Akhir semester berlalu, kami memasuki tahun terakhir di sekolah ini. Namun, tak kusangka pembagian kelas diacak. Kali ini aku satu kelas dengan Alif. Dulu dia XI IPA 1 sedangkan aku XI IPA 5, tetapi sekarang kami sama-sama XII IPA 3. Aku merasa sangat senang. Setidaknya dalam kelas tersebut ada yang kukenal. Mengingat aku tidak lagi satu kelas dengan Nisa.
"Aku sebangku denganmu ya?" Alif tiba-tiba sudah duduk di bangku sebelahku yang memang masih kosong.
"Gak ada yang kukenal di kelas ini, makanya aku duduk denganmu saja." Alif bicara sambil berbisik.
Dalam hati aku sangat senang. Namun, aku hanya mengangguk pelan agar tidak terlihat agresif.
Beberapa siswi di kelas memandangku penuh tanya. Ada beberapa yang saling berbisik. Akan tetapi aku tidak peduli. Mengenal pemuda ini lebih jauh membuatku egois.
Bu Salma–guru bahasa Inggris–memasuki kelas. Dialah wali kelas kami. Pertemuan pertama di isi dengan pemilihan struktur kelas.
Alif, Ratih dan Lukman menjadi kandidatnya. Dari hasil pemilihan suara Alif mendapat perolehan tertinggi. Alif maju ke depan kelas memulai pidatonya.
"Terima kasih atas kepercayaan kalian, saya yakin bisa jadi pemimpin yang baik, tapi saya tidak yakin bisa jadi contoh yang baik. Oleh sebab itu, saya ketua di kelas ini menunjuk Lukman yang menggantikan posisi saya. Karena saya lebih yakin dia bisa pemimpin sekaligus contoh yang baik. Silakan maju ketua kelas kita, Lukman!"
Bu Salma yang tadi sempat terlihat kecewa, sekarang tampak merasa lega. Alif berjabat dengan Lukman. Lalu, Alif mendekati Bu Salma membisikkan sesuatu, seketika raut wajah Bu Salma merah menahan amarah.
Alif kembali duduk di bangkunya. Aku penasaran dengan apa yang dibisikkan Alif pada Bu Salma. Aku tidak peduli dengan pidato panjang Lukman. Hanyamemandang pemuda di sebelah ini, sembari mencoba menerawang apa yang membuat Bu Salma menahan marah.
"Kenapa?" Sepertinya Alif menyadari jika sedari tadi aku memandangnya.
"Enggak apa-apa!"
"Aku tadi bilang pada Bu Salma, Ibu enggak setuju kan kalau aku jadi ketua kelas, makanya aku berikan jabatan pada Lukman. Ibu senang kan sekarang? Aku bilang gitu."
Aku mengernyitkan dahi, dari mana dia tahu yang kupikirkan? Dia juga tahu apa yang dipikirkan Bu Salma. Siapa dia? Aku semakin penasaran. Namun, aku tak pernah ingin bertanya, tidak mau dibilang ganjen atau sejenisnya.
Bel istirahat berbunyi, Alif segera menghilang bersama teman-temannya. Aku masih diam di kelas, tidak terbiasa jajan di kantin. Aku lebih suka pergi ke perpustakaan atau membaca buku di bawah pohon di halaman belakang kelas.
Tiba-tiba Ratih datang mendekatiku, duduk di bangku Alif. Lalu, memandangiku dari ujung kaki hingga kepala. Ratih gadis cantik juga seksi. Rambutnya panjang lurus, bajunya pas di badannya, memperlihatkan keindahan bentuk tubuhnya.
"Kamu siapanya Alif?" Ratih memulai obrolan setelah lama memandangiku.
"Hanya temannya, kok! Kenapa?"
"Syukurlah! Kupikir kamu ada hubungan khusus dengannya." Ratih terlihat lega.
"Kamu suka sama Alif ya?" Kuberanikan bertanya padanya.
"Ya gitu deh! Comblangi aku sama Alif ya? Kulihat sampai hari ini hanya kamu cewek yang dekat dengannya." Ratih sangat jujur. Aku tersenyum lalu mengangguk beberapa kali.
Alif sebenarnya anak yang pandai, nilai ulangan atau pekerjaan rumahnya selalu bagus. Meskipun dia mengerjakan di sekolah bukan di rumah. Dia paling suka pelajaran yang berhubungan dengan hitung menghitung. Matematika, fisika, dan kimia dia babat habis. Sedangkan Biologi atau sebangsanya, dia lebih memilih tidur di kelas. Atau kalau tidak dia akan mengerjakan PR matematikanya. Namun, dia selalu bisa mengikuti pelajaran yang disampaikan.
Hari ini pelajaran biologi Bu Endang, banyak bicara dan terkadang kami harus mencatat ulang rangkuman yang beliau tulis di papan. Tidak jarang beliau mendikte kami. Setelah kurang lebih setengah jam pelajaran habis untuk mencatat, Bu Endang akan menjelaskan apa yang kami catat.
"Baiklah! Ada yang belum paham? Yang belum paham boleh bertanya." Bu Endang mengakhiri penjelasannya.
Alif yang sedari tadi sibuk mengerjakan PR matematika yang diberikan Pak Nur mengangkat tangan. Jujur aku sangat terkejut, apa yang akan pemuda ini tanyakan, jangan bilang dia mau menanyakan semua yang Bu Endang jelaskan tadi, seperti yang pernah dia lakukan dulu. Yang akhirnya membuat pria itu dihukum lari keliling lapangan.
"Ibu bilang bahwa bunga yang memiliki bagian lengkap dapat melakukan pembuahan yang pada akhirnya akan membentuk bakal buah. Yang saya tanyakan adalah tentang bunga sepatu. Sebentar, Bu!" Alif berlari keluar kelas.