Saat ini aku sudah duduk di bangku SMP. Aku memiliki banyak teman disana. Memang rata-rata teman SMP ku adalah teman sepermainan ku saat masih duduk di bangku SD. Kami pun cepat menyesuaikan diri dan tidak ada kata canggung antara kami. Seperti biasa, aku selalu bersama Risma bahkan kami juga duduk satu bangku. Kami selalu cerita kesana-kemari, melakukan hal bersama dan memiliki hobi yang sama.
Aku sangat nyaman berada dilingkungan sekolahku. Aku mengikuti ekstrakurikuler tari bersama dengan Risma. Saat itu kami masih duduk di kelas 1 dan di ekstrakurikuler tari, kami menjadi junior. Memperhatikan, mempelajari kemudian kami praktekan. Para senior kami, selalu membantu kami disaat kami membutuhkan mereka.
Tapi saat itu, Risma sangat lihai dalam masalah tari ini. Dia dengan cepat memahami beberapa koreografi yang diberikan oleh guru tari kami. Hingga para senior dibuat kagum olehnya. Aku melihat Risma menjadi sangat dekat dengan para senior, dan hal itu tidak membuatku terkejut. Karena Risma memang orang yang sangat menarik dan bisa dekat dengan siapa saja.
Aku berlatih dengan sungguh-sungguh, terkadang aku juga tidak hanya belajar dari guru saja, tapi aku juga belajar dengan memperhatikan para senior menari. Aku tidak sama dengan Risma, aku tidak mudah bergaul dengan siapa saja. Kecuali dengan beberapa orang yang menurut ku memang nyaman jika aku bersamanya. Sehingga terkadang aku malu untuk bertanya kepada para senior.
Begitulah hari-hari ku selama berada di sekolah. Belajar di kelas, bermain bersama teman-teman, dan mengikuti ekstrakurikuler tari. Setelah enam hari lamanya menghabiskan waktu di sekolah, kini tiba hari dimana aku akan menyibukkan diriku dengan beristirahat. Hari Minggu adalah hari untuk menenangkan pikiran dari banyak melemaskan otot-otot yang tegang selama enam hari.
Aku yang duduk di teras rumahku, menikmati indahnya pagi sambil meminum secangkir teh hangat. Entah mengapa rasanya benar-benar tenang, seperti beban berat yang ada pada diriku menghilang. Pagi itu memang sangat cerah dan sangat cocok untuk berpergian, tapi bagi orang yang suka jalan-jalan. Aku lebih suka berada di rumah, sambil melakukan aktivitas di dalam rumah.
Ayahku yang saat itu juga libur, memanggilku dari dalam rumah.
"Jihan!"
"Iya ayah sebentar" aku menjawab dari teras rumah dan masih meminum teh dengan perlahan
"Jihan!" Ayahku memanggil lagi dan lagi
"Iya ayah sebentar" aku bergegas meminum tehnya dan segera menuju ke sumber suara ayahku berada
"Ada apa ayah?" Aku yang penasaran dengan apa yang ingin dikatakan oleh ayahku
"Jihan!" Ayahku menatapku dengan tajam
"Kalau orang tua memanggil itu jangan bilang nanti-nanti, nanti jadinya terlalu lama. Dipanggil satu kali itu langsung datang bukannya malah enak-enak bilang nanti" dengan sura yang keras ayahku memarahiku dengan membawa peralatan untuk menyemir sepatu
Dalam hatiku, aku menyalakan ayahku yang tidak ingin bersabar. Sembari mendengarkan amarah ayahku, aku juga memarahi ayahku meskipun itu hanya dalam hati. Aku benar-benar membenci ayahku ketika ayah memarahiku. Seakan aku selalu salah di mata ayah.
"Kamu tau tidak, ayah memanggil mu itu hanya mau minta tolong. Toh...itu juga tidak ada satu jam, paling lima menit sudah selesai. Apa susahnya segera datang jika orang tua memanggil" ayahku yang masih emosi dengan ku
Setelah aku fikir-fikir memang yang salah aku. Aku tidak segera datang ke ayahku saat ayah memanggilku, justru lebih memilih untu menikmati teh. Perlakuanku yang seperti itu memang salah, kelihatan seperti aku tidak mau mendengar orang tuaku.
"Maafkan aku ayah" tanpa banyak berfikir aku langsung meminta maaf kepada ayahku.
Wajah ayahku yang awalnya sangat marah, tiba-tiba saja berubah menjadi lebih sedikit agak tenang dan lebih mengarah ke menasehati ku. Dengan suara yang tidak keras, ayah banyak berbicara tentang apa yang harus aku lakukan ketika orang tua memanggil. Disini aku berdiri lama seperti upacara di hari Senin. Ayahku masih belum berhenti dengan kata-katanya.