Aku, Ludwig Engels, kembaran Lodewijk, orang yang tadi menemuiku sejenak yang kemudian segera kuusir setelah percakapanku dengannya berakhir. Setiap kali melihatnya, aku merasa tekanan darahku meningkat tajam tanpa sebab dan alasan yang bisa kuutarakan sama sekali dengan untaian kata apa pun. Lodewijk, sudah dua tahun aku tidak melihatnya. Melihat Lodewijk, aku seperti melihat diriku sendiri di cermin, hanya gaya rambut dan sifat kami yang berbeda. Juga, setiap kali aku berbicara dengannya menggunakan bahasa Jerman, dia selalu membalas perkataanku dengan bahasa Belanda. Dia tahu aku selalu merasa konyol setiap mendengarnya menggunakan bahasa Belanda, rasanya seperti melihat diriku sendiri sedang berbicara saat mabuk.
Ah, Lodewijk, idiot itu, kenapa dia mencari mati? Apa dia sudah bosan hidup? Apa dia tidak tahu dua temannya yang mati itu merupakan peringatan agar tidak ada lagi yang mencoba menghalangi pemerintahan dari menyingkirkan orang-orang antihaluan sayap kanan seperti mereka? Ah, ya, aku lupa, dia sudah menjadi bagian dari para sand nigger itu.
Kadang aku bingung, kenapa Lodewijk bisa menerima agama yang memiliki jumlah persentase tinggi untuk pelaku kejahatan terorisme yang dilakukan oleh penganutnya. Apa otaknya dicuci? Apa dia diiming-imingi 72 bidadari surga? Apa dia ingin memiliki empat istri? Ah, aku tidak tahu. Aku tidak ingin berurusan dengan itu, tetapi aku hanya bingung. Kenapa dia, seorang manusia yang baik seperti itu, harus mengikuti jalan yang bagiku tak masuk akal dan penuh imajinasi belaka?
Lodewijk, aku tidak membencimu, aku hanya benci jalan yang kau ikuti sekarang. Aku tahu, tidak sepatutnya aku mengusirmu dengan penuh amarah seperti tadi. Namun, aku hanya ingin kau sadar bahwa aku hanya takut jalan yang kau tempuh salah. Aku khawatir kau akan menjadi seorang ekstrem, mengikuti kelompok terorisme, dan turut andil dalam peperangan mereka melawan orang yang mereka anggap pantas dibunuh jika tidak mengikuti jalan yang mereka anggap benar.