Deru teriakan dendam amarah mengaung di seluruh pelosok Kesultanan Perlak. Ingin rasanya tanah menolak darah yang bercucuran, namun korban tak dapat terhindarkan.
Sorak gema kemenangan Sriwijaya membuat gema ketakutan rakyat jelata. Kali ini tiada ampun dan tiada sisa bagi Aisyah, ia kandas dalam kesedihan yang mendalam.
Oh jiwa yang gagah berani prajurit Perlak, darah kalian lain kali akan ia ganti dengan kemerdekaan. Bersabarlah dalam doa, tegulah dalam hati dan kuatlah dalam hidup, itulah pesan Aisyah.
Namun berbeda dengan Ali, ketika ia membuka mata kesedihan atas perpisahan kembali menderu jiwanya. Ia mencoba menepis bayang namun wajah cantik Putri selalu terbayang di pelupuk mata.
Dengan kekalahan telak Perlak, Sultan ditahan di istana. Hak pemerintahan Perlak di gantikan oleh panglima Sriwijaya. Sedangkan Aisyah di tahan di penjara, karena ia di nilai punya potensi berbahaya bagi kemenangan Sriwijaya.
Lusuh sudah kulit mulus mu Putri, tiada yang hormat padamu. Dua luka kau pikul di atas kepala, luka perpisahan dan luka bangsa yang tertindas. fikirannya jauh terbang menerka, apakah Ali cintanya itu masih hidup. Ia khawatir akan menjadi pembunuh atas luka yang ia buat di tubuhnya. Tak dapat di tepis bahwa benar ia mencintai Parameswara.
Namun lagi-lagi fakta jika ia adalah Pangeran Sriwijaya yang amat ia benci menepis rasa bersalah itu menjadi benci.
Namun waktu tak berujung di dalam jeruji besi membuat mulai mengerti jika Ali adalah laki-laki yang hebat.