Seiring keadaan Rangga semakin memburuk, Adelia merasa terjebak dalam spesifikasi waktu, terlempar dari rutinitas yang biasa. Ia berusaha membagi diri antara merawat ibunya dan melanjutkan seninya.
Kekhawatiran membayangi ruang-ruang pikiran Adelia. Apakah langkahnya meyakinkan untuk terus berkarya, sementara bayangan ketidakhadiran semakin mencengkeram? Ketika malam tiba, ia sering duduk di samping ibunya, bercerita tentang lukisannya, menceritakan tentang Aidan yang selalu ada di sampingnya. “Dia adalah bahagia dalam hidupku, Bu. Tanpa sadar, tragedi hidup ini mengajarkan kita untuk saling mendukung.”
Rangga mengangguk, matanya berbinar dengan rasa bangga. “Jangan biarkan apa pun menghentikanmu. Dia adalah bagian dari semua ini.”