Aku—Ilya, sedang mengutak-atik smartphone untuk mencari informasi seputar komplotan yang mengincar kami. Tiba-tiba saja smartphone-ku mengalami gangguan, responsnya menjadi lambat dan layarnya patah-patah. Dugaanku, mungkin smartphone ini bekerja terlalu keras. Aku pun mencoba me-restart-nya. Ketika smartphone-ku kembali menyala, aku tidak bisa membuka file yang baru saja kuunduh. Apa jangan-jangan ... Trojan?
Aku bergegas memeriksa laptopku yang turut menyala dan mengutak-atiknya, berusaha mengamankan file yang kupunya ke dalam hard disk. Beberapa saat kemudian laptopku mengalami hal serupa. Oh, sial sial sial!
Ketika laptop kuhidupkan kembali, aku tidak bisa masuk ke dalamnya. Laptop dan smartphone-ku terinfeksi oleh virus malware berupa ransomware. Di layar smartphone maupun laptopku, pelaku meminta agar aku mendatanginya seorang diri. Pelaku memintaku datang atas nama pihak kepolisian karena aku telah menyalahgunakan smartphone yang kupunya. Mereka memintaku bertemu di bawah jalan layang.
Mereka berusaha menjebakku rupanya. Sial! Tanpa smartphone, aku tak bisa melakukan apa pun. Aku keluar dari kamar lalu pergi menuju kamar Sofia, mengetuk-ngetuknya sekeras mungkin untuk membangunkannya sambil memanggil namanya.
Tak lama setelah itu aku mendengar suara kunci pintu kamarnya. Dia membuka pintu kamarnya lalu bertanya, “Iya, Kak Ilya, ada apa?”
“Ini gawat! Smartphone saya diretas malware ransomware dan orang yang ngeretas minta saya nyerahin diri—ke sini,” jelasku sambil menunjukkan tulisan peringatan yang terpampang di layar smartphone-ku. “Hare Hoogheid, laptop saya juga kena. Tanpa smartphone saya, saya enggak bisa ngapa-ngapain.”
“Apa Kak Ilya enggak tau cara ngatasin virus ini gimana?”
“Saya tau, tapi itu bukan hal mudah.”
“Kenapa?”
“Setiap malware punya tingkatan kesulitan sendiri buat diatasin dan buat ngatasin malware yang satu ini, saya harus pergi ke tempat sumber virus berasal dan asal virus ini kemungkinan dari markas komando unit polisi rahasia yang kemarin sempet nyulik Kak Lodewijk. Saya tau resikonya saya bakalan mati, tapi saya harus pergi ke sarang mereka.”
“Kak Ilya, Kakak enggak harus ngelakuin ini sendiri. Kita bangunin Kak Muhamed sama Kak Lodewijk, sekalian Tuan Wisnu, mungkin mereka bisa bantu.”
Setelah percakapan itu, kami berdua berkeliling di sekitar rumah, membangunkan orang-orang yang menghuni rumah ini kemudian berkumpul di ruang tamu dan membahas permasalahan yang kuhadapi. Kak Lodewijk menjelaskan asumsi yang telah dia pikirkan mengenai rencana mereka.
“Menurutku, kayaknya mereka mau nangkepin kita satu-satu, dimulai dari kamu karena kemarin di pengadilan aku pake bukti foto Heer Vinno ngelakuin gangbang ke Hare Hoogheid yang asalnya dari kamu. Kayaknya mereka nyelidikin asal bukti yang aku dapet dan kegiatan kamu di internet akhirnya kelacak sama mereka. Masalahnya, cuma kamu yang ngerti gimana cara nyelesein masalah yang kamu hadepin, tapi kamu juga enggak bisa pergi ke sarang mereka sendirian. Hm, aku punya rencana.”
“Rencana Kak Lodewijk apa?”