Aku paham betul mengapa topik ini menjadi tidak menyenangkan untuk dibahas. Delapan tahun lebih kami bersama. Tiga tahun di SMA kami selalu berada di kelas yang sama. Gerombolan Si Berat, begitu teman-teman di SMA selalu menjuluki kami. Orang-orang disatukan oleh adanya kesamaan. Begitupun juga dengan kami, ukuran tubuh yang ekstra yang mempersatukan kami semenjak duduk di bangku SMA dan bertahan hingga sekarang. Lebih dari delapan tahun menjalin persahabatan membuatku katam dengan persoalan kedua sahabatku itu. Aku mengerti mereka luar dalam, seperti juga mereka mengerti benar tentang diriku.
Edward Hartanto, nama itu yang setahun belakangan ini sering keluar dari mulut Agatha. Edu begitu dia biasa memanggilnya. Mereka berdua adalah teman sekantor. Edu seperti halnya sekian laki-laki yang pernah dekat dengan Agatha. Mungkin juga Edu akan menambah daftar panjang kegagalan cinta Agatha.
Sebut saja, Felix, Lordy, Micky, Brandon, Albert, Tommy, dan masih banyak yang lainnya. Bisa panjang daftar nama cowok itu kalau disebutkan semua. Agatha memang paling mudah jatuh cinta. Dan tiap kali jatuh cinta dia akan berusaha mati-matian. Segala cara akan ia lakukan untuk memberikan perhatian.
Aku sudah bilang berkali-kali. “Tahan dulu, Tha. Tahan! Direm dulu..”
Sayangnya semua itu percuma. Menurut Agatha, cinta itu harus diperjuangkan semaksimal mungkin. Tidak ada setengah-setengah dalam kamus hidup Agatha. Masalahnya, sering kali perhatian dari Agatha hanya dimanfaatkan saja oleh mereka. Dan Agatha tidak pernah mau menyadarinya.
Aku ingat waktu SMA dulu, dengan suka rela dia mengerjakan semua tugas fisika dan kimia dari si Felix sialan itu. Selama satu semester hampir tiap sore Felix datang ke rumah Agatha. Alasannya untuk belajar kelompok. Kenyataannya tetap saja Agatha sendiri yang memeras otak. Sementara Felix hanya terima jadi saja. Felix lebih sering main game di ponsel atau PS. Kemudian tiba-tiba saat promnight Felix mengajak cewek lain, yang tentunya bukan Agatha, melainkan Teriska Si Primadona sekolah. Bisa dibayangkan bagaimana hancurnya hati Agatha.
Belum lagi si Lordy. Aku menyebutnya cowok lintah. Bagaimana tidak, itu cowok belum punya status apa-apa sudah minta ditraktir macam-macam. Tiap kali jalan keluar bareng, Agatha yang selalu keluar duit. Heran. Kadang aku pikir antara cinta dan bego itu hanya dipisahkan sehelai rambut yang tipis. Tapi ya mau bagaimana lagi. Sudah dibilangin berkali-kali tetap saja hanya masuk telinga kanan keluar terlinga kiri. Cinta sudah membutakan. Agatha susah untuk disadarkan.
Dan sekarang, makhluk parasit itu bernama Edward Hartanto alias Edu. Wajah Agatha selalu berbunga-bunga tiap kali menyebutkan namanya. Matanya berbinar. Dia selalu menegaskan Edu itu berbeda dari cowok-cowok lain yang pernah dia temui. Klasik.