Siang itu sepulang sekolah aku sengaja menunggu Alif di pintu gerbang. Tak lama Alif muncul dengan motor dan beberapa temannya.
"Alif!" Kuberanikan memanggil, untung sekolah sudah sepi. Alif tampak meminta temannya pergi lebih dulu.
"Iya Ai."
"Bisa bicara sebentar?"
"Boleh, di mana?"
"Di situ saja, sambil aku menunggu angkutan."
"Halte tidak buruk jadi tempat kencan." Alif menggumam.
"Apa?" Aku berpura-pura tak mendengar.
"Enggak apa-apa! Ayo aja! Di mana aja oke!"
Aku berjalan lebih dulu, Alif mengekor setelah menurunkan standar motornya.
"Em ini tadi ada adik kelas yang nitip sesuatu buat kamu." Aku menyodorkan amplop merah muda.
"Simpan saja! Aku sudah tahu isinya."
"Ih, dari mana kamu tahu?"
"Isinya dia mengenalkan dirinya, cerita kapan pertama kali melihatku, lalu dia ingin kenal lebih dekat denganku karena aku sangat berbeda dengan cowok lainnya, kurang lebih begitu. Kalau kamu sempat buka aja terus baca. Aku akan buat surat balasan untuknya. Kalau tak keberatan boleh nitip lagi lewat kamu?"
"Iya gak apa-apa, nanti biar aku sampaikan." Mana mungkin aku menolak kesempatan mengobrol dengan Alif.
"Sekarang boleh aku pergi, Ai?"
"Kenapa mesti pamit?"
"Berharap kamu bilang jangan sih!" Alif tersenyum lalu melambaikan tangan. Mendengar itu hatiku berbunga-bunga.
Aku pulang ke rumah dengan perasaan bahagia. Bicara sebentar dengan Alif memberiku stimulan dalam menjalani hari. Kuhempaskan tubuhku di atas ranjang. Teringat surat dari gadis itu, karena sudah diizinkan oleh Alif aku membukanya.
Hai Kak Alif
Maaf jika aku lancang menulis surat ini.
Tapi aku tidak mau menyesal dengan tidak pernah melakukannya sama sekali.
Aku Mega dari kelas XI IPA 2.
Aku sangat tertarik dan kagum pada Kak Alif.
Sudah dari SMP aku mendengar tentang Kak Alif.
Tapi waktu pertama masuk sekolah ini dan melihat Kak Alif.
Aku semakin yakin kalau aku jatuh cinta pada Kak Alif.
Aku ingin mengenal lebih dekat Kak Alif.
Mengingat Kak Alif sangat berbeda dengan cowok - cowok pada umumnya.
Apa pun pendapat dan jawaban Kak Alif aku terima.
Tapi tolong jangan biarkan perasaan ini menggantung.
Balaslah walau hanya satu kalimat.
Salam Mega
Aku tersenyum melihat surat itu. Waktu itu memang tidak semua anak beruntung memiliki ponsel. Alif pun juga tidak punya, setahuku.
Malam itu aku membantu Ibu menghangatkan makanan untuk makan malam Bapak.
"Nun! Nduk!"
"Iya, Pak?"
"Ada temanmu datang ini."