H-1 persidangan lanjutan kasus Karim tiba dan aku Sofia—akhirnya mendapat kabar dari Kak Tantri mengenai sudah tersadarnya Kak Lodewijk dari koma. Mengetahui hal tersebut terjadi aku segera memberitahukan Paman Yang Mulia Raja Belanda mengenai berita yang telah disampaikan Kak Lodewijk dan memohon pada beliau untuk mengeluarkan koninklijk besluit agar pengadilan Meneer Karim mendapat waktu tambahan untuk ditunda sampai Kak Lodewijk pulih sepenuhnya. Selain itu dengan bantuan Kak Ilya beserta teman-temannya di sosial media milik oposisi, kami memviralkan berita tersebut secepatnya hingga menarik perhatian berbagai media massa nasional untuk meliput serta mempublikasikan berita bahwa Kak Lodewijk sudah terbangun dari koma.
Terbangunnya Kak Lodewijk membuatku merasa bersalah sekaligus merasa senang, sebab kasus yang aku dan Meneer Karim hadapi akan selesai, di sisi lain demonstrasi yang telah berlangsung sedari kemarin masih belum selesai karena para anggota Volksraad masih belum bersedia untuk menemui para demonstran. Dengan bantuan kepolisian, gedung yang menjadi sarang mereka bersemayam masih tetap dalam penjagaan yang ketat bahkan menurut kabar yang beredar, di atap Gedung Volksraad juga dijaga oleh penembak jitu.
Sejauh ini korban akibat kerusuhan demonstrasi yang telah berlangsung selama hampir seminggu, hampir mencapai seratus orang. Mengetahui hal tersebut membuat hatiku sangat pilu. Mereka adalah rakyat, mereka seharusnya dilayani bukannya dimusuhi. Tetapi kenapa parlemen dan instrumen keamanan negara memperlakukan mereka layaknya ancaman? Apakah parlemen dan instrumen keamanan negara kehabisan musuh untuk dilawan?
Sebenarnya paman bisa saja memecat Perdana Menteri sialan itu, yang jadi masalah adalah hampir seluruh anggota parlemen dan Perdana Menteri ada dalam satu komplotan. Jika paman memecat Perdana Menteri maka para anggota parlemen dapat berembuk dan membuat keputusan untuk menurunkan paman dari takhtanya secara paksa, dengan alasan paman tidak mampu memimpin lagi karena (alasan) masalah kesehatan atau masalah kejiwaan. Lalu mereka dapat mengganti paman dengan penerus takhta yang dapat mereka atur sesuka hati. Aku yakin itulah alasan kenapa paman tidak membuat pernyataan apa pun terhadap segala permasalahan yang menimpa RIS akhir-akhir ini.
Jika aku ada di posisi paman, mungkin aku juga akan sangat berhati-hati untuk bertindak. Dia sendirian harus melawan banyak orang yang bisa menurunkannya dari takhta dan dia juga bukan seseorang yang aman dari ancaman pembunuhan atau sejenisnya, jika bertindak secara terang-terangan melawan pihak yang memegang kekuasaan secara nyata.
Bagaimana aku tahu? Ada seorang raja di suatu negeri nun jauh di sana, yang mana negeri tersebut dikelilingi oleh gurun pasir yang di bawah tempat sang raja berpijak memiliki sumber daya alam yang memiliki julukan emas hitam. Suatu negara adidaya sangat menginginkan emas hitam itu, tetapi sang raja menolak untuk menjualnya kepada mereka. Alasannya bahwa negara adidaya tersebut mendukung penjajahan suatu tempat yang merupakan tempat suci umat tiga agama. Pada akhirnya, sang raja dibunuh oleh keponakannya sendiri dengan dibantu secara sembunyi-sembunyi oleh negara adidaya tersebut dan emas hitam yang berada di bawah tempat ia berpijak, dijual kepada negara adidaya itu. Tidak ada cara lain, besok aku akan turut turun ke jalan, membaur bersama masyarakat lainnya. Aku tidak peduli apakah besok aku akan mati atau tidak, tetapi ini harus dilakukan atau lebih banyak korban akan berjatuhan.
Esok harinya selesai belajar materi di kampus, aku pergi ke titik kumpul demo yang mana para demonstran yang berasal dari kampusku akan melakukan demonstrasi di titik yang berbeda dari sebelumnya untuk melakukan flash mob cepat sebelum pasukan Schutterij menemui untuk membubarkan mereka, mengikuti salah satu taktik demonstrasi di Hongkong yang memiliki nama be like water[1].