Yeah..”
“Aseeek..”
“Akhirnya datang jugaaa..”
Sorak sorai dan celetukan kegembiraan seketika keluar dari mulut begitu pesanan kami datang. Terang saja lebih dari satu jam kami menanti. Bahkan tadi sambil menunggu, kami sempat jalan-jalan di sekeliling hotel dan melihat pemandangan di sekitar kolam renang tak jauh dari restoran ini.
Tumben hari ini banyak vitamin A. Biasanya kami hanya mendapati anak-anak kecil ataupun bapak-bapak yang sudah uzur yang berenang di hotel ini. Namun hari ini keberuntungan sedang berpihak pada kami. Beberapa makhluk muda berjakun sedang berenang. Dua bule ganteng sedang tiduran di kursi kayu di pinggir kolam renang yang mencuri perhatianku. Yang satu wajahnya mulus, sebelas dua belas kalau dibandingkan Ryan Gosling. Aku belum bisa percaya sepenuhnya yang kulihat di depan sana adalah manusia. Itu pasti hasil photoshop, itu pasti hasil photoshop, gumamku karena melihat perutnya yang kotak-kotak. Yang satunya tidak kalah bikin lututku lemas. Tubuh ramping dan jambang di wajahnya membuatnya terlihat seperti kloningan Adam Levine. Dua bule seksi tadi cukup berhasil untuk mengalihkan perhatian cacing-cacing yang terus meronta di perutku.
“O em ji, o em ji. Ya Tuhan. Subhanalloh.” Aku tak henti-hentinya memuji Tuhan dan mengagumi mahakaryanya. Sungguh aku tidak menolak jika jodohku kelak wujudnya seperti dua bule tampan itu.
Aku hanya bisa terpaku dan menggeleng-gelengkan kepala sambil meletakkan kedua tanganku di pipi. Julia dan Agatha bahkan harus menyerat-nyeret tanganku untuk kembali ke meja restoran.
Hari ini memang special. Bukan hanya karena penampakan dua bule ganteng tadi yang membuatnya jadi special, tapi hari ini kami makan bersama untuk merayakan kelulusanku. Piring-piring dan keranjang-keranjang kecil mulai berdatangan memenuhi meja bundar. Berbagai bentuk dim sum tersaji di depan kami. Ada tiga buah dim sum di tiap wadahnya, menyesuaikan jumlah kami.
Ha Kau di restoran ini enak sekali. Warnanya putih dan bening menggugah selera. Kulitnya yang terbuat dari tepung beras itu terasa lembut. Isian udang kupas di dalamnya pun terasa sangat kenyal. Lumpia goreng yang kulitnya dari kulit tahu itu juga empuk dan gurih. Belum lagi Fung Zao-nya yang luar biasa. Kalau orang Jawa sih menyebutnya ceker ayam. Fung Zao ini ceker ayam yang diolah dengan cara yang agak ribet. Ceker ayam digoreng, kemudian direbus, lalu diuleni dalam black bean sauce. Setelah bumbunya merasuk baru dikukus. Tidak heran kalau kemudian kaki ayam ini menjadi lunak, empuk dan enak. Selain itu ada menu dim sum yang selalu kami pesan, Cumi Rambutan. Ini menjadi primadona di restoran ini. Cumi dipotong, dibentuk seperti bola, masukkkan dalam kocokan telur, gulingkan ke bihun, kemudian digoreng. Begitu kira-kira cara membuat menu dim sum Cumi Rambutan. Gila ya, resep menu dim sum ini sampai mendarah daging dalam diriku. Sampai hafal di luar kepala. Aku memang sering penasaran dengan makanan-makanan yang kumakan. Sering kucari resepnya kemudian kucoba bikin di rumah. Mungkin suatu saat nanti aku akan membuka restoran dim sum sendiri.
Wajar saja kalau menu dim sum begitu familiar untukku, selama kuliah kami selalu pesta dim sum di restoran yang berada di dalam hotel di jalan Solo ini. Seperti juga kami selalu pesta kuliner di tempat-tempat makan yang lain. Hobi makan ini tercermin pada ukuran tubuh kami bertiga yang di atas rata-rata. Paling tidak sebulan sekali kami datang kemari. Tempat ini selalu menjadi langganan mahasiswa karena adanya diskon khusus dengan menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa. Setahun belakangan, meski Agatha sudah punya penghasilan sendiri, KTM ku tetap diberdayakan. Tidak mau rugi ceritanya. Sayangnya hari ini sudah tidak bisa memakai KTM-ku lagi, tapi tak apa. Aku juga tak mau berlama-lama makan dengan bantuan KTM. Sudah waktunya KTM itu dipensiunkan. Hari ini kami pesta dim sum untuk merayakan pensiunnya KTM dari mahasiswa teknik sipil bernama Gladys.
“Mari makaaaaan..” seru Julia sambil memainkan sumpitnya.