Antara Alif dan Hamzah

Imroatul Mufidah
Chapter #18

Chapter 18

"Sepertinya Hamzah belum ikhlas dengan kepergian Nurma," Alif berkata lirih setelah mendengarkan ceritaku.

"Bicaralah pada Hamzah, Lif! Tidakkah kau perhatikan keadaan Mega? Dia menjadi lebih kurus, padahal tengah berbadan dua. Bukankan stres tidak baik untuk kesehatan janinnya?"

"Kita tak boleh terlalu ikut campur urusan mereka Ai." Alif menolak.

"Aku tahu, tapi haruskah ada bayi lain yang meninggal sebelum sempat dilahirkan? Cukup bayi kita, Lif, jangan biarkan Mega merasakan duka yang sama, aduhh ...." aku ingin bangun mendekati Alif, tetapi perutku terasa sangat sakit.

"Ai, kamu belum sehat benar! Jangan bangun dulu." Alif segera membalikkan badan mendekat ketika mendengarku mengaduh.

"Aku mohon Lif, jangan biarkan bayi kita pergi dengan sia-sia. Hamzah harus disadarkan! Coba kamu pikirkan jika masalah ini sampai ke telinga Papa dan Mama. Ayolah, Lif!" Aku memaksa Alif untuk melakukannya. Dia mengangguk, aku memeluknya. Pria itu membalas dan mengusap rambutku.

"Ham?"

"Heh!"

"Bisa bicara sebentar?" Hamzah tampak bingung, lalu mengangguk. 

Saat itu Hamzah lewat di depan ruangan tempat aku dirawat. Alif memanggil dan mengajaknya masuk ke ruanganku. Keduanya duduk di sofa. Ruangan VVIP ini memang dilengkapi dengan sofa dan lemari es.

"Aku tak pernah ingin ikut campur urusan rumah tanggamu Ham, tapi ini juga sangat penting untuk aku katakan."

"Ada apa, Lif? Sejak kapan kau belajar basa basi?"

Alif melirik ke arahku, kuanggukkan kepala sebagai jawaban. Alif menunduk sejenak lalu menarik napas panjang.

"Ini tentang Mega."

"Mega baik-baik saja kan?"

"Saat ini baik, tapi jika sikapmu tak berubah mungkin kondisi Mega memburuk."

"Apa maksudmu, Lif?"

"Dengar, Ham! Kau tahu kita terlahir kembar, kau tahu wajah kita sama tapi kepribadian kita sangatlah berbeda. Kita bahkan bertengkar untuk hal-hal kecil. Kau ingat kita bahkan tak ingin memakai baju atau peralatan yang sama. Sekolah pun tak ingin satu sekolah. Kenapa? Karena kita tak mau dianggap sama. Kau tentu ingat kau pasti marah-marah jika orang lain memanggilmu Alif. Lalu kau akan pulang dan menangis. Kau tak terima orang lain memanggilmu Alif, kenapa? Karena Alif anak nakal, Alif anak badung dan jahil. Berbeda dengan Hamzah yang selalu manis dan penurut. Tapi setiap kali Mama ingin memarahi Alif, kau rela menggantikannya, kau rela menjadi Alif dan menjalani semua hukuman. Aku takkan melupakan semua itu, Ham, itulah sebabnya aku rela melakukan apa pun demi dirimu."

"Tapi kau tak rela jika Ainnun mencintaiku kan?" Hamzah menyela. Alif tertawa dan meninju saudaranya itu. Alif menarik napas panjang.

"Tapi Mega dan Nurma juga berbeda, mereka tak sama. Tak ada yang sama dari mereka. Wajah, sifat dan kebiasaan semuanya tak sama. Bahkan mereka lahir dan besar dari keluarga yang berbeda. Masa lalu berbeda dan didikan berbeda. Nurma besar di antara kehidupannya yang keras, penuh dengan perjuangan dan kesedihan. Itu membuat Nurma tumbuh menjadi wanita yang kuat, dia mampu menjadi sosok yang kamu harapkan. Tapi Mega berbeda, dia besar di antara orang-orang yang menyayanginya, yang memanjakannya. Itulah sebabnya dia tumbuh jadi wanita yang manja dan lemah. Di sinilah peranmu sebagai suami, memanjakan dan melindunginya. Mereka sangat berbeda, mereka punya kekurangan dan kelebihannya sendiri. Hanya satu yang sama, mereka mencintai orang yang sama yaitu dirimu. Tapi bukan berarti kau bisa menjadikan mereka juga sama."

Hamzah menunduk tampak menyadari kesalahannya. Alif diam menunggu reaksi Hamzah. Aku hanya bisa memandang kedua kakak beradik yang sedang bicara dari hati ke hati.

"Aku tak pernah ingin membuat mereka sama, Lif."

Lihat selengkapnya