Antara Alif dan Hamzah

Imroatul Mufidah
Chapter #7

Chapter 7

Jam 8 malam kami sampai di rumah keluarga Alif. Rumah besar dengan halaman yang luas. Ruang tamu ada di teras, masuk dari pintu ada sofa menghadap televisi besar. Di belakang TV diberi pagar dari bambu kuning, pembatas ruang makan serta dapur. Lalu, pintu menuju halaman belakang. Di sebelah kanan ruang TV berjajar 3 kamar tidur. Di sebelah kiri tangga menuju lantai atas. Di atas hanya terdapat balkon dan dua kamar tidur.

Alif mengajakku langsung naik ke kamar atas. Demi keluarga aku menurut. Setiap memijak anak tangga hatiku semakin sakit dengan segala penipuan ini. Namun, ruang kosong di antara kedua kamar itu menjawab semua pertanyaanku. Ruang kosong menuju balkon terdapat kursi ayunan dan pot bunga di kanan dan kirinya. Bukan kursi itu yang menjawab pertanyaanku. Akan tetapi foto yang terpajang di atasnya. Alif ada dua?

Ya! Foto di sebelah kiri tampak wajah dua orang yang sama tersenyum. Foto di sebelah kanan adalah foto keluarga, Mama, Papa, juga dua Alif. Aku mundur dua langkah menabrak Alif palsu yang berdiri di belakang. Sepertinya dia menyadari kejutan yang kudapat. 

Alif meletakkan koperku, lalu berjalan mendekati foto itu. Dia memandang foto itu lama, lalu menoleh padaku.

"Ini fotoku dan kakakku, Hamzah. Kami saudara kembar."

Mendengar kata kembar, aku menutup mulut. Tak bisa dipercaya sama sekali. Jelas saja! Wajah di depanku ini tak sama dengan foto. 

"Mungkin Alif dan Hamzah kembar, tapi kamu dan foto itu berbeda." Aku berusaha menyangkal.

"Iya, sebelum aku konsentrasi dengan pendidikanku sebagai dokter, aku ikut balapan liar untuk terakhir kalinya, kecelakaan terjadi. Saat melaju dengan kecepatan tinggi ada kucing melintas, spontan aku rem, akibatnya aku jatuh dan terseret motor yang tak terkendali. Helmku lepas dan hampir seluruh kulit wajahku hancur terkena pasir, seperti kulit yang diparut. Aku tak tahu seperti apa prosesnya, yang kutahu saat sadar wajahku penuh perban dan saat perban di lepas wajahku telah berubah."

Aku hanya menutup mulut tak sanggup membayangkan apa yang dia ceritakan.

"Aku, Alif yang bertekad memilikimu sejak pertama melihat kau datang bersama orangtuamu ke kota ini."

"Jangan bohong dan mengarang cerita!"

"Aku berkata sebenarnya Ai, jika kamu tak percaya aku tak akan memaksa. Yang kutahu, Ai akan selalu percaya padaku, itu yang dia ucapkan saat berada di kantor polisi." 

Alif palsu itu atau mungkin memang Alif asli, meninggalkan aku yang masih tidak percaya dengan kenyataan yang kudengar. Aku terus memandangi foto dua anak kembar, Alif dan Hamzah.

Jika memang yang bersamaku sekarang adalah Alif. Di mana Hamzah? Apa dia juga operasi plastik? Jika memang dia saudaranya, harusnya Hamzah ada di setiap acara pernikahan ini. Kenyataannya sampai detik ini aku tak pernah melihat Hamzah atau paling tidak seseorang yang wajahnya sama dengan foto itu.

Aku berjalan cepat memasuki kamar pengantinku dengan pria bernama Alif itu. Setelah lama berpikir, aku memutuskan percaya dengan ceritanya.

"Lalu, di mana Hamzah?"

Alif sudah mengganti bajunya dengan celana kolor dan kaos oblong. Wajahnya tampak segar setelah mandi.

"Besok kuajak kau bertemu dengannya. Sepertinya ceritaku saja tak akan membuatmu percaya. Aku istirahat dulu."

Lihat selengkapnya