Aku Lodewijk—pertemuan dengan Tantri membuatku terkejut. Tak mengira akan bertemu dengannya di taman makam dan lebih anehnya adalah, aku tidak mengira kalimat itu akan keluar dari mulutku. Sebuah kalimat yang berisi permintaan kepada Tantri agar ia mau mencicipi makanan buatanku.
Seharusnya, aku mengiyakan saja setelah ia menyarankan agar aku memberikan masakan buatanku pada orang lain agar dicicipi. Tetapi aku malah menjawab dengan menawarinya untuk mencicipi masakanku. Sudahlah, sudah terjadi! Aku harus melakukannya.
Aku pun kembali ke rumah Hare Hoogheid Sofia menggunakan bis, turun di halte yang dekat dengan area perumahan tempat ia tinggal, lalu berjalan menuju rumahnya. Sesampainya di sana, aku menuju kamarnya dan mengetuk pintu memanggil namanya.
“Hare Hoogheid, permisi!”
Beberapa saat kemudian pintu kamarnya terbuka dan ia bertanya padaku. “Iya Kak Lodewijk, ada apa?”
“Saya mau minjem mobil, Hare Hoogheid bisa tolongin saya minta kuncinya ke Tuan Wisnu?” pintaku padanya.
“Ada keperluan apa ya, kalau saya boleh tau?” tanyanya meminta penjelasan.
Kemudian aku menceritakan pertemuan dengan Tantri di taman makam dan isi percakapanku dengannya. Setelah selesai menjelaskan, ia memperlihatkan senyuman kecilnya seraya memberikan jawaban.
“Oke Kak Lodewijk, ayo kita pergi ke kamar Tuan Wisnu!”
Kami berdua turun dari lantai atas, berjalan menuju kamar Tuan Wisnu, ia mengetuk pintu kamar sambil memanggilnya.
“Tuan Wisnu, permisi!”
“Iya Hare Hoogheid, ada apa?” tanya Tuan Wisnu.
“Kak Lodewijk mau minjem mobil, tolong kasih dia kunci mobilnya,” jawabnya.
“Ada keperluan apa, ya?” tanya Tuan Wisnu pada Hare Hoogheid Sofia.
“Kak Lodewijk mau beli bahan buat bikin sayur lodeh, dia mau masakin itu buat Kak Tantri,” jelasnya.
“Ho? Menarik,” ujar Tuan Wisnu menjawab dengan nada penasaran disertai dengan raut wajah yang memperlihatkan kedua alis mata terangkat, dan sudut bibirnya yang mengeluarkan sedikit simpul senyuman. “Tunggu sebentar ya, saya ambil kuncinya dulu.”
Entah kenapa raut wajah yang ia perlihatkan membuatku berpikir, bahwa ia menganggap aku melakukan ini karena ingin membuat Tantri tertarik untuk memiliki hubungan yang lebih dari sekadar teman denganku.
Ia menutup pintu kamar dan beberapa saat kemudian pintu kamarnya kembali terbuka, ia pun memberikan kunci mobilnya padaku.
“Ini kunci mobilnya, semoga beruntung!” ujarnya masih memasang raut wajah yang sama. Aku merasa tubuh mulai hangat akibat raut wajah yang ia perlihatkan.
Ia menutup pintu kamar, kemudian aku memutar tubuh menghadap Hare Hoogheid Sofia dan sedikit membungkuk. “Makasih, Hare Hoogheid.”
“Sama-sama, semoga beruntung Kak! Hihi,” balasnya dengan mata terpejam dan sedikit tawa sambil menutup mulut dengan tangan kanannya.
Aku memalingkan tubuh dari hadapannya, berjalan keluar rumah sambil masih berusaha menenangkan tubuh yang terasa makin hangat akibat sikap Hare Hoogheid Sofia dan Tuan Wisnu perlihatkan. Mereka seperti berharap bahwa aku akan memiliki hubungan lebih dari sekadar teman dengan Tantri. Huh, menyebalkan!
Aku menyalakan mesin mobil, lalu pintu gerbang rumah Hare Hoogheid Sofia terbuka secara otomatis. Memundurkan mobil keluar dari halaman rumahnya, kemudian melaju menuju supermarket terdekat. Sesampainya di sana, aku memarkirkan mobil kemudian turun—masuk ke dalam supermarket, membeli semua bahan sesuai dengan resep sayur lodeh yang aku ketahui, lalu kembali ke rumah Hare Hoogheid Sofia.
Tanpa mengulur waktu lebih lama, aku langsung pergi menuju dapur dan memasak sayur lodeh. Dibutuhkan waktu sekitar empat puluh lima menit untukku memasak makanan ini dan setelah selesai memasak, mematikan kompor dan menutup panci untuk menjaga agar sayur lodehnya tetap hangat. Lalu pergi menuju kamar Hare Hoogheid Sofia, mengetuk pintu dan memanggil namanya untuk meminta izin meminjam rantang.
“Hare Hoogheid, permisi.”
Beberapa saat kemudian, pintunya terbuka lalu ia bertanya. “Iya Kak, ada apa?”
“Ada rantang gak Hare Hoogheid? Saya mau minjem rantang buat ngebawa sayur lodehnya ke rumah Tantri,” jawabku.
“Ada kok, boleh. Ayo, saya bantu cari,” ujarnya lalu keluar dari kamar.
Ia bersamaku berjalan turun dari lantai atas menuju dapur, kemudian mencarikan rantang untuk aku gunakan sebagai wadah penyimpanan sayur lodeh yang telah dimasak. Setelah beberapa saat mencari, ia akhirnya menemukan rantang, langsung membantu mencuci dan mengisinya dengan sayur lodeh yang sudah kubuat. Setelah semua wadah rantang terisi, aku menyusun wadah rantangnya lalu menutupnya.
“Makasih ya, Hare Hoogheid.”
“Iya Kak, sama-sama. Oh-iya, Kakak ke rumah Kak Tantri pake apa?” tanyanya padaku.
“Mungkin pake bis, trem atau kereta subway,” ujarku menjawab pertanyaannya.