Oh si Hati Besi, dikau karunia dari Tuhan, tiada kau lahir maka tiada kemerdekaan, tiada kau bertindak maka tiada arah kami para tahanan perang.
Sangka dikata dikau sang Hati Besi, kau bukan hanya pandai ke medan perang, namun juga bagaikan bunga mekar di taman. Kecantikannya yang luar biasa membuat siapapun berdecak kagum dan rasa ingin meminang.
Namun apa boleh buat, si Hati Besi seorang Putri dan jauh dari jangkaun Bujang biasa penjual sayuran.
Iya bujang itu biasa itu di panggil Ali, ia selalu kagum dengan kecantikan Putri Aisyah. Namun hal yang paling membuat ia membayangkannya siang dan malam adalah akhlak dan kerendahan hatinya.
Sangat jarang seorang putri mau turun dari kamar istana nyamannya kemudian pergi kepasar membeli sayur sendiri, tanpa pengawal dan tanpa baju kebesarannya. Semua orang tahu ia Putri Aisyah oleh karena itu setiap ia datang kepasar orang-orang menunduk hormat padanya.
Bujang penjual sayur yang melihat itu hanya bisa menganga karena kagum. Serasa cinta dan suka memenuhi dada, ingin rasayanya ia berkata, "Aku cinta dan siap menjadi ayah dari anak-anak mu," namun apa boleh buat, kau Bujang biasa dan ia Putri nan cantik di pandang mata.
***
Pagi itu pasar seperti biasa, bernada ramai dan selalu sibuk dengan benda-benda yang akan di tawarkan kepada pembeli. Si Bujang bersyukur ia masih diberikan kesehetan untuk mengais rezeki. Namun ia lebih bersyukur lagi karena ia masih diberikan kesehatan untuk bertemu dengan Putri Aisyah sebentar lagi.
Si bujang melihat ke arah gerbang pasar dan mulai menghitung mundur, "Satu, dua, tiga."
Mata nya berkaca-kaca melihat Putri Aisyah berjalan memasuki pasar. Serasa waktu menjadi lambat matanya tak berkedip memandang.
Kali ini Putri Aisyah mengenakan kerudung putih, terlihat sangat anggun dengan tubuhnya yang ideal, hidungnya yang mancung, dan matanya yang khas timur tengah membuat si Bujang terbuai oleh imajinasi seperti ia adalah suami idapan sang Putri.
Terlepas dari bayangan imajinasi itu, ia sudah merencanakan sesuatu agar ia dapat bertatapan langsung dengannya. Ia memukul kedua pipinnya dan kemudian berkata, "Harus bisa."
"Sayur sayur sayur sayur, segar segar beli disini beli disini," teriaknya.
Putri melihat kearahnya, tatapanya membuat ia senang bukan kepalang. "Berhasil, dia pasti belanja kesini" fikir si bujang gembira.
Namun tiga detik kemudian Putri melirik kearah lain dan tak berjalan kearahnya.
Si Bujang pilu, ia menyerah, bahkan bertatapan saja adalah sebuah mimpi baginya. Lagi-lagi ia berakhir dengan menutup kedua matanya sembari memegut lutut karena kecewa.