Anne tidak perlu ke perpustakaan kota untuk mencari buku yang dibutuhkannya selama ia masih memegang kunci toko buku Glendon. Toko buku Glendon tidak bisa dibilang toko buku pada umumnya yang menyediakan majalah mingguan, novel-novel picisan remaja atau buku tips sukses. Buku yang ada di toko buku Glendon jika diibaratkan barang antik maka itu adalah perumpamaan yang tepat. Glendon pernah bilang pada Anne kalau ia sangat menyukai sejarah, misteri dan hal-hal yang berbau mitos, maka dari itu sebagaian besar isi toko buku Glendon adalah buku-buku yang berkaitan dengan hal itu. Hal-hal mistis yang disukai Glendon bukan berarti membuat ayahnya itu berpenampilan gotik atau sejenisnya. Glendon tetaplah seorang ayah yang berpenampilan layaknya pria paruh baya yang sedikit kuno karena tidak terlalu mengikuti fashion. Sehari-hari Glendon terbiasa mengenakan kemeja flanel kotak-kotak lengan panjang yang membalut otot-otot besarnya. Selalu terlihat tampan dimata Anne.
Tetapi sebenarnya ketertarikan Glendon mengenai cerita-cerita sejarah dan mitos itu lebih mempengaruhi Anne. Itu semua dimulai sejak asap hitam pekat yang dilihatnya sejak berusia tujuh tahun. Sejak SMP Anne kadang menyelinap ke toko buku Glendon untuk mencari tahu mengenai hal yang dialaminya itu tapi Anne tidak pernah menemukan apapun, sedikitpun Anne tidak bisa menemukan petunjuk yang bisa mengarahkannya pada jawaban yang dicarinya.
Saat menggeledah buku-buku yang ada didalam toko buku Glendon malam itu Anne juga merasakan firasat yang sama kalau ia tidak akan menemukan jawaban apapun mengenai tengkorak hitam yang dilihatnya tadi pagi. Anne sudah berada di dalam toko buku selama hampir tiga jam dan memang tidak menemukan apapun selain cerita mitos para dewa yang sama sekali tidak menarik perhatiannya karena itu selalu menjadi cerita pengantar tidur yang dibacakan Glendon sejak Anne berusia lima tahun.
Malam sudah larut dan Anne masih harus berangkat ke sekolah besok pagi jadi Anne putuskan untuk menghentikan pencariannya malam ini dan melanjutkannya besok setelah pulang sekolah. Lagipula belum semua rak buku di toko buku Glendon Anne telusuri, masih ada sekitar lima rak buku di dalam toko dan dibelakang toko yang harus Anne periksa.
Jarak toko buku dengan rumah mereka cukup jauh jadi Anne selalu menggunakan sepeda yang memang hanya digunakannya jika kadang diminta Glendon menjaga toko bukunya. Malam itu adalah untuk pertama kalinya Anne pulang larut dan baru sadar kalau di daerah itu mulai cukup sepi bahkan hampir tidak ada siapapun kecuali beberapa orang yang sedang melakukan hal sama seperti yang sedang Anne lakukan. Mengunci tokonya untuk pulang ke rumah.
Anne tidak menyimpan sepedanya di dekat pintu belakang seperti biasa melainkan sepedanya ia rantai di tiang lanmpu yang ada di depan toko karena Anne berencana tidak akan lama tapi nyatanya menjadi berjam-jam karena Anne lupa waktu. Anne sedikit takut malam itu, mungkin karena sosok mengerikan yang baru saja dilihatnya pagi ini walaupun sosok itu ada dalam dirinya tapi dirinya sendiri juga belum yakin akan hal itu. Anne cepat-cepat melepaskan rantai sepedanya agar bisa segera sampai rumah.
“Tolooong......”
Baru saja Anne akan mengayuh sepedanya suara teriakan seorang wanita terdengar sangat nyaring menggema ditengah sepinya malam. Anne terkesiap, perlahan melihat sekeliling kemudian kearah belakangnya tapi Anne tidak melihat apapun yang aneh hanya saja Anne merasakan angin dingin yang tidak biasa. Angin itu terlalu menyejukan, tidak seperti angin malam yang biasanya sangat dingin.
Anne menunggu beberapa saat mungkin saja ia akan mendengar suara itu lagi tapi tidak. Tiba-tiba saja semuanya menjadi sangat hening. Bukan suara yang didengarnya tapi ia merasakan angin sejuk itu lagi. Angin sejuk yang membuatnya tidak nyaman, Anne tidak banyak berpikir dan kemudian ia segera mengayuh sepedanya untuk pulang.
* * *
Setelah kejadian di toilet kemarin bersama Marry Eliot dan temannya Grace, Anne sudah memikirkan kejadian paling buruk yang akan dialaminya di sekolah hari ini. Anne pikir beberapa anak mungkin akan melemparinya dengan bawang putih, mengguyurnya dengan air suci, atau bahkan mengikatnya ditiang karena takut Anne akan menyihir mereka.
Tapi Itu tidak terjadi. Semuanya berjalan seperti biasa. Semua orang tidak memperdulikannya dan menjauhinya seperti biasa. Sampai jam makan siang Anne pun belum melihat gerombolan George dan Marry bahkan di kantin. Anne hanya berharap ia bisa pulang dengan damai hari ini tanpa harus berurusan dengan George ataupun Marry.
Bel tanda sekolah selesai sudah berbunyi dan Anne hampir tidak percaya kalau hari ini tidak ada yang dilakukan George pada Anne. Mengingat setiap hari setidaknya ada beberapa anak yang diminta George untuk menjaihili Anne dimanapun itu. Anne hampir saja akan bersyukur atas kedamaian yang bisa dinikmatinya hari ini sampai akhirnya Grace muncul menghalangi Anne yang baru saja akan keluar dari pintu sekolah.
“Grace?” gumam Anne bingung sekaligus terkejut.
Begitu juga ekspresi wajah yang ditunjukan Grace pada Anne. Anne bisa menebak maksud Grace yang menghalanginya tapi wajah Grace yang ada dihadapannya saat ini bukanlah wajah orang yang suka menindas orang lain seperti biasa. Ia terlihat cukup pucat dan tidak nyaman karena tidak berani menatap langsung mata Anne. “Jangan banyak bicara! Ikuti saja aku.” Perintah Grace cepat-cepat, menarik Anne bersamanya dengan kasar kembali masuk ke dalam gedung sekolah.
Anne ingin sekali kabur kali ini karena ia masih harus ke toko buku tapi Anne merasa kali ini tidak seperti biasanya. Bahkan gadis sinis dan sombong yang selalu mengekor Marry ini dan baru Anne ketahui namanya kemarin terlihat cukup gugup dan ketakutan. “Ada apa Grace?” Anne mencoba bertanya walaupun gugup.
“Jangan tanya apa-apa! Jangan sebut namaku! Aku tidak ingin berurusan dengan iblis sepertimu lagi setelah ini.” Jawab Grace sinis.
Grace membawa Anne ke bagian belakang sekolah tempat pintu darurat dan ruang penyimpanan peralatan yang jarang didatangi petugas kebersihan sekolah kecuali waktunya sekolah ditutup. Disana Anne dapat melihat George yang berdiri tegap sambil melipat tangan dan memperlihatkan otot besarnya, kemudian disampingnya adalah Marry yang terlihat sangat marah dan siap menghantam siapapun yang mengganggunya.
Grace masih memegang tangan Anne dengan kasar. Ketika ia sampai dihadapan Marry ia melepaskan tangan Anne dengan kasar membuat Anne tersungkur ke lantai tepat dihadapan Marry.
“Maaf Marry aku tidak ingin berurusan dengan gadis iblis ini lagi. Ini terakhir kalinya aku mau terlibat dengannya.” Itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan Grace dengan hati-hati dan sedikit ketakutan sebelum akhirnya ia bergegas pergi.
“Lihat?” tanya Marry seraya membungkuk pada Anne yang masih duduk di lantai. “Kau sudah membuat Grace yang tidak kenal takut itu menjadi pengecut,” Marry menjambak rambut Anne yang terpaksa membuat Anne berdiri karena kesakitan.
“Aaa-“ keluh Anne kesakitan.
"Diam!” perintah Marry tegas. “Kau benar-benar penyihir hebat Anne Claus. Setelah memperlihatkan wujud aslimu padaku kemarin, hari ini kau masih berani muncul di sekolah dan bertingkah seperti tidak ada yang terjadi.” Tutur Marry dengan nada bicara memperingatkan.
“Apa yang kau inginkan?” tanya Anne ketakutan merasakan hal yang benar-benar buruk akan terjadi padanya saat ini juga.
George tidak banyak bicara saat itu, tapi tiba-tiba saja ia membuka pintu ruang penyimpanan yang sangat kotor dan berbau busuk karena itu adalah tempat lap pembersih kamar mandi, ember dan alat pembersih lainnya disimpan. “Kamar eksklusif untuk Sang Penyihir.” Ucap George dengan bangga dan menunjukan sikap tubuh seperti seorang pelayan hotel yang membukakan pintu untuk tamunya.
“Masuk!” perintah Marry mendorong Anne untuk masuk ke dalam ruang penyimpanan itu.
Anne berusaha melawan ketika hanya Marry yang mendorongnya tapi ketika tangan besar George ikut mendorongnya perlawanan itu menjadi sia-sia. Anne dikunci di dalam ruang itu. Ruangan yang bukan hanya kotor dan berbau tidak sedap tapi sangat gelap dan sempit karena tidak ada sedikit pun cahaya yang bisa masuk kecuali dari sela-sela bawah pintunya.
Brak...
Marry menggebrak pintu ruangan pembersih itu. “Kau pantas mendapatkannya Anne Claus!” seru Marry dengan marah. “Dan kau seharusnya berterima kasih karena aku dan Grace tidak mengatakan yang kami lihat kemarin pada yang lain.” Bentak Marry. “Ini adalah ganjaran karena kau sudah membuatku dan Grace ketakutan kemarin dan besok kau akan mendapatkan yang ‘lebih baik’ lagi dari ini” itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan Marry yang bisa Anne dengar sebelum keduanya benar-benar meninggalkan Anne sendirian terkunci di dalam ruangan pembersih itu.
“Tidak! Kumohon!” seru Anne menggedor-gedor pintu dari dalam. “Kumohon keluarkan aku! Aku tidak bermaksud apa-apa kemarin, kumohon!” Anne terus berteriak memohon. “Marry? Kumohon! Kumohon” Anne terus berteriak walaupun ia sadar sudah tidak ada siapapun diluar. “Kumohon...” Anne jatuh terduduk dengan suara lirih. “...aku juga tidak ingin terus mengalami keanehan ini.”