Duhai kasih angan-angan, engkau begitu indah di bayangkan, tidak satupun keindahan itu yang dapat terlupakan, namu sayang beribu sayang apakah semua hanya akan menjadi kenangan jika tidak menjadi nyata duhai dikau angan-angan.
Harap-harap cemas apa yang akan terjadi dengan suratnya, Ali memilih untuk menunggu balasan walaupun ia tak yakin Putri rela merendahkan darah bangsawannya untuk sepucuk surat lusuh berumur tiga tahun.
Menunggu memang membosan kan, dua hari ia tak melihat Putri datang ke pasar. Kamanakah hatinya mencari obat rindu ia tak tahu, begitulah rasanya cinta yang mungkin dapat membunuhnya secara berlahan.
Pagi itu Ali berjalan menembus embun pagi yang masih belum kering karena mentari.
Sesekali ia meringis karena beban sekarung sayur yang ia pikul di bahunya. Setelah sampai di kedai milik nya, ia menggerai sayur-sayur itu dengan harapan rezeki akan datang menghampirinya.
Di kerajaan Perlak, pasar akan dimulai subuh dan sebentar lagi orang-orang dari ibu kota Perlak akan datang dan membeli barang-barang kebutuhan mereka.
Beberapa orang membeli dagangannya dan kemudian dengan cepat berlalu.
"Minta kangkungnya lima ikat, majikan ku sangat suka kangkung dari kedai sayur ini," kata seorang bibi tersenyum.
"Iya bi, tunggu sebentar," ia kemudian mengikat kangkung dengan sempurna.
"Terimakasih, ini ada surat untuk adik."
Ia tak mengerti, namun ia harap surat ini adalah balasan yang ia tunggu-tunggu.
"Wa'alaikumussalam, salam kenal pula dari hamba Allah Aisyah."
Matanya berkaca-kaca saat membaca kalimat pertama.
#Isi Surat
Salam kenal pula dari hamba Allah Aisyah.