Aku Lodewijk—setelah kejadian ledakan di kamar apartemen Riri, pihak kepolisian melakukan investigasi dan bertanya pada para penghuni gedung apartemen dan pemilik gedung apartemen yang memberikan keterangan mereka terkait kegiatanku, Tantri dan Ilya yang mendatangi dan menanyai mereka satu persatu terkait keberadaan Riri.
Kami bertiga mendapat surat dari pihak kepolisian untuk datang ke Kantor Polisi untuk dimintai keterangannya oleh pihak Penyidik. Jika kami tidak datang menghadap mereka, maka akan dijemput paksa dan membawa kami ke Kantor Polisi untuk dimintai keterangan.
Membayangkan diriku akan diinterogasi oleh penyidik kepolisian di Kantor Polisi, membuatku merasa was-was, takut, dan cemas karena Penyidik Kepolisian mengingatkanku pada Breivik bersaudari yang menginterogasi dan menyiksaku di Rumah Sakit Kepolisian. Ditambah aku masih ingat bahwa Karim sering mendapat tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak Penyidik untuk mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan. Hal itu menambah rasa cemas dan takut yang aku rasakan, karena khawatir akan dipaksa untuk mengakui perbuatan yang tidak kulakukan. Namun, apa boleh buat? Aku dan teman-teman tidak punya pilihan lain, sehingga kami memenuhi perintah mereka untuk dimintai keterangannya di Kantor Polisi.
Aku dan teman-teman diinterogasi secara bergilir. Saat diinterogasi, aku menjawab pertanyaan sang Penyidik setenang mungkin, berusaha menahan perasaan takut dan was-was yang dirasakan. Namun sang Penyidik yang sudah lihai dalam menginterogasi orang-orang, tentu saja mengetahui gelagatku—yang sedang berusaha menutupi rasa takut dan was-was yang dirasakan.
“Anda kenapa? Anda seperti sedang menutupi sesuatu? Apa saat memberikan semua jawaban, Anda sebenarnya berbohong?” tanyanya padaku.
“Enggak Pak, saya enggak bohong! Saya cuman takut,” jawabku.
“Takut kenapa? Emangnya saya ngegigit?” tanyanya.
“Enggak, tapi saya pengacaranya Karim dalam kasus tuduhan palsu pemerkosaan yang dia lakuin ke Yang Mulia Putri Sofia. Dia memberikan pengakuan pada saya dan teman-temannya, kalau dia dapet penyiksaan dan tindak kekerasan dari Polisi Penyidik seperti Anda. Selain itu, dua orang mendiang temen saya yang jadi pengacaranya sebelum saya sama dokter yang meriksa dia yang jadi saksi di persidangan serta Yang Mulia Putri Sofia juga ngelihat dengan mata kepala mereka sendiri. Dari luka-luka yang ada di tubuh Karim, kalau Karim menerima penyiksaan dari penyidik seperti Anda untuk mengakui perbuatan yang tidak dia lakukan.—
—Saya hanya takut, kalau saya bakal dapet perlakuan serupa dan Anda bakal minta saya buat memberikan pernyataan telah melakukan sebuah tindakan yang tidak saya lakukan sama sekali. Yang mana pernyataan saya dapat digunakan untuk ngebuat saya menjadi seorang pelaku tindak kejahatan dan bisa dikenai pasal pidana yang bisa ngebuat status saya dari saksi berubah menjadi pelaku tindak kriminal.” jawabku memberikan penjelasan mengenai ‘kenapa aku merasa takut’.
Ia diam sejenak, menghembuskan napasnya dan membalas perkataanku. “Baik, saya paham. Tapi Anda tidak perlu khawatir, saya bukan seorang penyidik yang seperti itu. Ya, saya mengakui bahwa banyak penyidik yang menyalahgunakan wewenang mereka, tapi menurut saya ada baiknya—Anda menilai saya sebagai seorang individu dan bukan melalui stereotip, serta label yang telah tersemat pada suatu kelompok. Lagi pula, Tantri yang saya interogasi sebelum Anda juga seorang polisi dan Anda bisa akur berteman dengannya. Waktu saya interogasi dia, dia ngingetin saya sama mendiang ayahnya. Ayahnya polisi yang baik, sayang dia mati dibunuh sama organisasi teroris rasis itu,” ujarnya.
Dia menarik napas sejenak, menghembuskannya lalu melanjutkan perkataannya. “Baik Pak Lodewijk, saya rasa sudah cukup, saya membuat Anda merasa tidak nyaman berada di ruangan interogasi ini. Terima kasih untuk kesediaan Anda menjawab semua pertanyaan dan bekerja sama dengan saya. Anda boleh keluar sekarang.”
“Sama-sama,” jawabku pada sang Penyidik, kemudian bangkit berdiri dari duduk dan menjabat tangannya. Lalu berjalan keluar dari ruang interogasi Kantor Polisi.
Setelah semua selesai diinterogasi, kami bertiga segera keluar dari Kantor Polisi dan kembali ke apartemenku menggunakan mobil Tantri.
Selama perjalanan, kami saling berdiskusi mengenai apa saja yang penyidik tersebut tanyakan, untuk mengetahui apakah sang penyidik menanyakan pertanyaan aneh atau memberikan pertanyaan yang jawabannya dapat digunakan untuk memojokkan kami. Membuat kami dapat terkena pasal pidana dan dijebloskan ke balik jeruji besi.
Ilya menjelaskan padaku dan Tantri bahwa sang penyidik menanyakan mengenai, kenapa ia terlibat dalam kegiatanku dengan Tantri yang menyelidiki keberadaan Riri dan ia menjawab bahwa ia dimintai tolong oleh Tantri untuk membantunya, menyelesaikan pecahan gambar puzzle QR Code yang telah aku dan Tantri kumpulkan dari para penghuni apartemen yang mendapat e-mail berisi pecahan gambar puzzle QR Code yang berisi video hitam putih yang di detik-detik akhirnya dapat terdengar suara bisikan yang meniru suara ledakan. Sedangkan Tantri ditanyai oleh penyidik mengenai kenapa saat Riri hilang, dia malah melakukan investigasi mandiri denganku dan Ilya dan tidak melapor kepada polisi terkait hilangnya Riri.
Tantri menjawab bahwa Riri diculik oleh organisasi teroris rasis yang sebelumnya telah melakukan pengeboman di Festival Pasar Malam Besar yang dilakukan di Alun-Alun Kota. Lalu Tantri menunjukkan pada sang penyidik video hitam putih tersebut yang sudah ia unduh. Ia mengatakan, alasannya tidak melapor kepada pihak kepolisian adalah, saat itu ia khawatir jika ia segera melapor tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu prasangkanya bahwa Riri telah diculik ternyata salah.
Selain dua pertanyaan di atas, kami juga membahas pertanyaan-pertanyaan lain yang sang penyidik ajukan, serta jawaban yang kami berikan hingga, saat kami sampai di apartemenku dan obrolan selesai, aku dapat mengambil kesimpulan bahwa jawaban yang kami berikan pada sang penyidik yang menginterogasi kami aman dari dipelintir dan dijadikan alasan untuk menjebloskan kami ke dalam penjara.
Kami pun segera pergi ke ruangan apartemenku, berdiskusi mengenai apa yang sebaiknya kami lakukan berikutnya karena masih belum ada petunjuk mengenai di mana keberadaan Riri.
Pada akhirnya, kami bertiga memutuskan untuk menunggu. Ilya kembali ke kosnya, aku kembali ke rumah. Sedangkan Tantri, ia tinggal di apartemen milikku untuk menjaganya dari bahaya. Dari kami bertiga, Tantri yang paling rawan terkena bahaya karena mendiang Ayah Tantri dibunuh oleh pasukan SSE di rumahnya sendiri. Dan jika Tantri mengikuti langkahku dan Ilya yang kembali ke kediaman masing-masing, ada kemungkinan dia dapat dibunuh oleh pasukan SSE yang telah mengetahui alamat tempat ia tinggal.
Setelah sepakat dengan keputusan yang telah kami diskusikan, aku dan Ilya keluar dari ruangan apartemenku dan berpisah, pergi ke arah yang berlawanan untuk kembali ke kediaman masing-masing dan menunggu sesuatu untuk terjadi.
Enam hari kemudian, mobil baru yang aku beli tiba di rumahku. Tibanya mobil yang telah dibeli sebenarnya bukan sesuatu yang paling aku harapkan untuk terjadi, tetapi sudahlah. Sisi baiknya mobil ini bisa digunakan untuk kabur dari kejaran pasukan SSE jika mereka mengejarku di jalan raya atau sejenisnya.
Selama menunggu, aku yang terkadang menonton televisi tiba-tiba disuguhkan oleh berita terkait pihak kepolisian yang sedang menyelidiki terkait keberadaan organisasi teroris rasis misterius yang telah melakukan peledakan di Alun-Alun Kota dan apartemen tempat Riri tinggal. Para petinggi kepolisian memberikan pernyataan bahwa mereka tidak tahu sampai kapan mereka akan melakukan penyelidikan ini, tetapi mereka berharap segera menemukan organisasi tersebut dan menumpas mereka serta kegiatan yang mereka lakukan.
Saat selesai menyaksikan berita tersebut, aku tersenyum miring, karena aku yakin sebenarnya para petinggi kepolisian itu mengetahui siapa sebenarnya yang telah melakukan peledakan di Alun-Alun Kota dan apartemen Riri. Sebab pelaku sebenarnya yang melakukan kedua hal tersebut adalah sebuah unit rahasia di dalam tubuh instansi mereka yang ditugaskan untuk mengawasi kinerja instansi kepolisian agar tetap sejalur dengan kebijakan dan perintah Partai Neo-NSB yang sedang berkuasa, benar-benar ironis.
Waktu berlalu, hari berganti, aku dan teman-teman masih menunggu. Hingga setelah seminggu berlalu sejak aku menonton berita mengenai organisasi teroris rasis itu ditayangkan, aku mendapat pesan dari Tantri yang meminta untuk segera datang ke apartemenku.
Aku bergegas berangkat ke apartemen menggunakan mobil. Saat sampai, aku melihat Ilya sedang duduk bersama Tantri menyusun potongan-potongan kecil lembaran kertas yang terlihat seperti potongan gambar QR code. Melihat ekspresi mereka yang tegang kala mereka menyusun potongan kertas tersebut, membuatku dapat mengetahui bahwa mereka benar-benar kesal.