Howling ghosts they reappear
In mountains that are stacked with fear
But you’re a king and I’m a lionheart
“King and Lionheart” oleh Of Monsters and Men
Hari H serangan bom teroris berkedok Islam, akhirnya tiba. Aku dan Tuan Wisnu bersembunyi di salah satu markas rahasia milik Geng Motor Jalan Darah yang berada jauh dari keramaian dan suara hiruk-pikuk kota. Aku bersama Kak Ilya, Kak Muhamed, dan Tuan Wisnu sedang menunggu para anggota yang bersedia untuk melakukan misi berbahaya ini.
Satu jam telah berlalu, akhirnya aku—Sofia mendapat pemberitahuan dari pemimpin tertinggi mereka bahwa semua sudah berkumpul. Aku tidak pernah mengira mereka akan datang dengan jumlah lebih daripada yang kuharapkan, mengingat reputasi mereka sebagai kriminal yang cukup sering hanya mencari keuntungan pribadi. Aku sempat memiliki pemikiran bahwa mereka tak kan punya kepedulian untuk membela apa yang benar ketika masyarakat yang tinggal di tanah tempat kelahiran mereka ditindas.
Aku bersama Tuan Wisnu, Kak Muhamed, dan Kak Ilya pergi menemui mereka di ruang bawah tanah tempat mereka berkumpul. Semuanya berdiri berkerumun menghadap ke arahku dan kedua teman beserta pelayanku. Aku terus berjalan dan berhenti. Sekarang posisiku tepat berada di tengah depan mereka semua. Tatapan mereka menunjukkan keseriusan dan keberanian, seolah-olah sudah mengetahui apa yang akan kupinta dan bagaimana mereka akan berakhir nanti.
Aku menarik napas dalam, terus mengulur waktu sedikit lebih lama agar perhatian mereka semua tertuju kepadaku semata. Selama mengulur waktu, bola mataku bergerak ke sana kemari untuk memeriksa apakah perhatian mereka sudah tertuju kepadaku. Aku mulai menyampaikan apa yang kupinta beserta harapanku dalam misi pencegahan serangan teror bom ini.
“Saya tahu kalian semua sudah mengetahui kenapa kalian berada di sini sekarang. Ini merupakan suatu hal yang mengejutkan bagi saya karena sekalipun kalian sudah mengetahui apa yang akan kalian lakukan, kalian tetap datang. Saya tahu, saya tidak pantas meminta ini kepada kalian, meminta kalian mengorbankan nyawa kalian untuk sesuatu yang tidak memiliki nilai keuntungan apa pun yang akan kalian dapat dari keberhasilan misi ini,” ujarku dengan nada dalam dan rendah.
Aku mengambil napas dan melanjutkan kalimat, “ya, saya tidak pantas meminta ini kepada kalian karena saya tahu diri dan kalian juga tahu identitas saya yang merupakan keponakan Raja Belanda, pemimpin sebuah bangsa yang leluhurnya telah berbuat banyak kejahatan dan kerusakan di tanah yang sedang kita semua pijak. Namun, malam ini bukan tentang saya, bukan tentang kalian yang dicap sebagai kriminal, dan bukan pula tentang pribumi, Belanda, Islam, atau label apa pun yang bisa kalian sematkan pada kelompok dan golongan mana pun.—