Nenek yang mengangkat beberapa dagangannya ke gerobak kecil miliknya, membuatku berinisiatif untuk membantu nenek segera. Satu persatu, bahan dagangan telah masuk kedalam gerobak. Mulai dari lauk pauk, gorengan, nasi, dan lain sebagainya. Semua peralatan dan bahan-bahan telah siap semuanya. Aku membantu nenek mendorong gerobaknya menuju pasar yang memang jauh dari rumah nenek.
Pakaian milik Firda yang dipinjamkannya untukku, berwarna hitam polos, celana biru dongker, dan kerudung biru tua, membuatku tampak seperti bukan diriku. Semua baju Firda memiliki model dan warna yang memang berbeda denganku. Bahkan mungkin saat dijalan, aku tak akan mudah dikenali sebagai Jihan. Kecuali, jika ada orang yang benar-benar memastikannya.
Aku mendorong dengan sekuat tenaga, meski berat dan jarak yang cukup jauh aku tetap akan membantu nenek. Sembari mendorong, aku berfikir bagaimana nenek yang sudah tua ini mendorong gerobaknya yang berat dan jarak tempuh yang jauh, kuat mendorongnya. Setelah aku fikir-fikir, aku juga harus kuat dan tidak boleh lebih lemah dari pada nenek.
"Mbak e sudah capek?" nenek bertanya kepadaku sambil memegang tanganku yang sedang mendorong gerobak.
"Tidak nenek, aku masih kuat kok" aku tersenyum kepada nenek agar nenek tidak perlu mengkhawatirkan keadaanku.
"Ya sudah mbak e, tapi kalau capek ngomong ya?" suara nenek yang benar-benar mengkhawatirkanku.
"Iya nek..., tenang saja pasti aku kuat kok sampai tujuan" aku mendorongnya dengan sekuat tenagaku.
Sekitar setengah jam kami berjalan, akhirnya kamipun sampai ke tempat tujuan kami. Tentu saja tujuan kami adalah warung makan yang nenek dirikan sejak nenek masih muda. Sesampainya di sana, nenek segera membuka gerbang toko dengan kunci yang sudah nenek siapkan. Aku juga meletakan gerobak nenek di depan warung kecil milik nenek.
Dengan suka rela, aku ikut membersihkan warung. Mulai dari menyapu, mengepel, membersihkan meja kursi dan lain sebagainya. Sedangkan nenek, mempersiapkan bahan-bahan yang berbeda di gerobak. Tidak butuh waktu lama, kami telah selesai mempersiapkan segalanya dan warung siap di buka. Aku juga bersiap di depan warung jika ada pembeli yang datang.
Tak lama kemudian, datang seorang ibu bersama dengan anaknya yang memarkirkan motor berwarna merah didepan warung nenek. Sambil menggandeng anak laki-laki yang sekitar usia anak SD, ibu itupun memesan beberapa lauk dan pauk untuk makan mereka.
"Mbah..., beli nasi sama lauk pecel tambah tempe goreng satu, terus beli..." Ibu itu menoleh ke anak laki-laki tadi "Kamu mau lauk apa?" tanya ibu itu.
"Ayam goreng kremes!" anak laki-laki itu dengan penuh percaya diri mengatakannya.
"Sama ayam goreng kremes satu, minumnya es teh manis dua, Mbah..." Ibu itu mengakhiri pesanannya.
"Iya Bu, sebentar nggeh..." sembari nenek mempersilahkan duduk pelanggannya itu ke dalam warung.
Aku yang mendengar pesanan ibu itu, langsung segera membuat pesanan minuman es teh manis yang dipesan oleh ibu tadi. Teh yang aku buat ini sama persis dengan teh yang aku pernah buat untuk ayahku. Sehingga dalam sekejap, aku mengingat waktu-waktu bersama dengan ayahku. Segera mungkin aku sadar dalam angan-anganku dan kembali membuat es teh manis.
Perlahan-lahan, es teh yang aku bawa menuju ke tempat ibu dan anak laki-laki duduk.
"Ini minumannya..." Sambil memberikan gelas berisi es teh manis itu.
"Iya mbak..." dengan sergap ibu itu mengambil gelas yang aku berikan tadi.
Setelah itu, aku melihat nenek yang sudah selesai mempersiapkan makanan di atas piring coklat lengkap dengan lauk untuk di bawa ke ibu tadi. Tanpa ragu, aku langsung menuju ketempat nenek dan membantu nenek untuk membawa nampan berisi makanan menuju ke pelanggan nenek. Pada akhirnya, aku yang memberikan pesanan itu ke pelanggan nenek. Dari jauh aku melihat nenek tersenyum kepadaku.
Lagi dan lagi, pelanggan nenek mulai berdatangan ke warung makan milik nenek dan kali ini aku akan membantu nenek dengan giat lagi. Banyak pelanggan nenek dari kalangan orang perkantoran, anak kuliahan, hingga para pegawai datang ke warung nenek. Mungkin, karena masakan nenek yang sangat enak dan juga harga sangat terjangkau.
Dengan gesit, aku menyiapkan semua pesanan para pelanggan dan mengantarkannya juga. Sehingga pekerjaan nenek jadi lebih ringan dan terbantu olehku.
"Mbah, cucunya ya itu?" seorang pria paruh baya berpakaian rapi bertanya kepada nenek.
"Mbak e itu, temen e cucu saya" nenek menjelaskan kepada bapak itu.
"Rajin nggeh Mbah..." bapak itu memujiku sambil melihat aku yang sedang membawa nampan ke sana dan ke sini.
Nenek juga melihatku "Iya pak..."
Malam pun telah tiba, waktu nenek menutup warungnya. Aku membersihkan piring dan juga gelas kotor di belakang warung. Entah mengapa secara tiba-tiba aku teringat lagi tentang ayahku. Memang setelah aku fikir-fikir, semua yang terjadi saat ini hampir sama seperti apa yang ayah pernah ajarkan padaku.
Semisal ketika aku membuat sedang berberes, aku berusaha untuk tidak melakukan kesalahan sekecil apapun. Selain itu, setiap kali membersihkan gelas, piring dan meja, aku juga membersihkannya dengan teliti sehingga tidak ada kotoran menempel di piring, gelas, maupun meja. Hal ini aku lakukan agar pelanggan berikutnya yang datang bisa merasa nyaman ketika sedang makan di warung nenek.