Aku menggenggam tangan Yuta erat. Tidak melepaskan tautan tangan kami meskipun para siswi memberikan tatapan sinis padaku. Tidak dulu, tidak sekarang, aku masih menjadi orang jahat di kehidupan cinta Yuta. Jelas, Yuta adalah salah satu most wanted di sekolah. Mulai dari kakak kelas yang sudah lulus, adik kelas bahkan seangkatan. Semua cewek mengejarnya dan aku semakin dibenci oleh sekitar. Salah satu alasanku untuk menjauhi Yuta juga karena tatapan sinis itu. Yah, walau aku tidak mempedulikannya lagi sekarang.
Kalian mau jungkir balik di depanku sekarang? Silakan! Aku no problem.
Bagi para cewek di sekolah, hanya ada satu cewek yang diperbolehkan dekat dengan Yuta. Mereka menganggap cewek ini titisan dewi. Sementara aku bakteri yang melekat didekat Yuta terus-menerus, yang terlalu mengganggu sehingga harus disingkirkan secepatnya.
Mau tahu siapa?!
Benar! Desna! ‘Sahabat baik’ yang nyatanya bermuka dua. Ia selalu berpenampilan lugu, tidak berdaya dan menyedihkan di depan semua orang. Ia adalah protagonis. Dan akan selalu menjadi protagonis. Kehidupan yang lalu sudah menunjukkan padaku semua kebenaran yang gadis itu tutupi. Ia yang membuatku menjadi jahat pada Yuta. Membuatku menyia-nyiakan perasaan Yuta hanya demi ‘sahabat’ yang nyatanya bu*ls**t!
Cih! Aku tidak akan tertipu lagi!
Aku akan merebut Yuta dari ular berwujud Desna itu!
Saat sampai di depan kelas. Aku bertemu pandang dengan si ular. Matanya memperhatikan tanganku yang saling bertaut dengan tangan Yuta. Aku melepaskan pegangan tangan kami. Tanganku kembali kosong. Aku lihat Yuta sedikit cemberut. Ia pasti kepikiran tentang masalah yang menjadi penyebab kami bertengkar sehari sebelumnya. Alasan dari semua penyesalanku selama delapan tahun kemudian.
Ya, aku menjodohkan Yuta dengan Desna! Bahkan aku bertengkar dan memaki Yuta karena cowok itu masih memilih aku dan menolak Desna dengan tegas. Saat itu, apa yang aku lakukan? Aku memeluk Desna. Mendukung dan berjanji pada gadis itu bahwa aku tidak akan pernah bertemu Yuta lagi jika cowok itu menolak Desna.
Yuta masih menolak. Hingga aku benar-benar menjauhi Yuta. Setiap cowok itu menjemput, aku akan melengos pergi tanpa menyapanya. Memberikan kata-kata kasar setiap berhadapan dengannya. Menganggapnya tidak ada. Yuta akhirnya menyerah akan sikapku dan menyetujui bahwa ia akan pacaran dengan Desna. Saat itu, aku tersenyum senang tanpa memikirkan perasaan Yuta yang pasti sangat terluka.
Bodohkan?!
Aku memang bodoh saat itu. Tidak perlu diperjelas lagi.
Aku memeluk lengan Yuta erat. Membuat bahu kami saling bersentuhan. Yuta terkejut. Aku tersenyum manis. Tatapanku beralih pada Desna yang sedang menatapku. Ikut terkejut.