Hari-hari setelah pertemuan pertama dengan Gavin terasa semakin aneh bagi Sheina. Sekolah yang biasanya berjalan lancar dan tanpa gangguan kini terasa penuh dengan distraksi. Ia yang selalu fokus pada pelajaran, kini mendapati dirinya sering melamun di tengah kelas, memikirkan Gavin yang entah kenapa terus muncul dalam pikirannya. Meskipun berusaha menepisnya, ia tak bisa menghindari kenyataan bahwa perasaan aneh itu semakin kuat.
Di luar kelas, Gavin selalu terlihat tenang dan dingin, seakan tak peduli dengan pandangan orang lain. Namun, ada satu hal yang tidak bisa Sheina lupakan senyumnya. Senyum yang terkadang ia tunjukkan di momen-momen tertentu terlihat sederhana, namun mengandung seribu makna. Setiap kali itu terjadi, Sheina merasa jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Ini bukan sekadar ketertarikan biasa, ia tahu itu.
Pada suatu siang yang cerah, saat istirahat tiba, Sheina dan Dinda duduk di kantin sambil mengobrol ringan. Mereka selalu meluangkan waktu untuk makan siang bersama, berbicara tentang hal-hal ringan yang menyegarkan pikiran. Namun kali ini, Sheina merasa lebih cemas dari biasanya. Pikirannya melayang pada Gavin yang baru saja lewat di depan mereka, tertawa dengan beberapa teman sekelas yang tampak akrab dengannya.
"Aduh, Sheina, jangan terlalu serius begitu. Coba deh, lihat Gavin, dia kayak nggak peduli sama siapa pun, tapi ada sesuatu yang beda, kan?" Dinda berbicara dengan nada menggoda, tahu persis apa yang sedang Sheina pikirkan.
Sheina menatap Dinda dengan ragu, lalu mengangguk pelan. "Iya, entah kenapa aku merasa ada yang aneh. Aku nggak ngerti, Dinda. Dia kelihatan... sulit didekati."
Dinda tertawa kecil. "Mungkin dia emang misterius, tapi justru itu yang bikin orang pengen tahu lebih banyak, kan? Coba deh, ajak ngobrol. Siapa tahu kamu jadi tahu lebih banyak tentang dia."
Sheina menggelengkan kepala, merasa ragu. "Aku nggak tahu, Dinda. Aku takut kalau... kalau itu bakal ngganggu semuanya. Aku kan harus fokus sama sekolah dan masa depan."
Dinda menyandarkan punggungnya di kursi dan menyeringai. "Masa depan memang penting, tapi jangan lupa, Sheina, kamu masih muda. Cinta itu bagian dari hidup, nggak bisa cuma diabaikan gitu aja."