Hijab seorang lelaki adalah menjaga pandangannya. Karena mata adalah jendela hati
🌴🌴🌴
-Fariza POV
Aku berjalan ke ruang tamu. Di sana sudah ada Ustadz Robi-suami Ustadzah Kiki atau Oki, Pak Ardi-pemilik rumah, dan seorang pemuda yang tak kukenal, mungkin dialah guest star nya. Aku menaruh nampan di atas meja, lantas berbalik untuk masuk ke dalam. Namun, Ustadz Robi menahanku
"Za, sini dulu nak. Duduk di sini". Ujarnya seraya menunjuk sofa kosong di depannya.
Aku memandang sofa tersebut, lantas mendudukinya.
"Ada apa Abi?" aku memanggilnya Abi karna beliau sudah kuanggap ayahku sendiri.
"Abi ingin mengenalkanmu pada Ustadz Ian."
Aku menoleh ke arah orang yg Abi tunjuk. Dan ya, ternyata orang yang disamping Abi lah guest star itu.
Dan apa? Apa dia benar benar ustadz? Kenapa ia tak ragu menatapku tanpa berkedip sedikit pun? Bukankah ia masih lajang?
Aku balas menatapnya lantas memelototinya. Ia tersentak lantas menundukkan kepalanya.
'Astagfirullah' kudengar lirih, ia mengucapkannya.
Aku tersenyum tipis di balik cadar pink ku. Lantas kembali beralih menatap Abi.
"Dia, ustadz yang mengisi acara Hajatan pak Budi nanti. Namanya Ian, usianya baru 24 tahun. Dan ia juga masih lajang, nak. Tolong, kamu antarkan dia dan tunjukkan tempat tempat nya"
Apa pentingnya Abi memberitahukan umur dan statusnya padaku? Dan kenapa juga harus aku yang mengantarnya?
Dia punya tangan, kaki, mulut, dan mata. Dia bisa berjalan kesana sendiri, melihat jalan juga bisa sendirikan? jika tak tau dia bisa bertanya bukan? Kenapa harus repot repot diantar?
'Astagfirullah... Dia tamu Fariza, sepatutnya kita harus melayaninya dengan baik. Jaga hatimu untuk husnudzon pada siapa pun." batinku mengingatkan.
"Tapi Abi, dia kan Ikhwan (laki-laki). Apa tidak sebaiknya ditemani oleh sesama ikhwan saja?" protesku.