Tasbihan yang merupakan tubuh lain milik Rex (Harrish). Tubuhnya lebih tinggi dan lebih besar daripada yang di kanannya. Pakaian itu membungkus rapi gumpalan daging tanpa gagal. Dia tampak arogan saat berjalan. Sebaliknya, yang di kanannya tampil tenang, dia Goddas Tasbihan, tubuh lain milik Lylia (Verra).
Mereka berdiri kaku dengan tangan kanan mengepal di dada kiri di hadapan singgasana Raja Ernesti ke-2. Rex dengan wajah lurus menghadap ke depan berkata dengan tegas, “Ayahanda, kami mengetahui bahwa Ayahanda telah mengirim surat undangan kepada seorang pemuda bernama lengkap Pradipta Lintar Kadhraka. Kami bekerja untuk kerajaan demi keadilan. Kami bermaksud untuk bertanya. Bolehkah kami menyaksikan dengan mata dan telinga terkait alasan dari keputusan tersebut?”
Raja Ernesti ke-2 bersama dengan ukiran sosok raja sebelumnya tidak secara langsung menjawab. Dia melirik seseorang yang terbalut selimut kuning di kanannya. Bahkan, dia sudah beberapa kali meliriknya sebelum kalimat Rex selesai. Setelah keadaan meyakinkan, dia membalas tidak lewat mulut. Raja Ernesti ke-2 menggerakan sedikit bagian lehernya untuk menatap lekat-lekat dua orang yang masuk tersebut.
“Anak itu sendirian terombang-ambing di ruang penyimpanan barang. Jika dipikirkan secara logis, manusia tidak akan pernah bisa bertahan bahkan untuk satu min. Kalian tentu paham, kekuatan yang terlalu besar dapat menimbulkan kehancuran. Alasanku mengundangnya karena dia manusia. Aku harus menunjukkan jalan yang benar untuk anak itu. Dan, ya…. aku juga mendengar bahwa anak itu berulah, akan tetapi banyak perguruan besar mengundangnya. Itu diluar perkiraan tetapi, tetap sejalan dengan rencana. Awalnya, aku sendiri yang akan memasukannya ke sekolah.”
Lia dan Rex memahami kata-kata tersebut. “Terima kasih Ayahanda,” kata Rex. “Ini adalah pemikiran egois saya. Jika anak itu berada di sana tanpa masalah, saya pikir, itu bagus dia tetap ada di sana?” tanya Lia.